Rabu, 18 Mei 2011

Monarki dalam Perspektif Global dan Perspektif Lokal

Kata  Monarki bisa diasosiasikaan dengan kata kesultanan atau kerajaan. Hanya ada dua tipe Monarki di dunia ini yaitu Monarki Konstitusional dan Monarki Absolut.Monarki Konstitusional kekuasaannya terbatas dan diatur oleh konstitusi sedangkan Monarki Absolut kekuasan mutalak atau aboslut dan tak terbatas.

Dalam konteks Global, Monarki Konstitusional lebih modern dan compatible dengan nilai-nilai dan prinsip Demokrasi. Kebanyakan negara di dunia yang dulu pernah jadi Monarki Absolut dewasa ini telah menganut Monarki konstitusional seperti di negara-negara Eropa Barat dan Asia-Pasifik. Di Eropa Barat misalnya, Inggris, Denmark, Spanyol,  Belanda dan di Asia-Pasifik seperti Thailand, Jepang, Malaysia, Salomon dan Tonga.

Di negara yang menganut Monarki Konstitusional dengan sistem pemerintahan parlementer ada pemabagian tugas dan kekuasaan yang jelas antara Raja/Ratu dengan Perdana Menteri dan menerapkan Trias Politika. Kepala Pemerintahan adalah Perdana Menteri dan diangkat melalui pemilihan (election) sedangkan Raja adalah kepala negara yang merupakan Branch of Executive dan tentu kedudukannya berdasarkan garis keturunan. Jadi tentu jabatannya ditetapkan berdasarkan heriditas dari beckground bangsawan atau darah biru.

Dewasa ini tinggal segelintir negara yang menganut Monarki Absolut dan ada beberapa negara di Timur Tengah seperti Saudi Arabia. Di negara yang menganut Monarki Absolut Raja adalah kepala pemerintahan dan sekaligus kepala negara. Tidak ada kekuasaan yang di atasnya Raja kecuali Tuhan. Tentu Raja sebagai kepala pemeritahan dan kepala negara ditetapkan berdasarkan garis keturunan (Heridity leadership) atau dari background bangsawan atau darah biru.

Dalam konteks lokal di Indonesia,  Polemik tentang kesultanan Yokya dan posisi Sultan sebagai Gubernur dan sekaligus sebagai Raja (Sultan) cukup menarik untuk diperdebatkan terutama tentang UU Keistimewaan yang telah berlaku sejak kemerdekaan Indonesia sampai sekarang. Yang lebih mernarik lagi isu tentang RUU DIY yang telah dipersipkan dan akan dibahas di Parlemen.

Saya termasuk salah satu orang Indonesia yang sangat salut dan apresiasi dengan sejarah keistimewaan Yokyakarta dan kemampuan Sultan memikat hati rakyat sehingga Sultan-Sultan Yokya sangat dicintai dan dihormati oleh rakyatnya sejak jaman Kolonial sampai sekarang. Pemerintahan Kesultanan didukung oleh rakyat dan mampu menciptakan keharmonisan dan kedamaian masyarakat Yokyakarta dari Sultan HB terdahulu samapi Sultan HB ke X yang juga GUbernur Yokyakarta.  Penetapan Sultan sebagai Gubernur yang merupakan Keistimewaan Yokya harus dipahami dan ini cukup unik. Pengangkatan Gubernur melalui penetapan harus dari turunan Sultan juga harus dimengerti walaupun tentu mungkin tidak compatible lagi dengan Era Modern yang mana semua negara yang menganut paham Demokrasi dalam  setiap pengangkatan pemimpin dalam jabatan politik harus melalui pemilihan atau lelection.

Menurut pemahaman saya Pemerintah pusat akhir-akhir ini telah khawatir terutama menjelang suksesi GUbernur Yokya tahun depan. Pemerintah Pusat sedang memikirkan nasib dan masa depan status keistimewaan ini jika satu waktu generasi dari keturunan atau keluarga dekat Sultan yang akan menduduki jabatan politik sebagai Gubernur tidak memiliki integritas yang sama dengan Sultan-sultan terdahulu. Ingat Sultan itu manusia dan tentu Sultan dan turunannya sebagaia manusia biasa mungkin satu waktu tidak akan luput dari kekeliruan dan kesalahan. Yang jadi masalah besar jika keistimewaan ini terus menerus sampai generasi berikutnya yang mungkin kualitas leadership dan integritasnya berbeda dari Sultan-Sultan terdahulu yang sangat kharismatik dan mampu menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat serta memilki integritas moral yang sangat dibanggakan. Yang mungkin dikhawatirkan oleh Pemerintah pusat adalah jabatan politik Gubernur Yokyakarta yang teru melaluio penetapan dan Raja terus merangkap jabatan kepala Pemerintahan daerah (Gubernur). Demikian juga jika terjadi pelanggaran tindak pindana seperti yang sering kita lihat di daerah lain di mana ada sejumlah kepala pemerintahan daerah yang terlibat tindak pidana korupsi dan abuse of power. Yang diragukan oleh pemerintah pusat adalah ekses dari sifat sungkan atau engganrakyat  melakukan demo atau tuntutan hukum terhadap kepala pemerintahan yang melanggar hukum.

Dalam UU diatur bahwa Gubernur itu adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Jadi kita semua harus paham kenapa pemeritah pusat sangat menaruh perhatian dengan isu RUU DIY versi peninjauan dan revisi Keitimewaan Kesultanan Yokya. Saya paham dan apresiasi dengan tuntutan rakyat Yokyakarta dengan status quo penetapan Sultan sebagai Gubernur tapi saya tentu dukung kebijakan pemerintah agar Sultan menghormati Demokrasi prosedural dan menerima tuntutan Demokrasi dan Konstitusi agar ada pembagian kekuasaan yang jelas antara jabatan kesultanan dan jabatan Gubernur. Salam NKRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar