Rabu, 18 Mei 2011

POLEMIK PIDATO SBY DARI PERSPEKTIF KEBIJAKAN BAHASA

Sejumlah media menyoroti pidato presiden SBY untuk kesekian kalinya. Terjadi polemik di kalangan wartawan, aktifis, akademisi dan sejumlah pengamat sosial tentang kebiasaan SBY menyelipkan phrase dan kata-kata atau istilah bahasa Inggris dalam pidato resminya. Ada media yang menulis judul artikel "SBY pamer pidato Gado-gado" dan ada juga yang menulis "Pidato Presiden bertaburan kata-kata bahasa Inggris". Polemik juga sempat diangkat di sejumlah mailing list (milist) dan media sejumlah media elektronik.

Sejumlah publik figur, selebrity dan orang-orang terdidik di Indonesia sering menggunakan bahasa asing (Bahasa Inggris) dalam dialog, pidato atau presentasi seminar dan konferensi di event-event resmi. Penggunaan bahasa Inggris yang sering kita temukan dari perspektif Sosio-linguistik kebanyakan dalam bentuk code-mixing atau code switching (alih kode dan campur kode).

Indonesia belum memiliki kebijakan bahasa (Language Policy) yang eksplisit dan secara detailed mengatur pemakaian bahasa resmi dan bahasa tidak resmi di tempat resmi atau bukan tempat resmi. Kebijakan bahasa di Indonesia hanya terintegrasi ke dalam kebijakan pendidikan. Berbeda dengan negara-negara maju seperti Jepang, Francis, Australia dll. di neagara tersebut ada kebijakan bahasa yang secara ekpslisit mengatur penggunaan bahasa resmi oleh masyarakat biasa dan bahkan sampai pejabat tinggi negara.

Di luar negeri bahasa masuk dalam wilayah publik dan harus diatur dengan kebijakan bahasa yg secara tegas mengatur penggunaan bahasa tertentu dalam event dan moment tertentu apakah resmi atau tdk. Sebaliknya di Indonesia bahasa adalah urusan privat walaupun telah ada pusat Bahasa Kemendiknas di Pusat (Jakarta) dan Balai Bahasa di daerah.
Dengan kata lain, kalau di Luar negeri (Negara Demokrasi Liberal) agama yg jadi privat dan bahasa masuk ke wilayah publik. sebaliknya di Indonesia agama masuk di wilayah publik dan bahasa masuk ke wilayah privat

Fakta sejarah membuktikan bahwa bukan hanya SBY yang gemar menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Inggris tapi juga pada umumnya kalangan terididik (well-educated people) di Indonesia sering menggunakan bahasa Inggris atau istilah-istilah dalam bhasa Inggris bahkan dalam kegiatan formal seperti wawancara di media, pidato/orasi, presentasi konferensi atau seminar.

Yang menarik Soekarno juga gemar menggunakan bahasa asing (Belanda atau Inggris), demikian juga Gusdur dan apalagi Habibie.Jadi banyak politisi dan negarawan di Indonesia sering menggunakan atau menyelipkan bahasa asing atau bahasa Inggrs dalam pidato atau dialog resmi di depan publik melalu media cetak atau media elektronik.

Bahasa Inggris di Indonesia sampai sekarang statusnya masih tergolong sebagai bahasa asing (Foreign Language). Namun bahasa Inggris adalah bahasa asing yang paling favorit dan prestisius di indonesia. Bahasa Inggris menurut Prof. David Crystal, Guru Besar Linguistik dari Inggris, bahasa Inggris adalah bahasa Global (Global language) tapi bahasa Inggris juga bahasa Inggris bisa menjadi  bahasa pembunuh (Killer language). Dalam sejarah kebijakan bahasa, telah banyak bahasa lokal di Afrika, Amerika Utara dan Asia-fasifik yg mati akibat penggunanya (speakers) meninggalkan bahasa lokal mereka dan beralih ke bahasa Inggris. Ini juga diakibatkan oleh penerapan kebijakan bahasa oleh pemerintah kolonial.

Jika dibandingkan dengan Soeharto, cukup menarik karena Soeharto lebih sering menggunakan bahasa Lokal (Bhs Jawa) dari pada bahasa Global (Bhs Inggris). Namun, menurut perspektif Sosio-linguistik bahasa dan budaya Inggris secara perlahan telah meninggalkan budaya Feodalisme dan menuju ke bahasa dan Budaya yang lebih Egaliter. Misalnya siapa saja bisa dipanggil kau (you). Namun, sebaliknya ada juga kosa kata (sebutan seperti gelar) yg mungkin bisa diKromokan seperti penggunaan kata Sir dan Mam (Madam). Sekarang bukan hanya bangsawan atau yg diberi gelar bangasawan yg bisa menggunakan kata Sir tapi Sir juga sering digunakan untuk memperhalus julukan orang yg kita hormati (refering to pak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar