Rabu, 18 Mei 2011

MONO DISIPLIN ILMU, LINTAS DISIPLIN ILMU DAN ISU ILMU GENERALIS

Dalam event dan kondisi tertentu, seseorang  harus berpendapat atau beragumentasi itu berdasarkan background ilmunya masing-masing.  Konteks akademik misalnya mengajar atau meberi kuliah,event seminar ilmiah, dalam jurnal ilmiah dan dalam orasi ilmiah serta dalam grup milist akademik di mana peserta milist adalah kelompok akademisi atau peneliti dalam bidang ilmu yang sama.

Namun, dalam event tertentu yang mungkin non-ilmiah dan dalam media sosial yang non-akademis seperti FB, twitter dan Milist,  setiap orang bisa membuat argumentasi apa saja dan tidak mutlak harus berdsarkan latar belakang background ilmu mereka. Namun, tentu saya juga sepakat bahwa sebaiknya argumentasi itu didasarkan pada background ilmu dan pengalaman empiris dan kognetif amsing-masing individu.

Ada beberapa hal yang jadi pertimbangan saya mengatakan bahwa orang bisa berargumentasi atau berpendapat tidak harus berdasarkan tepat sama dengan background ilmunya. Pertama, ada bidang ilmu dan isu yang sifatnya relatif bersifat teknis,spesialis, sangat theoritis dan ekslusif. Kedua, ada juga ilmu yang sifatnya lebih generalis multi-disiplin/lintas disiplin dan inclusif. Ilmu-ilmu eksakta lebih ke sifat yang pertama sedangkan ilmu-ilmu sosial-humaniora lebih ke sifat yang kedua.

Isu Politik, Demokrasi dan HAM adalah isu yang generalis, lintas disiplin dan inklusif sifatnya sehingga siapa saja yang konsen dengan masalah di atas berhak berargumentasi berdasarkan perspektifnya masing-masing.

Beda dengan ilmu-ilmu eksakta yang ekslusif dan sangat teknis misalnya, isu tentang fisika Bumi, rekayasa genetika dan masalah klonning dalam ilmu kedokteran. Sebaliknya, Isu tentang, Demokrasi, konflik, politik dan HAM adalah isu yang sangat inclusif alias terbuka semua orang dari berbagai disiplin ilmu bisa terlibat dalam memberi komentar berdasarkan perspektif mereka masing-masing.

Orang  pintar alias cerdas adalah orang yang paling banyak membaca, menulis, mengikuti perkembangan dunia melalui media dan aktif berdiskusi. Ingat sekarang adalah era digital dan semua orang bisa mengembangkan wawasannya melalui teknologi digital. Sekarang banyak orang yang saya kenal dan mereka terkenal bukan karena disiplin ilmu mereka yang sangat relevan dengan isu yang sering mereka bicarakan atau diskusikan tapi karena minat dan konsen mereka terhadap isu dan ilmu yang sring mereka terlibat mendiskusikannya.

Banyak orang terkenal jadi penulis atau pembicara dan jauh dari background ilmu mereka. Sebut saja Noam Choamsky adalah Pakar bahasa (linguistik) asal Amerika yang keturunan Yahudi. Sekarang Prof. Choamsky terkenal sebagai ahli strategi, aktifis politik dan banyak terlibat menulis buku tentang Isu HAM dan kritikan terhadap pemerintah Amerika dan Israel. Demikian juga ada Karen Amstrong dan Sydney Jones, dua wanita ternama yang banyak berbicara tentang Terorisme, konflik dan isu theologis. Ilmu mereka relatif  kurang relevan dengan isu yang sering mereka bicarakan tapi mereka terkenal karena pengalam empiris mereka serta tulisan-tulisan mereka dan keterlibatan mereka dalam aktivitas voluntir, akdemik dan seminar-seminar internasional.

Dalam konteks Nasional kita bisa lihat banyak peneliti, dosen dan pengamat Indonesia di Jakarta yang berbicara di seminar atau di media tentang isu yang luar konteks backgriund ilmunya dan bahkan beda dengan bidang ilmu mereka. Demikian juga di tingkat lokal anda bisa saksikan sendiri.

Saya perlu perkenalkan bahwa ilmu saya juga bersifat lintas disiplin (Sosial-Humaniora). Ilmu pascasarjana yang saya geluti dulu dan kembangkan sekarang adalah ilmu berkaitan dengan Bahasa, Budaya dan Etnis. Saya juga mengkaji kebijakan bahasa, kebijakan budaya dan pendidikan. Sekarang saya koordinator mata kuliah Pemahaman Lintas Budaya (Cross Culture Understanding), Sosiolinguistics (Sosiologi Bahasa), Dicourse Analysis (Analisa Wacana), Interpretation (Tapsir) dan Public Speaking/Speech (Pidato/orasi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar