Senin, 23 April 2018

PENGARUH BARAT, ARAB DAN CINA DALAM PERSPEKTIF TAHUN POLITIK DI INDONESIA


Oleh: Mochtar Marhum
PERSPEKTIF SEJARAH
Hindia Timur atau sekarang dikenal dengan nama Indonesia, sejak dulu merupakan wilayah pengahasil rempah-rempah. Wilayah Nusantara ketika itu bagaikan gadis molek yang banyak dilirik oleh pria jomblo.
Dan bangsa asing dari Asia Timur dan Eropa Barat dahulu kala sangat gemar berkunjung ke Nusantara ini untuk mencari rempah-rempah guna mengawetkan makanan, juga sebagai bumbu makanan dan untuk obat-obtan tradisional. Jadi sebenarnya pada awalnya kedatangan bangsa Eropa ke nusantara hanya untuk membeli rempah-rempah dari petani Indonesia.
Namun, seiring waktu dan semakin larisnya rempah-rempah di Eropa, mereka kemudian mengklaim daerah-daerah yang mereka kunjungi sebagai wilayah kekuasaannya dan kemudian sejak itulah berawal proses tahapan penjajahan (Kolonialisme) di nusantara. Jargon kolonialisme oleh media mainstream barat saat ini telah diperhalus dengan jargon pendudukan (Occupation).
Menurut perspektif sejarah, sejak dari dulu ada banyak komunitas imigran Cina di Indonesia. Tersebar dari ujung barat sampai ke kawasan timur Indonesia.
Hampir seluruh wilayah Indonesia terdapat warga keturunan Cina dan mereka merupakan generasi dari beberapa keturuanan yg bila ditunjau dari perspektif sejarah, nenek moyang mereka dulu berimigrasi ke Indonesia ratusan tahun yang lalu.
Sekitar abad ke-11, ratusan ribu etnis Tionghoa menyerbu wilayah Nusantara. Mereka masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa, pesisir selatan dan timur Sumatera, serta pesisir barat Kalimantan dan juga sampai ke pulau Sulawesi.
Menjelang akhir abad ke 19 sampai dasawarsa ketiga abad ke 20, terjadi lonjakan besar migrasi orang Tiongkok ke Nusantara. Lonjakan ini terjadi karena berbagai faktor sosial, politik dan ekonomi.
Hampir sama dengan Sejarah WNI keturuan Arab yang nenek moyangnya juga dulu berimigrasi dari Hadramaut Yaman ke Asia Tenggara termasuk ke Indonesia sejak ratusan tahun lalu dan kini telah beranak pinak, kawin mawin dan berasimilasi secara sempurna dan menjadi warga negara Indonesia.
WNI keturunan Arab sebaliknya sangat mudah berasimilasi dan mungkin karena faktor keyakinan agama dan kultural sehingga mereka lebih mudah berasimilasi. WNI keturunan Arab di Indonesia banyak yang dikenal sebagai tokoh agama, pebisnis dan tidak sedikit yang terjun ke dunia politik praktis.
Menurut sejarah migrasi warga keturunan Arab ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, berawal setelah terjadinya fitnah besar di antara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.
Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesiadan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, Orang Hadhrami ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, FilipinaSelatan, Malaysia, dan Singapura
Sangat salut kepada saudara-saudara warga keturunan terutama mereka yang menunjunjukkan nasionalisme dan patriotismenya dan pada umumnya warga keturunan sangat cinta Indonesia bahkan ada yang melebihi kecintaan warga pribumi. Sejarah mencatat terdapat sejumlah tokoh bangsa dan pejuang kemerdekaan yang berasal dari warga keturunan.
Di Sulawesi Tengah banyak kampung dan pemukiman etnis warga keturunan baik warga keturunan Cina maupun warga keturunan Arab. misalnya di Kabupaten Tolitoli ada kampung Malosong, semacam Pecinan atau China Town kalau di luar negeri. Dan ada juga kampung Arab. Populasi dan masyarakat keturunan keturunan Arab dan Cina sejak dulu sudah ada sampe sekarang mereka tetap eksis hidup rukun dan harmonis.
Dan sebenarnya hampir tidak ada lagi jargon dikotomi dan apalagi diskriminasi antara warga pribumi dan warga keturunan secara kultural walaupun dalam konteks dan perspektif politik, pengaruh praktek diskriminatif mungkin pernah dialami. Proses asimilasi kultural yang sangat sempurna bisa terlihat dengan kasat mata terutama ketika warga keturunan mecintai bahasa dan budaya lokal. Mereka senang menggunakan bahasa daerah setempat sebagai alat komunikasi yang sangat akrab.
Warga keturunan China yang sekarang merupakan generasi milineal telah menjadi warga negara Indonesia dan kebanyakan tentu bukan melalui proses naturalisasi tapi melalui proses asimilasi yang kisahnya cukup panjang dan berliku. Sebahagian mereka sukses dalam menjalankan bisnis dan usahanya, tidak sedikit yang menjadi tenaga medis yang handal dan hanya segelintir yang bekerja di sektor formal, jadi politisi dan akademisi atau analis (Pengamat).
Di Kota Palu warga keturunan Arab asal Hadramaut Yaman, menjadi tokoh agama dan tokoh pendidik yang terkenal dengan jasa-jasanya. Mendirikan Alkhairat yang kini menjadi Organisasi Islam terbesar ketiga di Indonesia. Kantor pusat PB Alkhairat berada di kota Palu.
Untuk menghormati jasa-jasa besar pendiri Alkhairat, Indrus bin Salim Aljufrie yang lebih akrab disapa dengan panggilan Guru Tua, Bandar Udara di kota Palu diberi nama Bandar Mutiara Sis Aljufrie Palu, mengambil nama tokoh agama dan tokoh pendidik dari warga keturunan Arab. Juga salah satu Mall yang terletak di jantung kota Palu juga mengambil nama tokoh pendidik dan tokoh agama terkenal dari warga keturunan Arab. Setiap tahun PB Alkhairat Palu menyelenggarakan Peringatan Haul Guru Tua yang dihadiri oleh ribuan undangan dari seluruh Indonesia bahkan ada pula delegasi dari luar negeri. Event bersejarah tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pejabat di daerah dan sejumlah pejabat tinggin negara termasuk beberapa Mentri Kabinet dan Anggota DPR:MPR RI.
KONTEKS KETENAGAKERJAAN DAN ISU POLITIK
Mungkin karena kebanyakan warga keturunan Cina berbeda keyakinan agama dengan majoritas penduduk Indonesia sehingga dalam konteks asimilasi kultural dan sosial terlihat agak berbeda dibandingkan dengan etnis keturunan Arab.
Sebagian warga keturunan Cina ada yang sangat sukses dalam dunia ekonomi dan bisnis sehingga nampaknya ada kesan atau imej dan terkadang mereka mungkin juga telah dianggap jadi ancaman dan tantangan di masa depan.
Di satu sisi, fakta membuktikan bahwa sejak puluhan tahun lalu, ada jutaan warga negara Indonesia yg jadi tenaga kerja asing di luar negeri mengadu nasib dan keberuntungan di negeri orang. Di sisi lain, belakangan ini sejumlah media ramai memberitakan penetrasi tenaga kerja asing khususnya dari negara Tiongkok masuk ke sejumlah wilayah potensial di tanah air.
Sebenarnya terkait dengan isu ekonomi dan ketenagakerjaan dalam konteks regional, mungkin sebaiknya melihat kilas balik KTT ASEAN tahun 1997 saat Presiden Soeharto (alm.), sejak Rezim Orde Baru Indonesia telah menanda tangani kesepakatan masuk pasar bebas. Kemudian kesepakatan ini dilanjutkan pada tahun 2003 bahwa 2015 itu pasar bebas di tingkat Asia Tenggara yang dikenal dengan Akronim MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan tahun 2020 pasar bebas tenaga kerja.
Menurut Samad 2018, "Proteksi Indonesia/tenaga kerja Indonesia terhadap tenaga kerja asing hingga tahun 2017 belum kuat, kemudian pada tahun 2018 di keluarkan Perpres tentang Tenaga Kerja Asing untuk mengantisipasi 2020".
Jumlah tenaga kerja Indonesia Terbanyak ada di sepuluh negara seperti dalam catatan BNP2TKI di bawa. Dan sejak dulu wilayah Timur Tengah terutama di Saudi menjadi lahan empuk ketenagakerjaan Indonesia. Dan di samping itu ada juga bnyak yg mengadu nasib di negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan beberapa negara di wilayah Asia Timur
Terkait dengan isu ketegakerjaan dan hubungan luar negeri di tingkat regional, mungkin perlu kilas balik sejarah kebijakan kerjasama luar negeri sejak Zaman Orde Baru sampai sekarang.
BNP2TKI mencatat negara-negara yang menjadi tempat persebaran TKI di luar negeri antara bulan Januari sampai Agustus 2017. Dari 26 negara yang paling banyak terdapat TKI, tercatat 10 negara terbesar untuk penempatan TKI, yaitu Malaysia sebanyak 60.624 orang, Taiwan 48.737 orang, Hong Kong 9.687 orang, Singapura 11.175 orang, Arab Saudi 10.006 orang, Brunei Darussalam 5.416 orang, Korea Selatan 4.266 orang, Uni Emirat Arab 1.937 orang, Oman 718 orang, dan Qatar 794 orang.
Zaman now di tahun Politik dan menyambut Pilpres tahun depan, isu tenaga kerja migran semakin kencang dan kelihatan telah dijadikan komoditas politik.
Media sosial menjadi media yang cukup efektif menampilkan berita tentang isu tenaga kerja asing yang juga dibumbui dengan konotasi negatif dan potensi ancaman politik dan ekonomi.
Namun, benarkah isu penetrasi tenaga kerja asing asal Tiongkok merupakan ancaman ketenegakerjaan di Indonesia atau hanya dijadikan propaganda politik ?
Penulis: Kolumnis Freelance dan Akademisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar