Minggu, 20 April 2014

KASUS KONFLIK DI KABUPATEN BUOL DALAM PERSPEKTIF LOKAL DAN NASIONAL


Oleh Mochtar Marhum

Kasus kerusuhan di Kabupaten Buol telah jadi sorotan media lokal dan nasional dalam dua hari terakhir. Insiden kerusuhan yang terjadi pasca pertandingan sepakbola antara tim keseblasan Buol dan Tim Keseblasan asal Banyuwangi. Pertandingan itu berakhir dengan kekalahan tim keseblasan tuan rumah Buol dengan skor 2-1.

Menurut informasi dari sejumlah media terpercaya bahwa pasca pertandingan sepak bola tersebut terjadi pertengkaran antara anak mudah yang habis menyaksikan pertandingan sepak bola tersebut dan berbuntut pada kerusuhan. Ada juga versi cerita lain yang menyebutkan bahwa kekalahan tim kesayangan warga Buol menimbulkan protes dan patut disayangkan aksi protes berbuntut bentrok antara masyarakat pendukung sepak bola salah satu tim dengan pihak petugas keamanan. Juga sangat disesali aksi tersebut berbuntut pada tindakan anarkisme dari masyarakat pendukung sepak bolah yang kecewa dan selanjutnya secara defensif dan tidak dapat terhindari juga telah terjadi tindakan refresif dari pihak petugas keamanan. Aksi tersebut dibalas masa pendukung dan berujung pada aksi pembakaran kendaraan dan pengrusakan Kantor Polsek dan Asrama petugas Polsek.

Semoga kasus kerusuhan di Bumi Pogogul Buol tidak dipolitisir dan dimamfaatkan untuk kepentingan politik oleh kelompok atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab kemungkinan untuk kepentingan agenda politik lokal atau bahkan agenda Politik Nasional PILPRES 2014 baik secara implisit maupun eksplisit.

Stakeholders konflik termasuk Pemerintah, petugas keamanan, tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh agama harus bergandengan tangan dan bersama-sama mencegah agar eskalasi konflik tidak meluas dan menimbulkan lebih banyak lagi korban. Trauma konflik beberapa tahun lalu pernah dikenal dengan istilah Ramadhan berdarah. Semoga tragedi Ramadhan Berdarah tidak akan berulang lagi karena tragedi seperti itu hanya akan merugikan semua pihak yang bertikai (Conflict stakeholders). Konflik kekerasan dan anarkisme yang yang lalu telah menimbulkan korban jiwa delapan orang warga sipil dan sampai sekarang penanganan kasus tersebut kabarnya belum tuntas atau belum jelas sehingga disinyalir ada pihak keluarga dan masyarakat yang masih belum puas dan kecewa dengan penanganan kasus tersebut. Insiden yang lalu itu juga menimbulkan tidak hanya trauma di kedua belah pihak tapi juga menimbulkan beban moril dan kerugian materil yang tidak sedikit di kedua belah pihak yang bertikai.

Law and Order di Buol harus segera ditegakkan kembali (restored). Semua bentuk kekerasan dan anarkisme yg dilakukan oleh siapa saja baik itu masyarakat maupun pihak petugas keamanan harus dianggap sebagai musuh bersama (Violance and Anarchism are common enemy). Justice must be done ! (Hukum dan Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu).

Belajar dari pengalaman yang berulang-ulang masyarakat di daerah yang rawan konflik termasuk di Buol harus mendapatkan akses penyuluhan tentang hukum, keadilan dan HAM. Sosialisasi tentang Hukum dan Undang-undang seharusnya menjangkau secara luas terutama sampai ke masyarakat yang masih awam tentang hukum dan undang-undang dan disampaikan dengan mekanisme dan metode yang sederhana, menarik dan mudah diphami masyarakat sehingga Insya Allah akan mampu diterapkan dan ditaati oleh masyarakat. Teringat Mmsa Regime Orde Baru dulu pernah ada kebijakan yang cukup inspiratif dan kebijakan itu dikenal dengan kebijakan atau program "Sadar Hukum" walaupun mungkin program atau kebijakan itu dianggap sebagai cosmetic policy, bisa menjadi inspirasi yang baik untuk program penyuluhan kesadaran hukum. Jangan biarkan terjadi semacam aksi civil disobidience di tengah masyarakat civil di mana masyarakt tidak lagi menghormati dan mempercayai pemerintah dan pihak penegak hukum sehingga potensi chaos akan terus mengintip. Kewibaan pemerintah dan pihak penegak hukum harus dikembalikan (restored).

Semua petugas keamanan (law enforcers) yang akan ditugaskan di daerah-daerah yang rawan konflik sosial sebainya dibekali dengan pengetahuan tentang pemahaman lintas budaya lokal (Local Cross Culture Understanding) dan kemampuan menerapkan pendekatan sosio-kultural dengan masyarakat secara baik.

Namun, kita bisa berspekulasi dan mengatakan bahwa selama ini nampaknya petugas keamanan yang akan ditempatkan di wilayah rawan konflik ada yang hanya dibekali dengan pengetahuan umum masalah Geopolitik dan Demografy serta pendekatan keamanan (Pure Security Approach) termasuk bagaimana menangkal kerusuhan massa atau pengendalian massa (Dalmas) dan pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan peralatan persenjataan untuk melakukan tindakan preventive dan tindakan pre-emptive. Jika pendekatan keamanan yang refresif dan sangat klasikal ini terus diterapkan, kemungkinan hampir setiap potensi kerusuhan sosial hanya akan sering diselesaikan dengan cara pendekatan keamanan yang refresif sehingga dapat dikatan bahwa tindakan tersebut bukan menyelesaikan masalah tapi justru menambah masalah menjadi lebih rumit.

Pendekatan Sosio-kultural jauh lebih efektif dari pada pendekatan keamanan apalagi pendekatan keamanan yang menunjukkan show force dan heavy handed justru akan menimbulkan trauma di tengah masyarakat dan seolah-olah sikap permusuhan (hostility) ditunjukkan. Ideologi kebencian (hatred ideology) jangan pernah muncul di wilayah rawan konflik sebab jika ini terjadi makan harapan untuk menciptakan suasana damai dan harmonis mungkin akan sulit terwujud. Ingat masyarakat Buol adalah WNI yang selalu setia pada Pancasila, UUD dan NKRI. Mereka bukan musuh negara tapi mereka adalah saudara kita yang butuh perhatian dan binaan.

Setiap masalah konflik sosial harus bisa diselesaikan melalaui musyawarah (negotiating table) dengan melibatkan semua pihak pemangku kepentingan (Conflict stakeholders). Harus diberi penyadaran bahwa ingat "Segala bentuk kekerasan adalah musuh bersama (Violance is a common enemy).

Ada adigium berbunyi sebagai berikut "Negara semakin terancam bahaya bukan karena semakin banyak jumlah orang yang melakukan pelanggaran hukum (Criminals) tapi negara makin terancam bahaya karena ada orang yang membiarkan pelanggaran hukum itu terus terjadi".


Penulis, Akademisi UNTAD, Aktivis Damai dan Blogger Isu Sosial-Humaniora

Jumat, 11 April 2014

POST INDONESIAN PARLIAMENTARY ELECTION 2014

Indonesian Parliamentary Election was held on 9 April 2014. Parliamentary election for Indonesian citizens who live overseas was held before. As can be seen through a number of media, the result of Quick count version by Indonesia Survey Institute showed that there was no single political party which met the presidential threshold of 20% as one of the main requirement to run for presidential election candidacy.

In this parliamentary election, many political analysts claimed that no single political party became a winner since no one achieved more than 20% electability. For that reasons, coalitions will have to be formed among political parties which will nominate their presidential candidates. From the result of LSI’s quick count reports, PDIP led the quick count version with around 19% followed by Golkar 14 %and Garindra 12%. PDIP made up around around 40 % of electability increase compared to the last parliamentary election. It will become a ruling party together with its coalitions hopeful.

PDIP have been consistently an opposition party for around ten years (2 periods). Golkar belongs to the Big Three along with the other two leading parties, PDIP and Gerindra post 2014 Parliamentary Election. There have been serious pros and cons as well as debates among Golkar’s elites regarding the presidential candidacy of Abu Rizal Bakri (ARB). Some political surveys showed that Abu Rizal Bakri’s electability was low.

Some media repoted that Rhoma Irama and Rusdi Kirana's effects boosted markedly the electability of PKB. Rusdi Kirana, a Chinese decent tycoon, was a boss of Lion Air and and a fanatical fan of the Gus Dur. He joined PKB because he really appreciated PKB's platform which respect pluralism and multiculture. Rhoma Irama, Indonesian King of Traditonal Dangdut music and a former Member of Parliament still has a lot of fanatical fans in many villages across Indonesia with his famous Dangdut song though he is also identified as one of controversial figures from celebrity backgrounds.

Meanwhile, the electability of Demokrat dropped significantly up to around 50 % due to the negative image of media reports on corruption scandals involving few Demokrat elites. The electability of Gerindra increased dramatically. It accounted for 200% (Fantastic Electability Increase). As a new comer, Nasdem's electability should be highly appreciated. PAN, PPP and PKS met the Parliamentary Thresholds.

Finally, it is unfortunately the other two political parties, PBB and PKPI, had low electabilities. They only had below 2% but they remained relatively slight stable in their electability achievement. Looking forward to seeing the result of Presidential election in the near future. Which will be held some time in July 2014. Some political analysts speculated that there will be only three up t to four presidential candidates from the coalitions of leading parties and the small ones. Some potential presidential candidates are recommended such as Jokowi, Prabowo, Hatta Radjasa, Irman Gusman, Gita Wirawan, Rhoma Irama, Mahfud MD, Yusup Kalla, Abu Rizal Bakri, Dahlan Iskan and Anis Baswedan. Many experts recommended that the future presidential candidates who will run for presidential elction in July should be the ones who have good track records. They must have strong commitment to law enforcement, social justice and people prosperity

Salam Demokrasi
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activist and Blogger on Social and Humanities Issues