Kamis, 27 Desember 2012

KASUS KEKERASAN DI POSO SULAWESI TENGAH - (COUNTERTERORISME Jangan Jadi COUNTERPRODUCTIVE)

Pasca Konflik Horisontal dan Konflik Komunal (Sectarian Conflict) dan akhirnya ditindaklanjuti dengan solusi tepat deklerasi Malino yang digagas oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla waktu itu, suasana Poso menjadi lebih aman dan masyarakat yang multikultur, multietnis dan multireligi telah mulai hidup rukun dan damai. Upaya povokasi dan tindakan adudomba yang konon perna dilakukakan oleh kelompok-kelompok yang menginginkan agar Poso tetap tidak aman tidak berhasil karena masyarakat Poso telah sadar dan merasakan pentingnya hidup rukun dan damai. Akhir-akhir ini justru berita keamanan Poso terusik karena adanya konflik bersenjata antara kelompok Sipil bersenjata (Teroris) dan pihak petugas kemanan (konflik vertikal).

Koran Harian Radar SulTeng (JawaPos Grup) yang terbit di Palu, ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah hari ini memuat foto-foto dan berita berjudul "Lima Warga Poso Babak Belur Setelah ditahan Polisi 7X24 Jam". Di lain sisi gambar-gambar sadis polisi yang jadi korban sipil bersenjata (Terorist) yang sama juga beredar secara transparant di sejumlah media sosial BBM (Blackberry Massanger). Ada adigium "violance is common enemy" ingat segala bentuk aksi kekerasan baik itu dilakukan secara individual maupun institusional dan tentu telah melanggar hukum dapat dianggap sebagai musuh bersama.

Dalam laporan harian Radar SulTeng yang terbit hari ini diberitakan bahwa sejumlah warga Poso ditahan dan ada yang babak belur setelah ditahan dan diinterogasi oleh Polisi pasca insiden penembakan anggota Brimob yang beroprasi di Kalora dan menewaskan 4 orang anggota Brimob belum lama ini. Tindakan penahanan sejumlah warga Poso karena mereka dicurigai terlibat dalam aksi kekerasan (Terorisme) yang menewaskan empat orang anggota Brimob belum lama ini diberitakan di sejumlah media lokal di Sulawesi Tengah. Juga sebelumnya berita di media sempat terjadi penculikan dua personil Polisi yang menewaskan dua  Polisi Intel POLRES Poso yang ditemukan tewas dan dicurigai terkubur hidup-hidup di desa Tamanjeka Poso yang dituduh dilakukan oleh kelompok teroris. Juga tahun lalu dua Polisi tewas meregang nyawa setelah dibrondong peluru kelompok Teroris di depan Bank BCA Palu Sulawesi Tengah di saat mereka lagi bertugas menjaga keaman Bank BCA.

Insiden kekerasan dan penggunaan senjata api oleh sipil bersenjata yang dicap sebagai kelompok teroris di Indonesia dalam dekade terakhir ini dinilai cukup meningkat. Dan Sulawesi Tengah khususnya Kabupaten Poso dalam sejumlah pemberitan media lokal dan media internasional diberitakan menjadi tempat pelatihan terorisme (Terorist Breeding Grounds). Namun, oleh sejumlah aktivist menganggap bahwa betul ada berita yang memuat fakta kebenaran tentang aksi dan pelatihan terorisme di Poso tapi sejumlah berita di media juga dianggap ada yang dibesar-besarkan karena mungkin menggunakan prinsip "Bad News is a good news". 

Kebijakan Counterorisme di Indonesia pasca insiden serangan Twin Tower di New Yokr (Peristiwa 11 September) penerapannya semakin ditingkatkan apalagi menyusul peristiwa aksi terorisme di sejumlah daerah di Indonesia. Misalnya kasus pengeboman Gereja dan kasus penembakan sejumlah pendeta dan sejumlah pengeboman Hotel mewah di ibu kota Jakarta dan pengeboman Kedutaan Besar Filipina, Australia, insiden Bom Bali 1 dan Bom Bali 2 beberapa waktu lalu.

Kebijakan counterterorisme merupakan praktek penggabungan taktik, teknik dan strategi untuk menghadapi dan mengatasi aksi terorisme. Kebijakan counterterorisme merupakan program kerjasama melibatkan pihak pemerintah, Militer dan Polisi untuk mengantisipasi terjadinya ancaman dan serangan aksi terorisme. Namun, kebijakan Counterterorisme harus direviewed dan dievaluasi efektifitasnya. Kebijakan Counterterorisme masih kurang melibatkan partisipasi masyarakat. Penerapan kebijakan Counterorisme yang melibatkan pasukan combatant sperti Tentara, Brimob dan Densus 88 yang oleh kalangan teman-teman Jurnalis, akademisi dan Aktivis LSM dianggap masih bersifat refresif dan opresif (Penindakan dan penindasan) mungkin dengan kebijakan yang bersifat refresif dan opresif seperti ini akan sulit merebut simpati dan empati dari rakyat dan tentu juga akan mustahil merebut hati rakyat (Winning the heart and mind of the people).

Solusi alternatif terbaik adalah melibatkan masyarakat sebagai stakeholders keamanan (security) bukan menjauhi masyarakat atau bahkan mencurigai masyarakat tanpa alasan dan fakta yang benar. Upaya program Deradikalisasi yang melibatkan sejumlah kementrian terkait dan Ormas keagamaan dianggap cukup produktif tapi masih kurang efektif. Program Edukasi melalui pendidikan Damai dan Pendidikan Harmoni yang melibatkan NGO dan Lembaga Pendidikan formal merupakan upaya yang sangat inspiratif dan efektif tapi penekanannya harus pada implementasi dan follow up dan bukan bersifat doktrinisasi. Tindakan pencegahan (Preventive) dan tindakan penyerangan teroris sebelum mereka melakukan aksi kekerasan (Pre-empptive) juga merupakan upaya yang cukup efektive tapi sering dianggap counterproductive terutama ketika aksi itu mungkin kurang mendapat simpati dari masyarakat setempat karena dilakukan dengan aksi sangat refresif dan offensive.

Kebijakan Counterterorisme jangan hanya menjadi counterproductive karena hanya akan sia-sia dan tentu kurang mendapat simpatik dari masyarakat. Jangan ciptakan kondisi Racial Profiling dan Negative stereotyped yang bisa menciptkan image bahwa hanya kelompok tertentu (Muslim atau kelompok tertentu) memiliki kecenderungan terlibat dengan aksi kekerasan terorisme dan dicurigai sebagai teroris padahal kenyataan banyak juga aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok militan dan individu dan mereka bukan dari kalangan Muslim.

Kebijakan Counterterorisme tidak akan menjadi counterproductive tapi menjadi lebih efektif dan berhasil guna jika pemerintah mampu secara maksimal dan intens melibatkan warga masyarakat dalam upaya pencegahan dan penindakan aksi terorisme. Selama ini pemerintah baru melibatkan Ormas-ormas tertentu dalam kegiatan upaya pencegahan aksi terorisme. Masyarakat sebagai stakeholders harus diberi kepercayaan dan pemberdayaan untuk terlibat langsung dalam upaya pencegahan aksi terorisme.

Masyarakat adalah key instrument dan sekaligus key informant. Masyarakat jangan dicurigai atau dijauhi bahkan lebih parah lagi jika diitimidasi dan dikerasi (dianiaya) dalam upaya pencegahan aksi terorisme. Jika masyarakat dijauhi, dicurigai tanpa alasan yang tepat dan apalagi dilakukakan interogasi dengan cara kekerasan sehingga menimbulkan berita yang kurang menarik simpatik masyarakat, upaya pencegahan aksi terorisme melalui kebijakan counterterorisme akan menjadi bertengan dengan harapan atau conterproductive (Tidak efektif).

Mari wujudkan Indonesia yang damai dan Sulawesi Tengah yang harmonis dan damai. Dan selamat menyambut tahun baru 2013.


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Aktivis Damai dan Tim Ahli Pusat Penelitian Perdamaian dan Pengelolaan Konflik (P4K UNTAD), Duta Alumni Australia (Australian Alumni Embassador) dan Blogger Isu Sosial Humaniora.

Selasa, 25 Desember 2012

Indahnya Keberagaman: Toleransi Keagamaan dan Harmonisasi Umat

Indonesia adalah bangsa yang multikultur dan multietnis. Kemajemukan dan keberagaman Indonesia tidak bisa disangkal tapi harus dijadikan modal dan energi positif untuk membangun keberagaman agar Indonesia menjadi bangsa yang yang bermartabat, kuat dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.

Perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia merupakan anugrah Allah Swt yang harus disyukuri. Perbedaan dan keberagaman juga merupakan Sunatullah atau hukum alam yang menjadi kenyataan di muka bumi ini. Toleransi dan harmonisasi umat beragama merupakan modal sosial yang dapat membangun perdamaian dan keamanan di dunia.Setiap umat manusia harus menghormati umat yang lain sebagai wujud kasih sayang dan persaudaraan sesama manusia (Humanisme).

Dewasa ini banyak umat Islam dari berbagai belahan dunia mengucapkan Selamat Hari Natal kepada saudara-saudaranya yang merayakan Natal walaupun ada sejumlah kelompok garis keras yang menganjurkan agar umat Islam tidak mengucapkan Selamat Hari Natal karena mereka menganggap toleransi beragama kurang tepat dilakukan dengan cara ikut mengucapkannya.

Alm Yaser Arafat pimpinan PLO, Mahmud Abbas, Pimpinan Fatta dan Presiden Palestina, sejumlah pemimpin Liga Arab (Arab Leagues) di Timur Tengah serta sejumlah pejabat yang beragama Islam di Indonesia dari Pusat sampai daerah turut mengucapkan Selamat hari Natal setipa tahunnya.

Tahun ini diberitakan di sejumlah media, Pemuda GP Ansor NU dan FPI, Salah satu Ormas Islam yang dianggap kelompok Hardliners (Garis Keras) di sejumlah daerah juga turut ikut serta mengamankan Hari Raya Natal bersama petugas keamanan. Ini menunjukkan sikap positif dan bukti nyata bahwa toleransi kehidupan beragama di sejumlah daerah di Indonesia patut diacungi jempol walaupun sejumlah media juga ada yang melaporkan berita yang memprihatinkan di mana ada sejumlah umat Kristiani yang tidak sempat merayakan Misa Natal karena status bangunan Gereja mereka sedang mengalami sengketa dan terjadi aksi protes dari masyarakat lokal.

Berharap semoga mulai tahun 2013 ke depan dan seterusnya, toleransi dan harmonisasi kehidupan umat beragama di Indonesia tetap terpelihara. Pemerintah, masyarakat dan stakeholders perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan harus bergandengan tangan terus bersama menjaga keaman dan memelihara toleransi dan harmoniasi dalam keberagaman yang indah ini.

Selamat menikmati liburan akhir tahun "Happy Hollidays!"


Salam Persaudaraan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest, Blogger on Social and Humanity Issues

Rabu, 19 Desember 2012

First Female President of South Korea and Issues of North Versus South


TV AlJazeera International just reported the announcement of Presidential Election result in South Korea. South Korea has a new leader and first female president.She was the daughter of former South Korean Dictator. She won the Presidential Election with 51,6 % of Votes. Conservative candidate Park Geun-hye claimed victory Wednesday in South Korea's presidential election, a result that will make her the country's first woman president.It was argued that more elder generations voted her candidacy. Addressing crowds in Seoul's central Gwanghwamun Square, Park said her win was a victory for the people. "I will be the president of the nation who keeps pledges," she said (See CNN's Soo Bin Park and Laura Smith-Spark).

North Korea has also a new young President aged 29. He has a European Tertiary Education background. He was the son of Dictator Kim Jong Ill. He was not elected but appointed. North Korea is a communist and it has a totalitarian system. Political dynasty is implemented as well. The main question is "Will the new young leader of North Korea be able to bring change in their country?" Or he will keep maintaining a statusquo and continue a controversial nuclear program while many people suffer from hunger and poverty.

On the one hand North Korea is just like an absolute Monarch though it's a Republic. Unfortunately it's a poor and underdeveloped country. It spends a lot of money on sophisticated military equipments and Nuclear programs meanwhile there are lot of people in North Korea who are poor. Hunger cases are often reported in many parts of North Korea. Most recently North Korea successfully launched a rocket to the outer space on the commemoration of the birthday of North Korean Revolutionary Leader. Though they claimed the launching program has a peaceful purpose, many countries especially western powers and its allies condemned the launching program.

On the other hand, people of the Neighboring country in South Korea are  wealthy, healthy and peaceful. Both North Korea and South Korea  have the same linguistic and cultural roots but they also have different political and economic ideology. From economy and health perspectives unfortunately they share different fates.

North Korea is very exclusive and closed but South Korea is Opened and Inclusive. South Korean Economic Growth is good meanwhile North Korean Economy is poor and underdeveloped. South Korea used to be a closed country and used to have a dictator and authoritarian leader. However, today South Korea is much different from North Korea. South Korea a democratic and developed country.

South Korea is also famous for its Gangnam style dance...hehehehehehe...
By the way, congratulations Madam President !


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Blogger on Social and Humanity

Senin, 17 Desember 2012

Majalah Tempo Versus Trio Mallarangeng


Sejak dulu saya termasuk salah satu pengagum Mallarangeng bersaudara, Andi Alfian Mallarangeng, Andi Rizal Mallaraneng dan Andi Zulkarnain Mallarangeng. Mereka tiga bersaudara tokoh pemuda asal Sulawesi Selatan termasuk generasi muda yang terbilang sukses dalam karir pendidikan dan profesi bisnis dan politik.

Dua bulan lalu Menpora Andi Mallarangeng ke Palu dalam rangka membuka event Peringatan Hari Sumpa Pemuda Nasional dan Jambore Pemuda ASEAN yang dipusatkan di Lokasi Eks-MTQ Kota palu dan juga sempat memberikan kuliah umum di Kampus UNTAD sehari setelah kunjungan Menpora Andi Mallarangeng saya sempat tampil di TVRI turut memandu dan mejadi narasumber pada program Mingguan Forum Mahasiswa Bijak. Saya menjadikan Menpora Andi Alfian Mallarangengsebagai contoh dari kelaurga anak pejabat yang berhasil.  Mereka berasal dari keluarga yang cukup terpandang. Kakek mereka mantan pejuang Kemerdekaan asal SulSel yang punya andil besar dan Ayah mereka mantan Walikota Pare-pare yang sangat dihormati.

Andi Alfian dan Andi Rizal Mallarangeng kedua kakak beradik ini berhasil menyelesaikan pendidikan Pascasarjana mereka di Amerika. Andi Alfian Mallarangeng sempat menyelesaikan pendidikan S3 (PhD) dalam bidang Political Sciences di Northern Illinois State University dan Rizal Malarangeng alumniS3 (PhD) dalam bidang Sociology dari Ohio State University. Sedangkan Zulkarnain, Coel sendiri, adik bungsu mereka alumni dari salah satu perguruan tinggi ternama di tanah air.

Karir edukasi, politik dan bisnis mereka cukup cemerlang dan membanggakan. Andi Alfian Mallarangeng sempat berkarir sebgai akademisi di UNHAS dan kemudian Hijarah ke Jakarta. Andi Alfian sempat menjadi dosen Institut Ilmu Pemerintahan Jakarta dan merupakan Kader Prof. Ryas Rasyid. Karir Alfian Mallarangeng di Jakarta cukup melejit apalagi setelah terlibat dalam politik praktis di beberapa parpol dan akhirnya menemukan tambatan hatinya di Partai Demokrat dan merupakan salah satu kader terbaik di partai tersebut. Walaupun gagal menjadi Ketum Partai Demokrat setelah dikalahkan oleh Anas Urba Ningrum akhirnya Andi ALfian Mallarangeng masuk dalam Kabinet SBY-Boediono dan menjadi Menpora.

Namun,belum lama ini adanya hasil audit investigasi BPK dan pengumuman dari Pimpinan KPK terkait kasus Hambalang, indikasi keterlibatan serta status tersangka Andi Alfian Malarangeng dan adiknya Andi Zulkarnaen Malarangeng akhirnya dicekal ke luar negeri . Kasus Megaprojek Hambalang yang menyeret Mallarangeng bersaudara telah membuat persepsi di masyarakat mulai agak berubah walalupun mereka tetap masih menghormati azas preaduga tak bersalah. Apalagi ketika sejumlah media ibukota dan media lokal melaporkan indikasi keterlibatan mereka.

Malam ini Trio Malarangeng mengajukan gugatan kepada Majalah Tempo dan meminta Manajemen Majalah tersebut meminta maaf kepada mereka karena telah memuat kasus Hambalang yang telah menyudutkan mereka. Mereka mengaku sangat keberatan karena di cover Majalah tersebut ada gambar yang sangat sensitif dan sangat menyinggung perasaan mereka. Di cover majalah Tempo ada gambar Trio Malarangeng memeluk gambar uang dollar Raksasa yang diilustrasikan mirip ikan besar yang habis dipancing.

Ini malam Rizal Malarangeng mewakili saudara-saudaranya melakukan presentasi dan klarifikasi berkaitan sangkaan keterlibatan mereka dalam kasus Hambalang di TV One. Juga dengan teas mewakili Mallarangeng bersaudara Rizal Mallarangeng menuntut via media televisi agar Majalah Tempo meminta maaf kepada mereka atas pemberitaan dan cover majalah tempo yang sangat sensitif menyinggung perasaan mereka.

Walaupun demikian Media sebagai salah satu pillar Demokrasi yang punya peranan sangat penting dalam mendukung proses demokrasi di Indonesia melalui pelaporan berita yang diharapkan berimbang, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Juga jika pers melakukan pelanggran dapat dilaporkan ke Dewan Pers untuk ditindaklanjuti. Pekerjaan jurnalistik harus diapresiasi lepas dari sejumlah pelanggaran yang mungkin pernah dilaporkan oleh masyarakat. Juga harus dihormati karena dari perspektif legal forma kegiatan jurnalistikl media telah diatur dalam UU Pers dan demikian juga jurnalist harus menghormati kode etik jurnalistik.

Namun, sebagai warga negara yang bajik dan bijak tentu harus menghormati Hukum dan terutama azas Praduga tak bersalah "Presumption of Innocence" tapi  juga harus tetap menghormati Azas Hukum "Equality Before the Law" yang mungkin walaupun masih dinaggap utopia, diharapkan semua sama di depan hukum dan hukum tentu harus berpihak pada keadilan.


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial-Humaniora

Rabu, 12 Desember 2012

Mono-Disiplin Ilmu Versus Lintas-Disiplin Ilmu dari Seminar Nasional Yg Inspiratif di Kampus UKSW Salatiga Jawa Tengah

Tanggal 27 Nopember bulan lalu saya menghadiri dan sekaligus menyajikan makala pada seminar Nasional di Kampus UKSW Salatiga dalam rangka peringatan Dies Natalies bekerjasama dengan Pogram Pascasarjana Fakultas Ekonomi Kajian Ekonomi Pembangunan (Interdisiplin), Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia dan DItjen DIKTI Kemendiknas. UKSW merupakan salah satu perguruan tinggi swasta tertua di Indonesia dan juga merupakan perguruan tinggi swasta yang juga bisa dikategorikan perguruan tinggi berkelas internasional.

Tema Seminar Nasional "Menggugat Fragmentasi dan Rigiditas Pohon Ilmu". Sejumlah makala yang berkaitan dengan isu kajian interdisiplin dipaparkan oleh teman-teman dosen dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi di negeri ini. Seminar Nasional ini bisa menjadi inspirasi untuk meng-counter claim lineiritas yang kaku yang telah mengorbankan teman-teman dosen terutama mereka yang sedang mengurus pangkat akademik. Banyak dari dari mereka yang telah dirugikan secara adminisratif dan akademik yang berimplikasi pada karir mereka karena mereka dianggap mengikuti pendidikan pascasarjana yang tidak lagi lineritas dengan ilmu S1 mereka dulu.

Dulu awal sebelum dicangkan kebijakan Perguruan Tinggi BHP sempat beredar isu Research University Versus Teaching Universiy. Universitas yang dikategorikan Research University adalah universitas yang maju dan terbesar di Indonesia (leading universties) yang sekarang pada umumnya telah berstatus perguruan tinggi BHP. Akademi, politeknik dan beberapa universitas yang masih lebih banyak mengfokuskan bobot aktifitas akademiknya pada kegiatan teaching (pengajaran) dari pada bobot research (penelitian) masuk kategori teaching university.

Dari UU pendidikan Tinggi yang baru secara implisit arah kebijakan pendidikan tinggi ialah mejadikan perguruan tinggi di Indonesia menjadi perguruan tinggi berkelas internasional (World Class University) dengan penekanan pada inovasi dan kualitas pengajaran dan penelitian. Juga kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia ke depan akan menggabungkan dua institusi yaitu lembaga pengadian masyarakat dan lembaga penelitian akan dimerjer mejadi satu lembaga. Kebijakan pendidikan tinggi ini mengikuti trend pendidikan tinggi dunia di mana hanya ada dua fokus aktifitas ilmiah yang menonjol di perguruan tinggi yaitu "Teaching and Research" (Pengajaran dan Penelitian).

Dulu mungkin hanya di Indonesia yang menggunakan Jargon Tri Darma Peguruan Tinggi di mana aktivitas pendidikan Tinggi meliputi Penelitian, Pengajaran dan Pengabdian Masyarakat. Padahal di seluruh dunia jargon akademik hanya ada dua yaitu "Teaching and Research" karena isu pengabdian masyarakat sudah terintegrasi di dalamnya (Teaching and Research). Ada bahkan yang berasumsi bahwa kenapa di Indonesia ditambahkan lagi satu yaitu pengabdian masyarakat biar tambah banyak aktifitas dan pekerjaan dan tambah jumlah jabatan di lembaga perguruan tinggi. Kenyataannya kegiatan pengabdian masyarakat secara sederhana bisa dikatakan hanya merupakan aktivitas praktis yang mirip pekerjaan yang digeluti oleh siswa sekolah kejuruan atau aktifitas LSM misalnya cara membuat minyak VCO. Kegiatan seperti ini tentu hanya membutuhkan tenaga profesional sekelas diploma atau atau tamatan dari sekolah kejuruan menengah atas (SMK) dan tentukan hanya mubatsir kalau yang dilibatkan dalam aktivitas ini mereka yang berlatar belakang pendidikan S2 atau S3 atau bahkan mereka yang punya jabatan Profesor kecuali mereka jadi konsultan ahli dalam projek ini.

Kembali ke rigiditas pohon ilmu dan rigiditas liniritas disiplin ilmu yang sangat berpengaruh dengan karir dan kepangkatan seorang dosen terutama di Peguruan Tinggi sangat nampak. Mungkin dewasa ini ada jauh lebih banyak jumlah dosen yang melanjutkan studi pada jenjang pendidikan pascasarjana (S2 dan S3) yang tidak lagi linier dari Ilmu S1 nya. Ada yang masih dalam rumpun ilmunya dan ada bahkan yang lebih jauh menyimpang dari ilmu S1 nya. Dengan kebijakan administrasi kepangkatan akademik maka mereka yang melanjutkan studi pada bidang ilmu yang jauh dari ilmu S1 nya akan mengalami kesulitan ketika akan mengurus kepangkatan terutama ke pangkat Lektor Kepala dan Guru Besar. Namun, untuk pengurusan sertifikasi dosen keliatan sampai saat ini relatif tidak masalah. Padahal harus dipertimbangkan bahwa tenaga dosen adalah tenaga pengajar dan sekaligus tenaga peneliti. Dalam konteks penelitian kajian interdisiplin ilmu (lintas disiplin ilmu) itu sesuatu yang lumrah atau bukan hal yang baru dan bahkan hibah-hibah penelitian yang ditwarkan oleh dikti justru sekarang banyak juga yang mempromosikan kajian lintas disiplin ilmu.

Banyak kajian penelitian yang tidak boleh dikaji dengan pendekatan mono-disiplin ilmu (lineritas) atau menggunakan kacamata kuda tapi justru dengan kehidupan yang sangat kompleks ini sangat bnyak kajian penelitian justru membutuhkan berbagai perspektif ilmu atau interdisiplin ilmu. Justru judul atau topik penelitian itu akan jenuh jika hanya mengkajinya dari perspektif tunggal. Walaupun harus juga diakui bahwa ada kajian ilmu yang wajib didekati dengan pendekatan mono-disiplin dan demikian juga tentu banyak kajian penelitian yang harus didekati dengan kajian lintas disiplin ilmu. Ingat dosen bukanlah dokter spesialis yang misalnya kalau dia dokter ahli jantung tentu hanya fokus pada penyakit jantung misalnya dan demikian juga dosen bukanlah seorang guru SMA atau dosen di akademi atau politeknik dan penekanan pada kegiatan pengajaran yang sangat monodisiplin itu misalnya kalau dia pengajar Biologi keahliannya harus hanya bilogi saja.

Rigiditas pohon ilmu dan kekakuan lineritas ilmu di Indonesia terbentuk dan terpelihara karena di perguruan tinggi di Indonesia paradigma dan mindset itu terbentuk kaku oleh terbiasanya kita dengan sekat-sekat Program Studi-program studi yang lebih banyak penekanan padan aktifitas perkuliahan "Coursewok" teaching (bobot pengajaran) dan hampir melupakan bahwa perguruan tinggi di negara-negara maju banyak yang menekankan lebih banyak pada pada bobot penelitian dan membuka peluang research lintas disiplin dan pendidikan tinggi melalui program gelar "By Research". Pendidikan Tinggi yang menawarkan kajian by research (penelitian) hampir menghapus persepsi lineritas yang kaku dan membuka peluang kajian lintas disiplin(Interdisiplin) yang lebih demokratis, fleksible, inklusif dan lebih inovatif.



Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial-Humaniora

Senin, 10 Desember 2012

Ketua Demokrat: Ibas Yudhoyono Itu Alumni Luar Negeri yang Tak Mungkin Terlibat Korupsi

Ini statement yang menarik dari seorang politisi Demokrat. Di satu sisi statement seperti ini patut dihormati dan dipahami terutama ketika merujuk pada indeks persepsi korupsi di sejumlah negara-negara makmur yang berhasil mengatasi masalah korupsi melalui pendidikan informal (dalam keluarga) dan pendidikan formal (Sekolah/universitas).

Kantin kejujuran yang mulai dibuka di beberapa lembaga pendidikan formal yang disponsori oleh lembaga penegakkan hukum (Kejaksaan) terinspirasi dari negara-negara makmur (welfare satetes) yang berhasil mengatasi masalah korupsi melalui pembiasaan kejujuran dan pendidikan nilai di lembaga pendidikan formal. Hasil dari pendidikan nilai (value education) dan pembiasan jujur anak didik menjadi siswa/mahasiswa yang berani dan jujur dan kelak ketika mereka jadi pemimpin  yang jujur dan menjadi teladan dalam hal kepemimpinan dan penggunaan uang negara/uang rakyat. Di negara makmur masalah korupsi bisa teratasi sehingga rakyat dapat menikmati kemakmuran, jaminan sosial (social security  dan berbagai hasil pembangunan secara merata) karena kasus tindak pidana korupsi yang menyebabkan negara miskin dapat dicegah dan diatasi secara lebih efektif.

Dulu ada ungkapan "student today leader tomorrow" tapi dengan maraknya kasus korupsi akhirnya ungkapan ini ada yang memplesetkan menjadi "Student today corruptor tomorrow". Soekarno pernah berkata,  dulu banyak mahasiswa aktivis yang menjadi tahanan (political prisoner) ketika mereka masih aktif kuliah sehingga dikatakan dulu waktu kuliah jadi tahanan dan ketika selesai kuliah jadi pemimpin atau "masuk penjara dulu baru jadi pemimpin" tapi sekarang seperti apa yang pernah dikatakan oleh presiden Soekarano suasananya berbeda jadi mahasiswa dulu kemudian jadi pemimpin lalu jadi tahanan (prisoner) karena tersandung kasus pidana korupsi.

Dan fenomena ini ternyata telah terbukti walaupun jumlah kasus yang dimaksudkan belum signifikan. Kasus yang dimaksud di atas bisa terlihat secara nyata di mana banyak mantan aktifis mahasiswa yang dulunya sangat idealis dan sering mengkampanyekan gerakan anti korupsi tapi ironisnya mereka juga akhirnya terlibat korupsi ketika diberikan kepercayaan untuk menduduki jabatan penting baik di lembaga pemerintahan maupun di lembaga swasta.

Saya teringat kata-kata seorang Profesor saya di Australia pada saat saya akan pamitan dan kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S3 (PhD). Beliau menasihati agar berhati-hati kalau menjadi pejabat di Indonesia jangan sampai anda tergoda dengan kasus penyelewengan uang negara alias kasus pidana korupsi. Saya sempat kaget tapi memahami apa yang dimaksud Profesor saya. Saya katakan mudah-mudahan pendidikan formal dan kultur kejujuran yang saya pelajari di Australia akan mampu saya terapkan di tanah air ketika kembali. Beliau lanjut berkata mungkin jika ada kesempatan untuk melakukan korupsi karena sistem penegakkan hukum (law enforcement) yang belum efektif akan membuat kasus tindak pidana itu rentan terjadi di negeri anda.

Ada Adigium yang berbunyi bahwa sebenarnya bukan maraknya kasus korupsi yang berbahaya tapi sistem dan iklim yang memicu orang melakukan korupsi itu yang jauh lebih berbahaya dan sebenarnya bukanlah hanya koruptor yang harus disalahkan tapi sistem dan iklim yang membuat korupsi itu rentan terjadi itu yang jauh lebih berbahaya dan harus dirubah. Dunia ini menjadi berbahaya bukan karena makin banyaknya tindak kejahatan (Crime) atau makin banyaknya penjahat (criminal) tapi karena adanya sistem yang memicu orang untuk melakukan kejahatan dan apabila kita tidak mampu merubah atau membiarkan sistem yang kurang baik menjadi lebih baik maka kita adalah bahagian dari suatu kejahatan itu.

Pernyataan bahwa Ibas adalah alumni luar negeri (Alumni Australia) dan tidak mungkin terlibat dengan kasus tindak pidana korupsi merupakan suatu pernyataan yang secara implisit menghormati dan menghargai bahwa di luar negeri peserta didik (student) tidak hanya mengalami pengajaran (teaching) tapi juga mereka megalami pendidikan (education) yang banyak penekanan pada pendidikan nilai (value education) dan dibiasakan atau terbiasa mengormati hukum. Penegakkan hukum (UU dan atau peraturan)di negara makmur betul-betul ditegakkan tanpa pandang bulu sehingga azas "Equality before the law" yang di negara sedang berkembang dianggap Utopia tapi di negara makmur bukan utopia tapi betul-betul diterapkan. Dan mereka yang pernah belajar di negara makmur (welfare state) pasti mengakuinya.


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Blogger Sosial-Humaniora

Sabtu, 10 November 2012

SELAMAT HARI PAHLAWAN "PERJUANGAN DI ERA REFORMASI VS ERA REPOTNASI(B)

Ada jang mengorbankan suaminja, ada jang mengorbankan anaknja , ada jang mengorbankan harta-bendanja, ada jang mengorbankan isi-hati ketjintaan mereka jang mendjadi tiang daripada djiwa mereka itu. Pendek kata mengorbankan segala2nja, dan mereka ini Pahlawan pula. (Ini merupakan kutipan singkat dari the Presiden R.I pertama yang juga the Founding Father, Bung Karno, dalam pidatonya tahun 1960 dalam rangka memperingati hari Pahlawan). 

Dulu bangsa ini berjuang membela negara sekarang bangsa ini berutang membangun negara. Dulu bangsa ini berjuang mengangkat senjata skarang berjuang mengangkat harga diri dari ancaman keterpurukan, krisis kepercayaan, aksi kekerasan dan korupsi, kolusi dan nepotisme. Bangsa yg besar adalah bangsa yg mengahargai jasa para pahlawan dan bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang tetap memelihara nilai-nilai dan semangat perjuangan para pahlawan. Saatnya bangkit dari ancaman keterpurukan dan berjuang membangun Indonesia yg makmur, damai, aman dan menghargai perbedaan.

Kalau dulu bangsa ini berjuang mengangkat senjata, sekarang kita berjuang mengangkat harga diri dan martabat bangsa. Perjuangan Indonesia belum selesai karena sekarang rakyat harus berjuang melawan kemiskinan, KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan ketertinggalan. 

Jangan sekali-kali melupakan Sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Mengucapkan Selamat memperingati Hari PAHLAWAN 10 November. Semoga semangat Pahlawan tetap tertanam di diri kita masing-masing untuk menjadikan Indonesia lebih baik, bersih dan berwibawa. 

Salam Perjuangan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial Humaniora

Rabu, 07 November 2012

Pidato Kemenangan Obama VS Pidato Kekalahan Romney:


Sungguh menarik menyimak pidato Kemenangan Obama dan Pidato kekalahan Romney yang disiarkan langsung oleh berbagai jaringan TV Internasional pasca dilaksanakan Pemilu dan Pilpres di Amerika Serikat. Saya sempat menyaksikan pidato mereka liwat TV AlJazeera Internasional.

Yang menarik dalam pidato mereka adalah "Obama mengucapkan selamat kepada Romney karena telah menjadi pesaing beratnya selama Kampan
ye PilPres" dan Romney mengatakan " Mengucapkan selamat kepada Obama dan mengajak semua yang hadir berdoa semoga Obama berhasil memimpin Amerika".

Tentu kata-kata yang elok Sebagai wujud dari Demokrasi Substansial seperti ini juga yang kita harapkan keluar dari mulut kandidat President yang menang dan yang kalah di Indonesia Pasca pelaksanaan Demokrasi Prosedural (PILPRES) di masa yang akan datang.

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Blogger Sosial Humaniora

Minggu, 04 November 2012

INSIDEN KEKERASAN DI POSO: HUKUM YANG BERKEADILAN HARUS DITEGAKKAN


Berita memprihatinkan baru saja kita merayakan Hari Raya Idul Qurban dan Peringatan hari Sumpah Pemuda terjadi bentrok antara warga, konflik kekerasan dan isu aksi terorisme dan gerakan counterterorisme yang dikecam oleh masyarakat karena dianggapa sangat refresif dan terkadang kurang menghormati azas praduga tak bersalah (the Presumption of Innocence) di beberapa wilayah di negeri ini termasuk di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Iklim perstuan, persaudaraan dan keharmonisan kehidupan masyarakat poso terusik akhir-akhir ini dengan adanya isu terorisme and tindakan counterterorisme. Juga sejumlah spekulasi berkembang ditengah mesyarakat pasca terjadinya sejumlah konflik kekerasan di tanah air. Ada yang yang berspekulasi bahwa isu konflik kekerasan dan aksi terorisem disejumlah daerah akhir-akhir ini merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian atas kasus-kasus besar seperti masalah korupsi dan pelanggaran hukum lainnya yang sedang dibongkar dan marak diberitakan oleh sejumlah media ibukota.

Konflik sosial dan konflik kekerasan (Violent Conflict) bisa mengarah pada konflik horizontal dan koflik vertikal jika tidak mampu dikelola dengan efektif. Dan pembiaran terjadinya konflik sosial akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, menggganngu stabilitas keamanan dan pembangunan. Bahkan bisa juga mengancam integrasi bangsa dan proses asimilasi dan harmonisasi masyarakat majemuk telah lama terbangun di negeri ini. Huntington  mengatakan Era Pasca perang dingin identitas-identitas budaya dan kebudayaan mampu membentuk pola kohesif atau perekat  yang mengakomodasi adanya pluralitas masyarakat dalam membangun integrasi atau kebersamaan (togetherness) atau juga sebaliknya menyebabkan disintegrasi. Oleh sebab itu apabila tidak ada kesadaran untuk mengembangkan aspek kohesif tersebut negara nasional yang plural di bidang etnis dan budaya akan menghadapi kekuatan distruktif (Huntington, 2000: 5).

Nilai-nilai persatuan dan persaudaraan telah terkoyak-koyak oleh tragedi konflik kekerasan di sejumlah daerah di Indoensia, konflik sektarian dan konfllik kekerasan yang terjadi secara soparadis diduga salah satu penyebabnya adalah persoalan kepercayaan. Menurut Institute of Future Studies for Development di Bangkok, saling percaya (mutul trust) adalah kunci untuk menyelesaikan krisis. Sementara itu empati adalah jaringan rasa sebagai basis kebudayaan yang memungkinkan terbangunnya kerukunan dan dialog sosial di setiap masyarakat. Dengan saling percaya dan membangun empati masyarakat akan dapat saling tolong menolong dan bekerja sama. Jadi krisis yang terjadi pada bangsa Indonesia juga dapat disebut krisis kepercayaan dan empati (Asia Week, December 1998).

Masyarakat bersama aparat pemerintah dan pihak penegak hukum harus mengandalkan modal sosial (Social Capital) bekerjasama menyelesaikan setiap konflik sosial dan masalah aksi kekerasan di masyarakat. Kerjasama Merupaka modal sosial (social capital) dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yaitu merupakan suatu kebersamaan sebagai faktor kohesif yang dapat mengeliminir efek negatif dari prinsip keterbukaan dan otonomi sebagai prinsip utama Demokrasi dan mengelaminir juga  prinsip yang sangat rentan terhadap disintegrasi bangsa. Kebersamaan yang dapat menjadi modal sosial (social capital) dalam memaksimalkan potensi bangsa untuk tidak menjadi pecundang (loser) tetapi menjadi gainer dalam proses globalisasi (Fukuyama, 1999: 11-14). Berdasarkan modal sosial seharusnya terbangun kepercayaan, kerjasama dan toleransi serta akan mendukung lahirnya tokoh-tokoh masyarakat yang bisa jadi panutan untuk menjadi mediator rekonsiliasi setiap terjadinya konflik sosial. Namun, ternyata selama ini bangsa ini kekurangan figur-figur tokoh-tokoh masyarakat yang sangat dihormati dan mampu memediasi rekonsiliasi setiap terjadinya konflik sosial di masyarakat termasuk aksi kekerasan. Kita lebih banyak memikirkan pembangunan infrastruktur perdagangan seperti toko-toko (mall-mall) ketimbang membangun tokoh-tokoh masyarakat (figur pemimpin yg jadi panutan).

Konflik horizontal yang pernah terjadi di Poso awal tahun 2000an telah memakan banyak korban harta dan jiwa serta telah berhasil mengoyak-ngoyakkan sendi-sendi kehidupan masyarakat Poso yang majemuk, toleran dan cinta damai. Berita tentang konflik sektarian yang terjadi di Poso dulu diliput tidak hanya media lokal tapi juga media internasional sehingga semakin banyak masyarakat di luar negeri yang mengetahui tragedi kemanusiaan tersebut.

Sebenarnya Silaturahmi masyarakat, toleransi dan harmony kehidupan antar suku, umat beragama dan kelompok masyarakat di Bumi Sintuwu Maroso Poso telah pulih pasca perundingan Malino yang diinisiasi mantan Wapres JK dan tokoh-tokoh masyarakat Poso serta sejumlah stakeholders konflik. Insiden penembakkan oleh orang tak dikenal, isu ancaman bom dan peledakan bom yang terjadi di Tentena dan Kota Poso, ditemukan dua mayat polisi intel yang hilang dan yang terkahir penembakan seorang pemuda yang diduga sebagai teroris menimbulkan ketegangan yang puncaknya kemarin ketika terjadi aksi unjuk rasa dari keluarga korban penembakan dan simpatisan korban penembakan.Aksi protes keras dari warga masyarakat berupa penutupan jalan, pembakaran ban bekas, kejar-kejaran antara warga dan aparat kepolisian nyaris berujung pada kerusuhan massa dan potensi terjadinya konflik vertikal.

Dari berita sejumlah media massa dan media sosial, konsentrasi dan mobilisasi massa serta aksi unjuk rasa yang sempat terjadi setelah pihak aparat membawa mayat korban penembakan yang diduga teroris ke Palu dan rencana akan dibawa ke Jakarta. Ketegan antar pihak petugas keamanan dan masyarakat sempat menyita perhatian dan menimbulkan ketegangan soparadis di masyarakat dan insiden tersebut dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan insiden konflik vertikal antar pihak aparat dan masyarakat (keluarga serta simpatisan) yang meminta mayat korban penembakan itu dikembalikan ke pihak keluarga untuk dimakamkan. Namun, akhirnya suasan kembali normal setelah akhirnya mayat korban penembakan dikembalikan ke keluarga setelah sempat dibawa ke Palu.

Kurang lebih satu dekade masyarakat poso telah mulai hidup damai, harmoni dan toleran dan bangkit kembali dari puing-puing konflict kekerasan (Violent Conflict). Masyarakat hampir melupakan isiden konflik sectarian yang dulu pernah terjadi. Namun, insiden penembakan, penculikan yang disertai pembunuhan yang baru-baru ini terjadi telah membangkitkan kembali potensi ketidakamanan dan ketidaknyamanan kehidupan masyarakat Kabupaten Poso.

Masyarakat Sulawesi Tengah (SulTeng) dan Poso pada khususnya mencintai perdamaian dan selalu ingin hidup damai, harmonis dan toleran. Isu terorisme dan insiden kekerasan yang terjadi di wilayah SulTeng sperti di Poso patut disesali dan juga harus dicarikan solusi yang tepat.

Semua insiden aksi kekerasan yang pernah terjadi di Poso merupakan tanggung jawab bersama masyarakat, Pemerintah dan pihak penegak hukum (Conflict Stakeholders). Ada ungkapan yang menyatakan bahwa setiap aksi tindakan kekerasan di mana saja dan dilakukan oleh siapa saja merupakan musuh bersama masyarakat (Common enemy) terutama oleh masyarakat yang cinta damai. Setiap aksi kekerasan tidak bisa diselesaikan dengan cara kekerasan karna setiap tindakan kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan rantai kekersan selanjutnya (Violence breeds violence).

Seorang jurnalis senior juga pernah menceritakan bahwa Gubernur SulTeng sering ditanya oleh masyarakat di luar tentang keamanan SulTeng dan Poso khususnya. Banyak masyarak luar yang masih khawatir dengan kondisi keamanan Poso terutama pihak-pihak yang luar yang ingin menjadi kerjasama dengan pemerintah, pengusaha dan masyarakat di SulTeng.

Peringatan Sumpah Pemuda ke-84 dan Jambore Pemuda Indonesia/ASEAN yang baru-baru ini dipusatkan di Lokasi Eks- STQ Palu dijadwalkan dihadiri oleh Pemuda dari seluruh Provinsi yang ada di Indonesia dan Pemuda dari sepuluh negara ASEAN. Namun, karena adanya sejumlah pemberitaan tentang kondisi keamanan di wilayah SulTeng terutama di Poso sehingga sebagian calon peserta event tersebut terpaksa harus mengurunkan niatnya untuk mengikuti event kepemudaan yg cukup spectaculer tersebut.

Sulawesi Tengah sangat dirugikan dengan kasus insiden kekerasan karena jelas merugikan perkembangan iklim investasi dan perkembangan berbagai aspek pembangunan di wilayah SulTeng. Masyarakat harus menggugah dan menggugat setiap insiden kekerasan baik yang terjadi secara alami (Natural) maupun yang mungkin terjadi secara artifisial atau by design. Namun, masyarakat harus tetap patuh pada rambu-rambu hukum, mengormati tugas-tugas pihak penegak hukum dan mau bekerjasama dengan pihak penegak hukum dalam menyelesaikan insiden konflik kekerasan.

Konflik horizontal harus ditangani melalui menajemen konflik dan resolusi konflik dan diharapkan agar konflik Horizontal tidak akan berubah menjadi konflik vertikal (Aparat versus masyarakat). Sebab jika terjadi konflik vertikal tentu akan menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti yang telah diamanahkan dalam Pancasila dan UUD 45.Konflik sosial da aksi kekerasan termasuk radikalisme dan terorisme sebenarnya solusinya telah ditawarkan oleh pemerintah seperti program deradikalisasi yang bekerjasama antara pemerintah (aparat penegak hukum), intansi terkait dan ormas kepemudaan/Ormas keagamaan. Demikian juga program edukasi telah ditwarkan melalui program pendidikan damai dan pendidikan harmoni di lembaga pendidikan formal dimulai  dari level pendidikan dasar. Namun, nampaknya upaya mengatasi masalah aksi kekerasan dalam bentuk radikalisme dan terorisme oleh pemerintah  lebih banyak dilakukan melalui program doktrin pre-emptive atau melakukan upaya penindakan berupa upaya penangkapan dan penyerangan pihak=pihak yang diduga terlibat dalam aksi terorisme dari pada upaya program preventive yaitu melakukan upaya pencegahan terjadinya aksi radikalisme dan terorisme

Saatnya masyarakat, Aparat pemerintah dan pihak penegak hukum harus bergandengan tangan mencarikan solusi terbaik agar suasana keamanan dan Citra keamanan Poso bisa pulih. Azas praduga tak bersalah (presumption of innocence) harus dihormati. Hukum yang berkeadilah harus ditegakkan. "Equality before the law and Justice must be done" !!!.

Selamat berakhir pekan semoga menikmati akhir pekan yang indah "HAPPY SUNDAY"

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Aktivis Damai dan Blogger Sosial-Humaniora

Selasa, 30 Oktober 2012

KONFLIK SOSIAL DAN KRISIS KULTURAL DI INDONESIA DALAM ERA REFORMASI


Sungguh memprihatinkan baru saja kita merayakan Hari Raya Idul Qurban dan Peringatan hari Sumpah Pemuda terjadi bentrok antara warga, konflik kekerasan dan tindakan anarkisme di beberapa wilayah di negeri ini. Huntington  mengatakan bahwa pada era pasca perang dingin identitas-identitas budaya dan kebudayaan mampu membentuk pola kohesif atau perekat  yang mengakomodasi adanya pluralitas masyarakat dalam membangun integrasi atau kebersamaan (togetherness) atau juga sebaliknya menyebabkan disintegrasi. Oleh sebab itu apabila tidak ada kesadaran untuk mengembangkan aspek kohesif tersebut negara nasional yang plural di bidang etnis dan budaya akan menghadapi kekuatan distruktif (Huntington, 2000: 5).

Nilai-nilai persatuan dan persaudaraan telah terkoyak-koyak oleh konflik sosial dan krisis kultural. Bangsa ini seharusnya juga dibangun atas dasar modal sosial dan bukan hanya selalu mengandalkan modal finansial seperti yang selama ini kita saksikan dalam pembangunan di tanah air. Misalnya, yang lebih banyak dibangun saat ini adalah toko-toko, bangunan fisik yang jadi infrastruktur penyokong program kapitalisme dan bukan membangun tokoh-tokoh yang bisa menjadi figur yang bisa jadi panutan masyarakat sebagai penyokong gerakan Sosialisme- Demokrasi.

Kepercaryaan merupakan modal Sosial yang sangat penting dalam pembangunan karakter bangsa dan solusi untuk berbagai mesalah konflik Sosial di tanah air. menurut Institute of Future Studies for Development di Bangkok saling percaya adalah kunci untuk menyelesaikan krisis. Sementara itu empati adalah jaringan rasa sebagai basis kebudayaan yang memungkinkan terbangunnya kerukunan dan dialog sosial di setiap masyarakat. Dengan saling percaya dan membangun empati masyarakat akan dapat saling tolong menolong dan bekerja sama. Jadi krisis yang terjadi pada bangsa Indonesia juga dapat disebut krisis kepercayaan dan empati (Asia Week, December 1998).

Gotong Royong sebagai modal sosial dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila merupakan suatu kebersamaan sebagai faktor kohesif yang dapat mengeliminir efek negatif dari prinsip keterbukaan dan otonomi sebagai prinsip utama Demokrasi dan mengelaminir juga  prinsip yang sangat rentan terhadap disintegrasi bangsa. Kebersamaan yang dapat menjadi modal sosial (social capital) dalam memaksimalkan potensi bangsa untuk tidak menjadi pecundang (loser) tetapi menjadi gainer dalam proses globalisasi (Fukuyama, 1999: 11-14). Berdasarkan modal sosial seharusnya terbangun kepercayaan, gotong royong dan toleransi serta akan mendukung lhirnya tokoh-tokoh masyarakat yang bisa jadi panutan untuk menjadi mediator rekonsiliasi setiap terjadinya konflik sosial. Namun, ternyata selama ini bangsa ini dibangun hanya lebih banyak mengandalkan modal finansial dan lebih bangga dengan pembangunan infrastruktur perdagangan seperti toko-toko, mall-mall dan berbagai fasilitas publik dan ketimbang modal sosial yang juga sangat dibutuhkan dalam pembangunan bangsa seperti yang diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945.

Hari Minggu tanggal 28 Oktober Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 84 Tingkat Nasional dan Jambore Pemuda ASEAN dipusatkan di Palu Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Namun, sungguh ironis dua hari kemudian terjadi kerusuhan masa antara kampung telah terjadi pembakaran rumah, kendaraan dan perang antar kampung menggunakan senjata tajam dan senjata tradisional lainnya. Insiden perkelaihan warga yang melibatkan warga dari kampung Tatura dan Tinggede terjadi di daerah yang cukup padat penduduk dan terjadi dekat jalan raya yang letaknya sangat strategis sehingga telah mengganggu arus kendaraan lalulintas.

Kini sejak terjadi konflik sosial berbagai akronim dan dan jargon jenaka muncul misalnya, kawan saya seorang pengurus HIPMI SulTeng katakan, "PAD Kota Palu meningkat". Mendengar kata PAD banyak warga yang merasa bangga karna dikira PAD yg dimaksud (Pendapatan Asli Daerah) tapi ternyata PAD yang diamksud meningkat adalah (Perkelahian Antar Desa). Kalau PAD meningkat Otomatis DAK juga akan meningkat" tapi PAD bukan singkatan dari "Pendapatan Asli Daerah dan DAK bukan singkatan dari Dana Alokasi Khusus". PAD (Perkelaihan Antar Desa) dan DAK (Dendam Antar Kampung".

Ada adigium yg menyatakan "Negara semakin terancam bahaya bukan karna makin banyaknya orang yg melakukan pelanggaran hukum tapi sebaliknya negara semakin terancam bahaya karena ada orang yg membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi". Juga ada adigium yang menyatakan "Kejahatan itu bukan diciptakan oleh masyarakat tapi kejahatan itu diciptakan oleh sistem yang tidak benar dan jika kita tidak mampu merubah sistem yang tidak benar maka kita juga adalah bahagian dari suatu kejahatan".

Kini ada juga ungkapan patriotisme versus pesimisme berkaitan dgn peringatan sumpah pemuda dan konflik sosial yg terjadi di beberap wilayah di Indonesia:

1. Pemuda dulu berperang melawan penjajah tapi sekarang berperang melawan saudara.

2. Pemuda dulu bersumpah "Torang samua Basudara" kini sumpah itu telah diplesetkan menjadi "Torang samua bunuh saudara".

Jangan sampai nilai-nilai Sumpah Pemudah berubah jadi nilai-nilai Sampah Pemuda. Saatnya rapatkan barisan dan bangkitkan semangat persatuan dan persaudaraan untuk meraih kejayaan bangsa Indonesia yang maju.

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial Humaniora

Sabtu, 27 Oktober 2012

HARI RAYA KURBAN DAN HARI SUMPAH PEMUDA - KOMITMENT PEMBERANTASAN TIPIKOR


Tanggal 26 Oktober umat Muslim di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha dan tanggal 28 Oktober bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah pemuda.

Pada Hari Raya Qurban (Idul Adha) dan peringatan Hari Pemudah mungkin suatu bentuk pengorbanan terbaik dan sumpah setia paling tulus kepada bangsa dan negara tercinta para pemuda harus rela mengorbankan tidak hanya harta tapi juga termasuk status sosial yang disandangnya saat ini seperti jabatan (Bagi Pejabat Publik).

Kini yang jadi pertanyaan besar adalah maukah pejabat-pejabat publik di negeri ini yang telah terindikasi terlibat kasus TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi) dengan suka rela dan gagah berani mau  mengundurkan diri dari jabatan yang telah diamanahkan sebagai tanda pengorbanan di hari raya Idul Kurban dan jelang hari sumpah pemuda menunjukkan sumpa setia pada komitment mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini.

Selamat merayakan Hari Raya Idul Qurban Jumat 26 Oktober dan memperingati Hari Sumpah Pemuda Minggu 28 Oktober dan semoga momentum peringatan kedua hari besar ini bisa menjadikan inspirasi yang sangat bersejarah untuk merubah Indonesia menjadi lebih bersih dan lebih berwibawa di masa yang akan datang.


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Isu Sosial-Humaniora

SUMPAH PEMUDA VERSUS SAMPAH PEMUDA


Indonesia harus tetap BERSIH dan BERSATU. Indonesia harus bersih dari kasus tindak pidana korupsi dan bersih dari pencemaran lingkungan (Polusi). Keberagaman Indonesia bukan menjadi ancaman persatuan dan kesatuan bangsa tapi harus menjadi modal sosial dan kultural untuk Indonesia yang besar dan bersatu.

Generasi muda harus mampu memelihara persatuan dan kesatuan dengan cara menghindari aksi tawuran. Pemuda jangan terlibat aksi terorisme dan anarkisme. Generasi muda jangan pernah terlibat tindak pidana korupsi (Tipikor). Nilai-nilai sumpah pemuda harus terus terpelihara dan diamalkan agar makna SUMPAH PEMUDA tidak akan berubah menjadi SAMPAH PEMUDA.

Pemudah jangan didiskriminasi dan harus diberi peran penting dalam pembangunan. Ingat PEMUDA JAYA INDONESIA TERUS BERJAYA. Semoga pemuda tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

"Selamat Hari Sumpah Pemuda Ke-84"


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial Humaniora
(Eks-Peserta Pertukaran Pemuda antar Bangsa AIYEP 1988/1989)

LINTAS DISIPLIN ILMU Vs MONO DISIPLIN ILMU DAN ORIENTASI PERGURUAN TINGGI BERKELAS DUNIA

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga bulan depan akan menyelenggarakan Konferensi dengan tema “Menggugat Fragmentasi dan Rigiditas Pohon Ilmu”. Topik ini sangat menarik untuk didiskusikan oleh para tenaga akademisi dan pemangku kepentingan pendidikan tinggi di Indonesia. Menurut hemat saya ada beberapa hal yang membuat isu ini sangat relevan dan menarik untuk didiskusikan:

Pertama, adanya kebijakan pendidikan tinggi yang mewajibkan setiap tenaga akademik (dosen) harus tersertifkikasi sama dengan tenaga profesional lainnya. Pada awal diterapkan sertifikasi dosen, banyak yang ragu dengan kualifikasi yang mereka miliki. Misalnya ada seorang dosen yang qualifikasi ijazahnya kurang linier atau bahkan tidak linear dengan kualifikasi Ijazah jenjang yang lebih tinggi Magister/Masters (S2) atau Doktor/PhD (S3). Sejak diterapkan kebijakan sertifikasi dosen sampai saat ini tidak ada masalah yang terlalu serius terutama berkaitan dengan masalah linieritas. Bahkan Ditjen Dikti dan tim asesor Sertifikasi Dosen telah memberikan kebijakan yang cukup fleksible sejauh dosen yang memiliki kualifikasi ijazah atau background ilmunya masih berada pada pohon atau rumpun ilmu yang masih terkait.

Kedua, masalahnya mungkin akan berbeda ketika seorang dosen yang memiliki Ijazah atau stratafikasi ilmu yang relatif berbeda atau berbeda sama sekali dengan kualifikasi Ijazah pada jenjang yang lebih tinggi dan jika yang bersangkutan akan mengusulkan kenaikan pangkat fungsional ke Lektor Kepala atau Guru Besar akan mengalami persyaratan dan perlakuan yang relatif berbeda. Kasus seperti ini misalnya banyak dialami oleh teman-teman dosen di Perguruan Tinggi Negeri.

Ketiga, rigiditas lineritas kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia mungkin telah membentuk persepsi dan mindset yang berbeda jika dibandingka dengan pendidikan tinggi di luar negeri yang lebih fleksibel serta menghormati kedua aspek kebijakan kajian monodisiplinary dan kajian interdisiplinaryi ilmu. Juga persoalan yang mungkin telah lama terbentuk karena kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia pada umumunya masih lebih berorientasi pada program studi (Prodi Oriented) dan orientasi mono-displinary yang lebih menekankan pada kebijakan by Coursewok (Kuliah) ketimbang program by research (Penelitian) seperti perguruan tinggi di luar negeri. Namun, harus pula diakui bahwa perguruan tinggu di Jawa dan di Sumatra Utara khususnya yang telah berstatus BHP ada yang telah menerapkan kebijakan program pendidikan Tinggi By Research dengan berorientasi pada program research lintas disiplin (Interdisiplinary studies).

Keempat, dulu ada isu teaching university versus research university. Universitas yang sudah maju seperti yang ada di Jawa telah berorientasi pada bobot program research yang lebih tentu pada level Magister dan Doktor sehingga membedakan dari universitas yang lebih orientasi pada program teaching saja. Sebaliknya Pendidikan Tinggi yang menawarkan program Non-Gelar atau diploma yang berorientasi pada program vokasi atau kejuruan berorientasi pada praktek lapangan, magang dan teaching sedangkan Universitas harus berimbang antara program teaching dan research tapi fakta membuktikan bahwa di Indonesia bobot SKS mata kuliah masih jauh lebih banyak dari pada bobot Research (Skripsi atau Tesis) misalnya.

Kelima, baru-baru ini Ditjen Dikti mempromosikan world class university. Perguruan tinggi di Indonesia harus bisa masuk menjadi univeristas berkelas dunia. Untuk menopang kebijakan ini pemerintah bersama DPR telah menyiapkan RUU Pendidikan Tinggi dan Sebelumnya Ditjend Dikti mengeluarkan edaran agar semua mahasiswa yang akan menyelesaikan studi diwajibkan membuat publikasi ilmiah melalui jurnal cetak maupun jurnal elektronik baik untuk level nasional maupun level internasional. Pemerintah juga telah menawarkan sejumlah hibah penelitian kepada dosen-dosen di perguruan tinggi dan peneliti di lembaga penelitian untuk telribat melakukan penelitia baik itu melalui kajian mono-disiplinary maupun kajian interdisiplinary. Pemerintah terus mendorong kegiatan publikasi hasil penelitian dosen-dosen dan peneliti untuk diterbitkan di Jurnal Nasional terakreditasi maupun jurnal internasional. Untuk mengembangkan program kerjasama antara perguruan tinggi dalam rangka persiapan perguruan tinggi Indonesia masuk kategori world class university, pemeritah mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk menjalin kerjasama di bidang pendidikan dan riset dengan perguruan tinggi di luar negeri. Perguruan Tinggi di Indonesia diberikan peluang untuk berusaha agar supaya dapat merekrut mahasiswa asing dari berbagai negara untuk datang menimbah ilmu di universitas-univeersitas yang ada di Indonesia.

Menjadi universitas yang berkelas dunia (World Class) harus dierphatikan beberapa hal seperti menyangkut  kurikulum diupayakan kalau bisa ada adaptasi dan atau adopsi kurikulum dari perguruan tinggi yang sudah maju di luar negeri. Mindset akademik juga harus berubah dan lebih terbuka menerima inovasi dan perubahan. Atmosfir akademik di setiap perguruan tinggi harus lebih kondusif, produktif, harmonis dan menyenangkan. Input, proses dan output pendidikan tinggi harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat atau kebutuhan pasar kerja baik tingkat lokal, nasional maupun global. Akreditasi Program studi, Fakultas dan Universitas (Institusi) harus menerapkan kebijakan Pendidikan Tinggi secara Bottom-up dan Top-down. Masyarakat sebagai stakeholders pendidikan tinggi harus punya peran yang lebih dalam hal penilaian substansial penyelenggaraan pendidikan tinggi serta yag tak kalah pentingnya adalah perguruan tinggi harus bisa mandiri (self-managed dan self-reliant).


Salam Perubahan
Mochtar Marhum,
Akademisi UNTAD dan Blogger
Isu Sosial Humaniora

Selasa, 16 Oktober 2012

Trend Figur Kepala Daerah dalam Era Demokrasi Langsung

Event Pemilukada DKI Jkt dan pelantikan Gubernur dan wakil Gubernur terpilih kemarin menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat. Dua figur kepala daerah dan wakilnya berasal dari daerah telah berhasil menggantikan posisi kandidat incumbent Fauzi Bowo. Kandiat incumbent adalah putra daerah dan beliau harus menerima kenyataan yang mungkin pahit setelah kalah bersaing dalam event Demokrasi Langsung Pemilukada dua putaran itu.

Yang unik dan menarik dari Jokowi-Ahok, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI yang baru dilantik adalah Jokowi mantan Walikota Solo berasal dari luar DKI JKt belum pernah bertugas di Jakarta. Beliau berlatar belakang Sarjana Kehutanan UGM, beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Sedangkan Ahok berasal dari Sumatra, mantan Bupati Bangka Belitung pernah bertugas di Jakarta sebagai Legislator (Politisi Senayan). Beliau memiliki latar belakang pendidikan Magister Manajemen, beragama Kristen Protestan dan dari keturunan Tionghoa.Mereka adalah Pasangan Kepala daerah yang berlatar belakang multikultur dan dari latar belakang yang cukup heterogen. Selama masa kampanye pernah mengalami cobaan dan terpaan kampanye hitam (negative campaign) terutama berkaitan dengan isu SARA yang berhasil dihembuskan oleh individu dan kelompok-kelompok yang tidak menginginkan mereka memimpin DKI Jkt.

Yang jelas terpilihnya Jokowi-Ahok memang cukup unik karena mereka belum pernah jadi kepala daerah di DKI Jakarta dan popularitas serta track-record mereka dalam konteks kepemimpinan dan reputasi mereka hanya diketahui oleh kalangan masayarakt DKI via media sosial dan media massa serta cerita masyarakat dari mulut ke mulut walapun mungkin ada juga segelintir dari masyarakat DKI yang sudah mengenal mereka dari dekat. Dalam Islam ada istilah "Manjada Wa jada" yaing artinya siapa saja yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Demikian juga di Amerika ada ungkapan "American Dream" maksudnya siapa saja bekerja keras dan bersungguh-sungguh pasti apa yang diimpikan akan tercapai.

Jokowi-Ahok sudah bekerja keras dan bersungguh-sunguh selama jadi kepala daerah (Walikota dan Bupati) sehingga mereka mampu menorehkan prestasi yang baik dan sangat berkesan di tengah masyarakat. Reputasi dan prestasi mereka selama jadi kepala daerah telah menjadi catatan putih mewangi yang mampu mengalahkah isu dan rumor kampanye hitam di masyarakat. Reputasi dan prestasi Jokowi-Ahok telah menyebar sampai ke masyarakat DKI JKt yang pada saat itu sedang berusaha menggapai impian untuk memiliki figur pemimpin yang didambakan. Masyarakat DKI bersungguh-sungguh ingin melihat DKI Jkt bisa menuju ke Perubahan yang cukup signifikan karena selama ini mereka telah mengalami penderitaan yang cukup berat terutama berkaitan dengan masalah klasik dan konvensional seperti masalah banjir, sampah, pengangguran, kemacetan dan kriminalitas termasuk masalah premanisme serta tentu masih banyak lagi permasalahan lainnya yang solusinya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Dari perspektif Demokrasi Prosedural pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) bersama wakil-wakilnya baik liwat parlemen seperti yang pernah diterapkan di Indonesia dulu maupun pemilihan secara langsung oleh rakyat tentu juga memiliki kelebihan dan kekurangannya (Plus-Minus atau Strengths and weaknesses). Pemilihan kepala daerah liwat parlemen (DPRD) mungkin dianggap lebih efisient dari segi waktu dan relatif hematdari segi anggaran serta lebih kurang resiko mobilisasi masa. Namun, dalam konteks elektoral tentu peran the rulling party atau anggota fraksi majoritas di parlemen sangat menentukan terpilihnya kandidat kepala daerah walaupun kasus anomali politik bisa terjadi jika anggota parlemen berani membelot dari arus utama (Mainstream).

Media ramai memberitakan wacana mengembalikan prosedur pemilihan kepala daerah liwat parlemen seperti masa lalu. Wacana pemilihan kepala daerah liwat parlemen terutama ditujukan pada mekanisme pemilihan Gubernur karena pertimbangan keamanan dan juga pertimbangan perspektif Geopolitik dan pemerintahan yaitu fungsi jabatan Gubernur dalam konteks dekonsentrasi di mana Gubernur juga dianggap sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Pemilihan kepala daerah liwat parlemen diasumsikan bisa menekan resiko konflik antar pendukung calon kepala daerah karna mobilisasi massa dari tim sukses kandidat relatif tidak sebesar mobilisasi masa pendukung pada kasus pemilihan langsung sehingga lebih menguntungkan bisa menekan potensi konflik sosial atau konflik komunal yang disinyalir sering mengarah ke aksi anarkisme, vandalisme dan tindakan kekerasan (Political violance). Namun, menurut sejumlah pakar ada juga beberapa kelemahan dari pemilihan liwat parlimen antara lain rawan terjadi praktek money politics dalam bentuk sogok dan gratifikasi. Kandidat yang diusung oleh partai yang dominan di Parlemen kelihatan memiliki peluang besar sebagai kandidat pemenang. Praktek pemilihan kepala pemerintahan liwat parlemen merupakan tradisi yang lazim dipraktekkan di negara yang menganut sistem parlementer.

Dari perspektif legitimasi rakyat sebagai pelaksana konstitusi (Constituent), pemilihan kepala pemerintahan liwat parlemen, legitimasinya dianggap relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemilihan langsung oleh rakyat (Direct Democracy). Juga dalam konteks loyalitas dan akuntabilitas, kelihatannya pemimpin yang dipilih liwat parlemen mungkin relatif akan lebih loyal dan akan merasa lebih bertanggung jawab (accountable) kepada partai atau fraksi yang mengusungnya ketimbang kepada rakyat sebagai pelakasana konstitusi sperti layaknya dalam sistem Demokrasi.

Sejak Indonesia menerapkan Demokrasi langsung di mana rakyat dilibatkan secara langsung memilih calon kepala daerah yang diinginkan telah sering terjadi euforia politik terutama saat berlangsungnya pesta Demokrasi pemilukada di setiap daerah di negeri. Rakyat berpesta dan bersuka cita mengusung dan ikut berkampanye membangga-banggakan jagoan yang tentu mereka dambakan akan sukses terpilih jadi kepala daerah. Suasana kampanye sangat meriah karena diisi dengan acara pidato politik (Political speech) dan full entertainment melibatkan artis lokal dan bahkan artis ibukota. Dari beberapa informasi di media ternyata banyak rakyat yang lebih tertarik mengikuti kampanye politik bukan karena tertarik dengan content atau subtansi pidato politik tapi lebih tertarik karena adanya sajian hiburan artis ibukota. Disinilah keunikan mekanisme kampanye politik di Indonesia jelang Pemilukada karena content program entertainment porsinya bersaing secara significant dengan content pidato politik. Sayangnya rakyat umumnya kelihatan lebih tergiur dengan acara entertaintment (hiburan) dan kalaupun mereke memperhatikan pidato politik kandidat pada event kampanye mungkin karena dalam pidato tersebut kandidat sering mengumbar janji-janji manis dan menggiurkan kepada rakyat melalu visi misi dan program pembangunan yang mereka janjikan kepada rakyat. Kandidat lebih mengutamakan upaya membujuk keinginan dan kebutuhan rakyat
Ketimbang merujuk pada kepentingan dan keinginan rakyat.

Dalam konteks pemilihan langsung dewasa di negeri ini kelihatan ada ada fenomena menarik di mana figur kepala daerah yang terpilih kelihatan cenderung lebih banyak dari kalangan figur pemimpin yang merakyat yaitu pemimpin yang sangat dekat dengan rakyat secara alami alias bukan dibuat-dibuat (pencitraan), pemimpin yang memiliki sympati dan empaty serta selalu sudi berkomunikasi langsung dengan rakyat. Mau menegur atau menyapa rakyat secara langsung serta mau turun ke masyarakat dan melihat kesulitan atau masalah apa yang sering dialami rakyat. Figur kepala daerah menjadi figur menjadi jauh lebih populer dan menjadi idola rakyat ketimbang profil partai politik yang mengusung mereka. Figur pemimpin yang cenderung jadi pilihan rakyta dalam pemilukada dewasa ini adalah figur pemimpin yang egaliter dan jauh dari sikap arogansi dan elitis. Figur pemimpin yang mau mendengar jeritan rakyat atau mau mendengarkan tuntutan rakyat.

Dalam era Demokrasi langsung pemimpin diharapkan mampu dan mau berkomunikasi langsung dengan rakyat sehingga mereka juga tahu apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh rakyat. Jadi kebutuhan dan keinginan rakyat tidak lagi sering diwakili oleh wakil rakyat melalui penyampaian aspirasi rakyat di parlemen. Pemimpin yang terpilih liwat pemilihan langsung oleh rakyat dirasakan lebih aspiratif dan keinginan figur yang dikehendaki adalah figur riel yang betul-betul diidam-idamkan oleh rakyat. Itulah figur pemimpin yang aspiratif dan preferensinya yang bersifat aspirasi bootom-up langsung oleh rakyat (bukan liwat wakil rakyat) tapi sebaliknya pemilihan kepala daerah liwat parlemen keliatan cukup elitis dan preferensi figur pemimpin cenderung lebih bersifat aspirasi yang top-down. Figur pemimpin yang terpilih liwat parliment mungkin akan relatif cenderung berdasarkan keinginan dan kebutuhan wakil rakyat dan atau mungkin bukan figur yang diinginkan rakyat. Dalam era pemilihan langsung, kelihatan mirip konteks rewards and punishment, misalnya rakyat akan memberikan rewards dalam bentuk akan menjatuhkan kembali pilihan mereka pada figur pemimpin yang mereka kehendaki karena mau mendengar kesulitan dan permasalah rakyat.

Kepala daerah yang berprestasi dan dekat dengan rakyat kemungkinan besar akan terpilih kembali pada pemilukada berikutnya. Namun, hal ini mungkin akan terwujud dengan catatan jika mereka mencalonkan kembali serta jika tidak terjadi kasus rekayasa politik dan rekayasa hukum oleh lawan-lawan politik yang mungkin telah menderita Phobia politik alias takut akan kalah dalam pertarungan Pemilukada. Sehingga berbagai upaya dan tipudaya dilakukan berusaha menjatuhkan figur kandidat yang lebih populer di mata rakyat seperti melalui upaya pembusukan politik (Political Decay). Pemimpin yang zolim dan sering menyakiti atau mengecewakan rakyat, akan mendapat hukuman sosial dari rakyat dalam setiap event pemilukada karena kemungkinan besar banyak rakyat yang tidak akan memilih kembali mereka pada pemiluda berikutnya tapi fenomena seperti ini tentu tentu tidak bisa digeneralisasikan.

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial Humaniora

Sabtu, 15 September 2012

Aksi dan Reaksi Keras atas Pemutaran Film the Innocence of Muslim

Pasca di-uploadnya Film the Innocence of Muslim di youtube dan ditayangkannya film tersebut di TV di salah satu stasiun TV di Cairo Mesir, terjadi demonstrasi secara besar-besar di negara-negara yang majoritas berpenduduk Muslim terutama di Timur Tengah dan Afrika serta serta di beberapa negara Asia termasuk SIngapura, Malaysia dan Indonesia dan bahkan juga termasuk di Inggris. Film the Innocence of Muslim adalah film amatiran yang berdurasi dua jam dan dibuat di Holliwood Amerika dengan dana yang cukup besar. Dan film tersebut dibuat dan disponsori oleh seorang warga negara Amerika keturunan Yahudi dan Warga Amerika keturunan Mesir beragama Kristen.

Dari perspektif sejarah Islam, Rasulullah pada masanya digmbarkan sebagai figur yang sangat penyabar dan pemaaf. Dalam beberapa kisah, dikisahkan bahwa Nabi pernah dihina, diserang dan dibuangi kotoran tapi sebaliknya Nabi Muhammad SAW membalas dengan cara mendoakan orang yang menzoliminya agar selamat. Bahkan dikisahkan bahwa ada seseorang yang membenci Nabi dan selalu membuang kotoran di Masjid tempat Nabi bersembahyang tapi dengan sabar Nabi memungut dan membuang kotoran tersebut dan hampir setiap hari Nabi mengalami hal penghinaan seperti itu. Suatu hari orang yang membuang kotoran tersebut tidak pernah terlihat lagi dan setelah dicari tahu ternyata orang tersebut sakit. Yang menarik dalam kisah tersebut Nabi membesuk orang yang membencinya dan mengantarkan obat-obatan dan makanan. Sungguh luar biasa sikap Nabi yang sangat pemaaf dan penyayang. Mungkin di jaman yang serba modern dan kompleks sperti sekarang ini jarang kita menemukan orang yang memiliki sikap dan perbuatan yang seperti ditunjukkan oleh Rasullah. Dengan sikap tersebut yang diceritakan dalam kisah ini telah membuat banyak musuh-musuh Nabi tunduk dan akhirnya mengikuti Nabi dan masuk Islam. Nabi telah melakukan dakwa verbal (lisan) dan sekaligus dakwa Bilhal (perbuatan) membuat banyak orang tertarik dengan sikap Rasulullah. Dan sikap Nabi Muhammad SAW harus menjadi tauladan bagi umatnya tapi berapa banyak umat yang bisa mengikuti sikap dan perbuatan Rasulullah.

Teringat kata-kata seorang teman bahwa hal-hal yang sangat sensitif bagi umat Islam adalah ketika ada yang menghina Islam, Nabi Muhammad SAW dan merusak atau membakar kitab suci Alquran. Bahkan dia kataan tidak perduli orangnya yang melakukan penghinaan tersebut. Dan jika penghinaan itu terjadi maka secara sepontan semua umat Islam baik yang fanatik maupun yang abangan akan mengamuk dan melakukan reaksi keras dan mungkin kecuali golongan intelektual Muslim yang Moderat akan agak bersikap bijak menanggapi setiap persoalan semacam itu. Ada beberapa kisah nyata yang lalu terkait juga dengan masalah isu sensitif membuat umat Islam bereaksi keras misalnya pada peristiwa demo besar-besaran di kota Palu kira-kira pertengahan tahun 80-an ketika ada seorang non-Muslim yang dituduh merobek-robek kitab suci Alquran dan akhirnya diketahui bahwa orang tersebut adalah orang yang tidak waras. Namun, akibat isu yang beredar di masyarakat sehingga umat Islam Islam turun ke jalan dan melakukan aksi besar-besaran dan nyaris menjurus ke aksi anarkis. Demikian juga belum lama ini sejumlah media asing melaporkan aksi demonstrasi besar-besaran di Pakistan setelah seorang wanita pakistan dituduh membakar Alquran tapi setelah diselidiki ternyata sejumlah fakta ditemukan bahwa aksi itu dilakukan dengan sengaja oleh seseorang untuk mejatuhkan dan menyudutkan umat kristen yang minoritas di Pakistan dan juga anak yang dituduh melakukan pembakaran Alquran adalah anak yang kurang waras dan kebetulan beragama kristen. Dari insiden serupa dapat terlihat bahwa Umat Islam sangat sensitif dan mudah sekali tersinggung dan bereaksi keras jika Islam, Nabi Muhammad dan Kitab Suci Alquran dihina.

Dalam beberapa hari terkahir ini, media sosial dan media masa ramai melaporkan dan menayangkan aksi demonstrasi besar-besaran akibat pemutaran film the innocence of Muslim. Insiden demo besar-besaran di beberapa negara Timur-Tengah dan Afrika. Telah terjadi aksi demonstrasi anarkis yang menelan korban jiwa terjadi beberapa hari setelah peringatan tragedi serangan 11 September walaupun mungkin tidak memiliki kaitannya secara langsung. Juga aksi tersebut terjadi di negara-negara berpenduduk majoritas Muslim di Afrika dan Timur Tengah yang baru mengalami peritiwa revolusi yang dikenal dengan Jargon Arab Spring atau Arab Awakening.

Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dalam pidatonya yang disiarkan di TV AlJazeera dan TV EuroNews mengatakan, "kami telah membantu rakyat Lybia untuk membebaskan negaranya dari pemimpin Diktator dan menyelamtkan mereka dari kehancuran akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pemimpin tirani selam perang saudara di Libya yang telah berujung tumbangnya Rezim Ghadafi.

Diduga akibat pemutaran film tersebut juga menimbulkan aksi Demonstrasi anarkis di Kedubes Jerman dan inggris di Khartum ibukota Sudan. Dan aksi yang sama juga terjadi di Kedubes Amerika di Mesir dan Tunisia. Para pedemonstran mengamuk dan melakukan aksi Demo pembakaran di depan kompleks kedutaan serta menerobos masuk ke kompleks kedutaan dan merusak aset kedutaan serta menurunkan bendera Amerika menggantinya dengan bendera lain. Di Lahor dan Karachi Pakistaan Kedutaan Amerika juga didemo oleh kelompok anti-Amerika. Namun, yang menarik di Indonesia kelompok Orma Islam melakukan demonstrasi damai atas pemutaran film tersebut di depan Kedutaan Amerika.

Kelompok pedemonstran menuduh Film the innocence of Muslim telah menghina Nabi Muhammad dan Islam. Diduga buntut dari pemutaran film tersebut, Konsulat Amerika di Benghazi Lybia diserang oleh kelompok bersenjata dan dibakar oleh ratusan pedemonstran bersenjata yang dicurigai merupakan kelompok Salafi pendukung penerapan Syariah Islam. Dubes Amerika, George Steven dan beberapa staf konsulat serta petugas keamanan meninggal akibat insident tersebut. Namun, ada versi lain mengklaim bahwa serangan terhadap Konsulat Amerika di Benghazi Lybia merupakan aksi balas dendam atas terbunuhnya orang kedua Alqaedah yang berkebangsaan Libya belum lama ini oleh serangan pesawat tanpa awak Amerika.Presiden Lybia yang baru terpilih dalam wawancara dengan TV Aljazeera menduga bahwa aksi penyerangan Konsulat Amerika telah direncanakan jauh sebelumnya dan bahkan beliau membantah dan mengatakan bahwa aksi kekerasan itu tidak ada kaitannya dengan isu sektarian.


Sejumlah pengamat mengakui bahwa aksi demonstrasi besar-besaran di dunia Islam tesebut nampaknya telah menyatukan umat Islam di seluruh dunia yang telah melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menentang pembuatan film yang menghina Nabi Muhammad dan anti Islam. Ada juga yang menduga bahwa pemutaran Film the innocence of Muslim disengaja sebagai test case untuk melihat reaksi umat Muslim. Namun, sejumlah umat Muslim berpendapat bahwa pemutaran film yang menghina Nabi Muhammad dan Islam merupakan bentuk ketakutan berlebihan terhadap Islam yang dikenal dengan Istilah Islamophobia. Sama dengan aksi-aksi sebelumnya seperti pemutaran film Kartun Nabi Muhammad dulu di Denmark yang juga pernah menimbukan reaksi keras dan demo besar-besaran oleh umat Muslim di banyak negara. Semua perbuatan yang telah menimbulkan reaksi keras umat Muslim dianggap karena umat Muslim merasa terhinahina dengan tayan film amatiran yang telah menghina Nabi Muhammad dan menunjukkan sikap anti Islam. Perbuatan tersebut juga dianggap merupakan wujud dari kebencian pada umat Islam.

Beberapa kepala pemerintahan negara-negara Arab dan Barat mengeluarkan statement yang mengecam peluncuran film the Innocence of Muslim dan sekaligus menentang aksi demo anarkis serta menginginkan terciptanya perdamaian melalui suatu kebijakan pemerintah. Misalnya Kingdom of Maroko, "We're tyred of conflict. We' re tyred of hate. We need policies that can promote peace and harmony. Presiden Turkey, Recep Tayep Erdogan, "a peaceful protest is a component of Democracy. Violence and anarchy are not in this context". Kingdom of Saudi, "we have sympathy and condolences to the victims and the loved ones". Mentri Luar Negeri Hilarry Clincton mengatakan, "We have absolutely nothing to do with dan Menteri Luar Negeri Jerman mengecam keras pemutara film the Innocence Muslim dan sekaligus mengutuk aksi kekerasan yang menimblkan korban jiwa.

Dalam laporan sebuah Ormas Islam yang berbasis di Amerika, jumlah populasi Islam di seluruh dunia dari tahun ke tahun terus bertambah dan bahkan diklaim telah melebihi jumlah populasi umat Kristen Katolik yang dulu pernah menduduki peringkat pertama populasi umat terbesar di dunia. Meningkatnya jumlah populasi umat Islam secara signifikan haruslah menjadi bahagian dari solusi untuk memecahkan permasalahan ekonomi dan politik dunia. Namun, dibutuhkan kemauan politik negara-negara Arab dan Barat yang berpengaruh untuk membuat suatu kebijakan yang bertujuan meningkatkan sumberdaya manusia melalui pendidikan formal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Toleransi dan harmonisasi umat dan bangsa harus terus dikampanyekan dan dipromosikan. Keadilan dan kesejahteraan umat jangan pernah terabaikan. Sebab segala bentuk ketidakadilan dan penindasan juga diduga merupakan pemicu aksi kekerasan di negara-negara sedang berkembang dan negara-negara dunia ketiga. Semoga hari esok akan lebih baik dari hari ini. Btw, selamat berakhir pekan semoga menikmati akhir pekan yang indah bersama keluarga, kerabat dan teman-teman.

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Blogger Isu Sosial-Humaniora

Senin, 20 Agustus 2012

MASALAH SAMPAH DAN HARAPAN YG BELUM SAMPAI

Indonesia berpenduduk majoritas beragama Islam dan dalam Islam diajarkan bahwa bersih itu adalah bahagian dari Iman. Namun, sehari setelah lebaran Idul Fitri di Kota-kota besar di Indonesia kita bisa menyaksikan sampah ada di mana-mana. Jalanan dan sisi-sisi jalan terlihat sampah berserakan terutama di daerah yang letaknya dekat denga pasar tradisional dan lapangan tempat dilaksankannya Sholat Idul Fitri. Alasannya adalah karena kebanyakan masyarakat dan pekerja kebersihan kota lagi mudik dan atau merayakan lebaran sehingga masalah sampah tidak sempat menjadi perhatian selama lebaran minggu pertama. Masslah sampah jadi masalah yang terus bergulir dan membuat pusing pemerintah kota dan tentu juga  membuat masyarakat sering menggerutu atau komplain dengan masalah kebersihan.

Masalah sampah di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah setiap saat jadi topik pembicaraan di Media masssa dan Media Sosial, di warung-warung kopi dan di cafe-cafe. Walaupun pemerintah kota beberapa waktu lalu telah melaunching kampanye kebersihan kota dengan meminjam istilah asing (Bhs Inggris) Jargon "Safe, Green and Clean yang artinya kota Palu "Aman (Safe), Green (Hijau) dan Clean (Bersih), sampai saat ini menurut sejumlah masyarakat belum banyak perubahan dan prestasi di bidang kebersihan yang telah dicapai. Bahkan juga Pemerintah Kota sempat melakukan kerjasama dengan perguruan Tinggi dan Pemerintah Kota di Eropa dan juga pihak-pihak ke dua belah pihak sempat berkunjung (Saling kunjungan muhibah) dan melakukan penandatanganan MOU dan menyaksikan lapangsung masalah kebersihan kota. 

Masalah sampah tetap jadi trending topic baik di dunia nyata maupun di dunia maya (Media Sosial, Internet). Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota juga sempat mengkampanyekan program daur ulang sampah (recycled) yang bisa merubah sampah menjadi kerajinan dan industri rumah tangga dan telah sering dipresentasikan di mana-mana tapi sayangnya program ini tidak berjalan dengan baik dan bahkan nampaknya tidak berkelanjutan. Pemerintah kota di Indonesia mungkin harus mengambil contoh terbaik dari Kota Yokyakarta dalam hal penanganan kebersihan kota. Pemerintah Yokyakarta berhasil menciptakan kebersihan dan keindahan kota Yokya selama ini karena telah tercipta kerjasama yang baik antara Pemerintah Daerah dan Universitas Gajahmada dan hasil nyata bisa terlihat Kota Yokya telah menjadi kota yang Indah, nyaman dan bersih dari sampah.

Semua negara di dunia ini pasti pernah mengalami kesulitan menangani masalah sampah. Misalnya, beberapa waktu yang lalu media Internasional melaporkan dan sekaligus menayangkan pemandangan yang menjijikan sampah-sampah berserakan di Italia dan bau busuk sampah ada di mana-mana. Pemerintah dan masyarakat Italia juga pusing dibuatnya. Kota-kota besar yang paling sering merasakan masalah sampah. Jakarta termasuk kota di dunia yang sampai sekarang juga masih kesulitan menangani masalah sampah. Di Indonesia beberapa waktu lalu kita bisa menyaksikan di Media masalah sampah di Kota Bandung telah membuat pemerintah dan masyarakat kota Bandung malu dan masalah itu menjadi PR besar bagi Pemerintah kota Bandung dan Perguruan Tinggi di Kota itu.

Masalah sampah adalah masalah yang sering dianggap kecil tapi memiliki dampak yang sangat besar karena bisa merusak lingkungan hidup dan juga bisa menimbulkan penyakit menular dan berbagai macam penyakit seperti penyakit paru-paru akibat menghirup udara yang tercemar, penyakit kulit akibat iritasi dan penyakit diare akibat berkembang biaknya berbagai macam bakteri.

Selama ini ada persepsi yang keluru tentang masalah sampah dan masyarakat sangat sering menyalahkan pemerintah tanpa menyadari bahwa memang masalah sampah adalah tanggung jawab Dinas Kebersihan tapi masyarakat juga punya tanggung jawab moral terutama dengan masalah kebersihan lingkungan. Jadi peran serta masyarakat dalam penanggulangan masalah sampah di kota Palu itu penting.

Solusinya setiap rumah tangga dan kantor pemerintah dan swasta bertanggung jawab atas semua sampah yang dihasilkan. Tidak boleh ada pihak yang merasa tidak punya hak bertanggung jawab masalah sampah dan hanya menyerahkan masalah sampah ini kepada pihak pemerintah dan demikian juga pemerintah tidak boleh hanya meluluh menyalahkan masalah sampah kepada masyarakat. Namun, sesungguhnya kita juga harus menyadari bahwa yang paling banyak menghasilkan sampah setiap hari adalah masyarakat dan di samping pihak swasta yang memiliki pabrik dan industri.

Sebaiknya semua harus memiliki tong sampah yang layak dan dan masing-masing rumah tangga, instansi pemerintah/swasta harus memiliki tong sampah yang terdiri dari bilik sampah kering dan sampah basah (sampah organik dan sampah non-organik) harus ada tempat sampah bilik tong sampahnya harus terpisah antara sampah yang bisa didaur ulang (Recycled) dan bisa mengahsilkan duit (income generating) dan sampah yang tidak bisa didaur ulang dan juga ada tempat khusus untuk sampah organik yang bisa dijadikan pupuk kompos. Pemerintah harus merekrut cukup tenaga pengangkut sampah dan mobil armada sampah yang bisa mengangkut semua sampah di tiap-tiap RT secara teratur menurut jadwal yang telah ditetapkan. Dulu pernah ada jadwal pengangkutan sampah dari rumah ke rumah oleh mobil armada sampah Dinas kebersihan kota palu dan sempat berjalan baik tapi sayangnya hanya beberap saat dan setelah itu terhenti atau jargon anekdot jadul (Panas-panas tahi ayam).

Solusi alternatif untuk mengatasi masalah sampah harus ada kemaun dari semua stakeholders pemerintahan (SKPD terkait) bekerjasama dengan masyarakat untuk mengatasi masalah sampah di Kota Palu. Jadi sebenarnya sangat penting diperhatikan masalah manajemen sampah yang efektif dan perlunya kemauan politik dari pemerintah dan didukung oleh masyarakat untuk membuat PERDA masalah sampah dan kebersihan kota dan bisa terimplementasi secara lebih efektif. Kesadaran masyarakat untuk membantu terciptanya kebersihan kota itu penting tapi jauh lebih penting terciptanya kerjasamanya yang baik antara pemerintah dan masyarakat kota dalam penanggulangan masalah sampah di kota Palu. Pemerintah harus menyediakan Tempat pembuangan akhir, TPA (Landfill) yang layak serta terus menggalakkan program daur ulang sampah untuk dijadikan kerajinan industri rumah tangga yang bisa mengasilkan duit (income generating). Dan juga pemerintah kota sebaiknya tetap mengacu pada prinsip penggulangan sampah yang konvensional tapi sudah menjadi jargon yang populer saat ini yaitu prinsip 3 R (Recycled, Reused and Reduced), sampah harus diaur ulang, didugunakan kembali sehingga dengan cara seperti ini bisa mengurangi masalah sampah di kota. Ide bekerjsama dengan peruguruan tinggi baik yang ada di kota Palu maupun dari luar itu sangat penting. 


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Isu Sosial Humaniora