Rabu, 11 Februari 2015

SAVE KPK SAVE POLRI SAVE OUR FUTURE

SAVE KPK SAVE POLRI SAVE OUR FUTURE
Oleh Mochtar Marhum

Polemik tentang isu krisis KPK Vs POLRI dalam beberapa minggu balakangan ini semakin santer dibicarakan di kalangan masyarakat dan ramai diberitakan berbagai media. Bahkan sebagian masyarakat ada yang menyinggung kembali kasus Cecak Vs Buaya yang dulu pernah ramai disoroti.

Transparansi Internasional pada tanggal 2 Desember 2014 merilis laporan tahunan Indeks  Persepsi Korupsi 2014.  Dalam Indeks Persepsi Korupsi 2014, Indonesia berada pada urutan ke 107. Artinya sedikit lebih baik dibanding tahun lalu, di mana Indonesia ada di urutan ke 114.  Tentu harus tetap perihatin karena posisi Indonesia masih bertahan pada posisi buncit dalam kaitannya dengan Indeks persepsi Korupsi jika di bandingkan beberapa negara tetangga. Yang jelas fakta membuktikan bahwa semakin rendah tingkat persepsi korupsi suatu negara semakin baik tingkat kesejahteraan negara tersebut.  Sebaliknya tercatat bahwa kasus korupsi yang makin marak bisa menimbulkan kemiskinan dan kesengsaraan rakyat. Jika KPK dilemahkan, Kasus Pidana Korupsi tentu akan semakin marak terjadi dan Koruptor akan selalu tersenyum.

Namun, harus pula disadari bahwa jika POLRI lemah akan jauh lebih berbahaya lagi karena berbagai macam kejahatan akan marak terjadi sehingga Indonesia akan nampak seperti negara gagal (failed state) karena kasus seperti Vigilante, praktek main-hakim sendiri, civil disobidient, ketika rakyat tidak lagi percaya pemerintah dan tidak lagi mematuhi hukum dan aturan yg berlaku, Looting atau kasus penjarahan, Social Unrest Kerusuhan massa dan berbagai macam tindak pindana kemungkinan akan lebih marak terjadi.

Posisi Jokowi-JK sangat sangat dilematis menghadapi permasalahan Krisis KPK - POLRI. Namun, harus diapresiasi sikap Jokowi yang telah membentuk Tim Independent dan meminta pendapat dan solusi dari berbagai pihak yang sangat kompoten dan dapat dipercaya. Saatnya masyarakat mendukung KPK dan sekaligus mendukung POLRI (Save KPK Save POLRI and Save Indonesia).

Islah dan rekonsiliasi harus terwujud sehingga suasana bisa segera harmonis kembali dan kedua lembaga hukum tersebut akan bisa kembali bersama-sama bergandengan tangan melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Oknum-oknum di kedua lembaga hukum yang telah terindikasi terlibat melakukan pelanggaran hukum atau kode etik sebaiknya legowo menjalani proses hukum atau sidang kode etik. Sikap arogansi dan Ego kelembagaan justru hanya akan menambah permasalahan baru. Sikap ego dan arogansi kelembagaan harus ditanggalkan. Tunjukkan sikap kenegarawanan dan patriotisme.
Saatnya mengutamakan kepentingan bangsa dan masa depan Indonesia. Harus disadari bahwa krisis hukum sama bahayanya dengan krisis ekonomi. Ingat dalam krisis ekonomi makin nampak jelas kesenjangan antara the haves and the haves not dan bisa terlihat jelas orang yg mampu dan yg tidak mampu secara ekonomi.

Namun, dalam krisis hukum akan sulit dibedakan antara orang yang bersalah (Guilty) dan orang yg tidak bersalah (Innocent). Dan lebih sulit mebedakan kawan dan lawan. Hukum bisa digunakan sebagai alat kekuasaan seperti di negara-negara yg menganut sistem totalitarian yang pemimpinnya otoriter. Azas equality before the law akan ditinggalkan dan praktek impunitas akan rentan terjadi.

Masyarakat harus mendukung terwujudnya rekonsiliasi dan harmonisasi di kedua lembaga hukum yang sangat dihormati dan dibanggakan tersebut. Bukan malah terlibah memperkerus suasana dengan melakukan provokasi dan agitasi liar sehingga makin menambah permasalahan. Masyarakat sebaiknya mendukung keputusan dan kebijakan pemerintah yang dianggap rasional dan demokratis.

Save KPK SAVE POLRI Save Indonesia for better future.
Bravo Rakyat Indonesia !

Penulis: Akademisi UNTAD, Pemerhati masalah Sosial Humaniora dan Aktivist Damai