Minggu, 12 Februari 2017

MENANGGAPI PERATURAN MENRISTEK DIKTI YANG JADI POLEMIK DI KALANGAN DOSEN


Oleh Mochtar Marhum
Pada umumnya di negara-negara maju, profesi dosen adalah akademisi yaitu sebagai pengajar dan sekaligus peneliti (Academic).
Di luar negeri pada umumnya universitas atau perguruan tinggi sering dikategorikan berdasarkan dua paradigma yaitu Research University dan Teaching University.
Ada adigium di kalangan akademisi di negara-negara maju yang mungkin kedengaran ekstrima yaitu Publish or Perish.
Dosen harus produktif yaitu harus aktif tidak hanya mengajar tapi juga meneliti dan publikasi. Dan jika dosen tidak produktif bisa dianggap tertinggal atau istilah ekstrim mereka sama dengan binasa (Perish).
PERMEN YANG JADI PERDEBATAN
Peraturan Kemenristek Dikti No.20 Tahun 2017 dianggap oleh sejumlah dosen di tanah air sangat memberatkan karena menurut Peraturan Mentri tersebut, dosen yang berpangkat Guru Besar (Professor) dan Lektor Kepala (Associate Professor) harus mampu menerbitkan Jurnal Ilmiah yang bertaraf Internasional dan terindeks sertas Jurnal nasional yang terkareditasi dan juga ditambah dengan penulisan buku dan peniliannya dalam tiga tahun terkahir. Adapun konsekwensi jika tidak memenuhi persyaratan dimaksud, tunjangan Profesi Lektor Kepala dan Tunjangan Kehormatan Guru Besar terancam dicabut.
Teman-teman dosen dari Background Ilmu Hukum dan Administrasi atau praktisi hukum bisa memberikan pencerahan menyangkut status dan Hirarki dalam Sistem Hukum (Rezim Hukum dan Undang-undang).
Tunjangan Profesi Guru dan Dosen telah diatur dalam Undang Guru dan Dosen (UGD). Dan menurut hirarki hukum, tentu Undang-undang lebih tinggi tingkatannya atau hirarkinya dari pada peraturan.
Walaupun Peraturan Mentri tersebut masih dalam taraf sosialisasi dan mungkin ada peluang untuk direvisi atau peninjauan kembali, sejumlah dosen di beberapa grup media sosial sempat curhat dan bahkan ada yang mengeluarkan statement aneh dan lucuh atau mungkin cuman bergurau. Bahkan ada dosen yang bilang kalau seandainya aturan itu akan diterapkan, lebih baik kami mengajukan permohonan untuk diturunkan pangkat dosen dari Lektor Kepala jadi Lektor...,hehehehehehe...??? Curhat and Baper ni ye.
Tentu harus dipahami bahwa Setiap kebijakan Publik yang dituangkan melalui instrumen hukum seperti peraturan atau Undang-undang sering mengalami berbagai reaksi dari pemangku kepentingan (stakeholders). Misalnya ada yang langsung menerima kebijakan yang digulirkan tersebut dan terkadang ada juga yang menentang (Resisten) terhadap suatu kebijakan publik (Public Policy) yang digulirkan pemerintah.
Mungkin salah satu alasan mendasar Kemenristek Dikti mengeluarkan Permen adalah diharapkan agar setiap dosen menjadi lebih produktif dalam melakukan kegiatan Tri Darma Perguruan Tinggi khususnya bidang penelitian dan publikasi. Dan juga menurut sejumlah sumber terpercaya, Indonesia dianggap masih kurang memiliki publikasi jurnal ilmiah yang terindeks jika dibandingkan beberapa negara sahabat lainnya.
FAKTOR-FAKTOR PENTING YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN
Sebaiknya pemerintah juga harus mempertimbangkan beberapa hal penting terkait dengan masalah penelitian dan publikasi.
Pertama, jumlah dana penelitian yang dianggarkan untuk Kementrian Ristek Dikti untuk tahun ini justru dipangkas oleh pemerintah sehingga berpengaruh pada peluang dosen untuk melakukan penelitian sehingga aktivitas dosen untuk memenuhi persyaratan itu akan terbatas karena berkurang jatah dana penelitian.
Kedua jumlah jurnal yang terkareditasi dan terindeks dan bertaraf internasional di Indonesia sangat terbatas jumlahnya. Kalaupun ada hanya banyak terdapat di perguruan tinggi yang sudah maju khususnya di pulau Jawa.
Ketiga, paradigma research university di Indonesia pada umumnya belum terbangun dan justru yang lebih fokus adalah teaching university. Bobot SKS research misalnya relatif rendah yang banyak adalah bobot coursework (mata kuliah). Di luar negeri yang khususnya di negara yang sudah punya paradigma research university, telah dikembangkan paradigma teaching and research. Dan menawarkan program research students. Dosen diberi fasilitas untuk melakukan penelitian, menyajikan makala pada forum bertaraf internasional seperti event international conference atau international symposium serta diberi motivasi dan fasilitas untuk publikasi ilmiah. Dosen juga sering melakukan riset melibatkan mahasiswa bimbingannya.
Keempat, dana penelitian di luar negeri selalu meningkat dan hasil penelitian juga selalu bisa dimamfaatkan oleh industri dan sektor formal. Hampir semua kebijakan pembangunan selalu bersumber dari kontribusi hasil penelitian (research findings).
Kelima, jurnal yang terkareditas dan terindeks jauh lebih banyak jumlahnya sehingga dosen dan peneliti lebih mudah mempublikasikan hasil-hasil penelitian mereka.
Keenam rata-rata Lembaga penelitian dan pengembangan baik di sektor formal maupun sektor swasta sangat maju dan punya dana yang cukup serta sering sekali menawarkan dosen-dosen peneliti dari perguruan tinggi untuk melakukan penelitian kerjasama.
Ketujuh, di luar negeri banyak mengembangkan penelitian insterdisiplin disamping penelitian monodisiplin. Namun sebaliknya di Indonesia yang lebih fokus dan diagung-agungkan justru terkadang penelitian monodisiplin karena untuk mematuhi lineritas disiplin ilmu. Mungkin ini karena pengaruh dari paradigma teaching university yang lebih hanya mengandalkan monodisiplin ilmu padahal ketika masuk ke wilayah ranah penelitian maka yang juga cenderung muncul adalah topik penelitian interdisiplin.
SOLUSI ALTERNATIF
Jika Pemerintah ingin meningkatkan produktifitas dosen dalam bidang penelitian dan publikasi ilmiah, Pemerintah tidak boleh memangkas jumlah dana penelitian dosen seperti tahun ini kan itu ironis jadinya masa dana penelitian dosen dipangkas kemudian dosen dituntut untuk melakukan penelitian dan publikasi ilmiah yang berkualitas.
Rencana pemerintah untuk mendatangkan dosen yang berstatus diaspora dari luar negeribpatut diapresiasi. Namun, program tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan universitas masing-masing. Dosen dari luar negeri diharapkan bisa menjadi mitra atau conuterpart untuk pengembangan penelitian dan publikasi dosen.
Pemerintah harus mengembangkan wacana perguruan tinggi di Indonesia menjadi researc university dan membuka peluang program research students. Selama ini kultur dan kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia baru mengenal teaching university dan coursework students. Jika ada program research students kemungkinan akan menghidupkan budaya meneliti karena mahasiswa riset dan supervisor riset selalu bekerjasama untuk pembibingan penelitian sehingga budaya penelitian di perguruan tinggi akan maju.
Perguruan tinggi harus punya unit atau UPT yang khusus menangani masalah penelitian mahasiswa dan dosen jika ada masalah baik menyangkut pengembangan penulisan artikel ilmiah termasuk penulisan jurnal ilmiah, pengolahan data penelitian dan pengembagan bahasa akademik yang digunakan dalam penulisan artikel ilmiah.
Jurnal dan lembaga penerbitan di perguruan tinggi harus dihidupkan dan pemerintah harus memberi dukungan agar lembaga penerbitan dan jurnal terakreditasi meningkat kualitas dan statusnya.
Penulis: Akamdemisi UNTAD menyelesaikan Pendidikan Masters and PhD., di Flinders University, Australia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar