Kamis, 19 Mei 2011

Fenomena Kekuasaan Absolut di Negara Sedang Berkembang; Kasus Libya

Ingat Kasus Irak beda dengan kasus serangan Barat terhadap instalasi Militer Libya saat ini. Saya menyaksikan terus di TV AlJazeera English dan TV Lokal Indonesia serta membaca surat kabar loka dan asing biar lebih berimbang.

Alasan serangan Koalisi Multinasional menyerang instalasi Militer Rezim Gadaf itu adlah untuk menegakkan Rosolusi Badan keamanan  PBB (United Nation Security Council)  No 1970 dan No 1973, melindungi rakyat civil dan misi kemanusian serta penegakkan larang terbang  (No Fly Zone), terhadap pemerintahan otoriter Libya yang menggempur kelompok anti Ghadafi.

Gadafy terlalu lama memimpin dengan Otoriter, refresif serta mempertahankan kekuasaan dengan cara kekerasan . Gadafi merebut kekuasaan dengan cara mengkudeta Raja Idris tahun 1969. Gadafy telah kehilangan legitimacy memimpin sejak demonstrasi besar-besaran yang menghendaki Gadafy mundur dari kekuasaan setelah 42  tahun berkuasa. Rezim Gadafi melakukan tindakan reresif  seacara brutal dengan senjata berat dari udara dan darat melawan kelompok oposisi .

Seperti dilaporkan diberbagai media, rakyat di Timur Tengah baru sadar dan dapat momentum  yang tepat untuk menggulingkan pemerintahan otoriter yang mau berkuasa lebih dari dua periode dan bahkan ingin berkuasa seumur hidup. Ini merupakan efek domino pasca runtuhnya Rezim Ben Ali di Tunisia dan Rezim Mubarak di Mesir.

Di Indonesia kita pernah alami kasus seperti ini pada Jaman Orde lama dan Orde Oaru dan sekarang rakyat di Indonesia tidak menginginkan kepala pemerintahan berkuasa lebih dari 2 periode atau bahkan ingin berkuasa seumur hidup seperti di negara yang menganut sistem pemerintahan monarki Absolut dan Rezim Sosialis Totalitarian. Sekarang majotitas rakyat di Timur Tengah menginginkan perubahan dan menginginkan pemerintahan otoriter yang telah berkuasa puluhan tahun mundur dari kekuasaan.

Rakya telah berhasil menggulingkan pemerintahan Otoriter di Tunisia dan Mesir dan sekarang Yaman, Bahrain, Syria juga bergejolak dan rakya menuntut pemimpin otoriternya yang telah berkuasa puluhan tahun mundur. Kepala pemerintahan di negara-negara tersebut telah berkuasa puluhan tahun dan rakyat di negara itu menderita dan bosan deangan pemerintah otoriter yg refresif.

Namun, dalam kasus Lybia sangat Unik karena selama 42 thn Gadafy berkuasa, dia melemahkan posisi militer dan mempercayai keluarga dekatnya dan orang2 dari sukunya menduduki posisi penting dalam angkatan bersenjata yang di luar dari garis komando militer. Gadafi mempertahankan kekuasaanya selama puluhan tahun dengan cara kekerasan.

Selama ini yang sejahtera di Libya hanya kelompok Inner Circle (orang dlm) dari Rejim Gadafy, keluarganya dan orang2 dari sukunya. Ketika terjadi demo damai secara besar2an, Gadafi menghadapi para pemprotes dengan cara refresif menggunakan senjata berat. Beberapa perwira angkatan udara di suruh membom rakyat yang berdemo tapi perwira angkatan udara itu masih punya hati nurani dan membelot meminta suaka politik di Italia. Tercatat banyak juga pejabat-pejabat, perwira militer dan diplomat yang telah membelot.

Gadafi, anak2nya dan orang dekatnya mengancam akan membunuh semua rakyat dari kelompok anti pemerintahan. Gadafi dan anak2nya mengeluarkan ancaman yang bertujuan pembersihan etnis (ethnic cleansing) dan genosida).

Uni Eropa, PBB, Inggris, Francis dan Amerika memutuskan untuk menjalankan Resolusi Badan Keamanan PBB (UNSC) untuk larangan terbang (No Fly Zone) agar kelompok Pro-Gadafy tidak melakukan pembantaian massal terhadap kelompok anti pemerintahan Gadafy. Badan keaman PBB dan negara2 barat khawatir karena Gadafy dan pendukungnya semakin brutal dan ingin membantai smua kelompok anti pemerintahan yang secara membabi buta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar