Kamis, 19 Mei 2011

Solusi Alternatif Untuk UN

Saya juga setuju dan merasa bangga kalu terjadi keseragaman kualitas Output pendidikan di sekolah-sekolah seluruh wilayah NKRI. Tapi apa fair dan logis kalu kita mau menyeragamkan output (kualitas luaran) tanpa disertai dengan penyeragaman input dan proses. Namun, tentu disadari pula bahwa upaya untuk menyeragamakan input dan proses membutuhkan waktu yang cukup lama.

Kembali ke point yang jadi
fokus saya menawarkan  salah satu solusi alternatif untuk memecahkan masalah yang bedampak negatif dari kebijakan UN yang dianggap prematur dan dipaksakan. Saya katakan prematur karena kebijakan ini terlalu cepat diterapkan. Terus terang saya juga apresiasi upaya pemerintah untuk menyeragamkan output atau kualitas luaran. Namun, upaya untuk menyeragamkan output tanpa pembenahan  keseragaman input dan proses adalah suatu UTOPIA dan kalupun itu terjadi mungkin hasilnya tidak terlalu signifikan.

Saya sengaja menawarkan salah satu alternatif solusi yaitu pembagian regional misalnya region A, Region B dan Region C. Ini bukan upaya membuat dikotomi kelompok pendidikan formal tapi hanya untuk merespon fakta yang ada di lapangan yaitu kareakteristik input dan proses pendidikan di sekolah di seluruh wilayah Indonesia masih beragam. Contohnya juga, sedangkan Ujian masuk perguruan tinggi selama ini juga dibagi menurut regionya. Demikian juga fakta di lapangan, banyak sekolah yang sudah dikelompokkan sebagai sekolah bertaraf nasional (SN) dan Rencana Sekolah bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Beraraf Internasional (SBI). Kebijakan ini sudah diterapkan di seluruh wialyah NKRI sejak tahun 2007 dan pengelompokannya merupakan kebijakan pemerintahtah berdasarkan kajian di lapangan di mana ada sekolah atau kelas yang sudah siap masuk pada tahapan yang lebih maju selevel kelas nasional bahkan internasional. Anyway, Kita tidak bisa menjadi bangsa yang berpandangan simplistik serta bersikap arogan seperti pameo mengatkan biar miskin asal sombong (menutup mata akan fakta yg ada di lapangan).

Lagi pula kalu kita melihat fakta di lapangan masih ada banyak sekolah yang tertinggal yang harus diperlalukan dengan fair dalam hal evaluasi tahap akhir. Tawaran
 alternatif solusi ini juga untuk menghindari kasus kecurangan disebakan oleh upaya pihak-pihak penyelenggara pendidikan di daerah tertinggal yang takut akan dicap gagal kalu banyak siswanya yang tidak lulus.

Terus terang dari laporan media di lapangan sejak diberlakukan UN telah terjadi banyak kecurangan dan kemunafikan terutama kasus pada sekolah-sekolah di daerah yang masih tertinggal. Para guru, pejabat, kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan tidak mau dicap gagal maka informasi yang saya dapatkan dari guru-guru, sebahagian murid-murid dan teman-teman dosen yg jadi pengawas independent mengatakan peluang kecurang cukup besar karena para penyelenggara pendidikan di sekolah yg masih tertinggal trauma dengan intimidasi hukum administratif dari atasan merreka apabila banya siswa yg tidak lulus.

Juga sejak diterapkan ujian nasional ada banyak siswa yg tidak lulus malu mengikuti ujian paket C yang ditawarkan oleh pemerintah bagi mereka yang tidak lulus UN sebagai solusi. Banyak siswa yang malu dan menolak tawaran ujian paket B dan paket C karena mereka katakan masa kaami disamakan dengan orang-orang yang sudah lama
 putus sekolah termasuk sopir-sopir trek, buru--buru bangunan dan para preman yang ingin mengantongi Ijazah melalui paket cepat saji.

Akhirnya, surat terbuka dari saya ini juga hanya merupakan wacana bagi pemerintah dan kita semua sebagai pemangku kepentingan bidang pendidikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar