Rabu, 25 April 2018

DI BALIK MAKNA PENGHIANAT NEGARA DAN PENJILAT PEMERINTAH


Oleh Mochtar Marhum
Dua kata yang kedengaran berkonotasi negatif dan punya makna yang berbeda.
Lebih berbahaya penghianat dari pada penjilat. Karena penghianat bisa menghancurkan negara atau membubarkan NKRI.
Sejarah kontemporer membuktikan telah banyak negara yang hancur akibat perang saudara dan bubar akibat rakyat diprovokasi untuk membenci pemerintah.
Sejumlah negara-negara di Afrika dan Timur Tengah banyak yang hancur dan jadi negara gagal akibat ula segelintir penghianat negara.
Penjilat walaupun maknanya negatif tapi mungkin hanya menyenangkan penyelenggara negara tapi tidak sampai menghancurkan negara.
Penghianat terhadap suatu organisasi tertentu seperti pemerintah atau bahkan negara tapi mungkin sebaliknya dikalangan pendukungnya bisa dianggap sebagai pahlawan atau idola bagi kelompoknya.
Sebaliknya makna kata penjilat bisa jadi maknanya subjektif atau bias. Karena bagi pembencinya seseorang akan disebut sebagai penjilat.
Namun, kata penjilat mungkin lebih tepat kalau ditujukan kepada seseorang yang cari muka atau membela mati-matian atasannya dengan tujuan ingin mendapatkan jabatan atau posisi diinginkan.
Karakter penjilat biasa identik dengan seorang yang ambisius atau tipologi orang yang gila jabatan (Gaja).
Penjilat yang membela NKRI dan membela pemerintah yang sah itu jauh lebih mulia dari pada jadi pengianat negara dan penghianat kepada pemerintah yang sah dan apalagi kalau penghianatan itu dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara.
Mereka yg bekerja dengan pemerintah, makan gaji dari pemerintah, mendapat tunjangan dan fasilitas negara tapi di belakang menghianati pemerintah dan negara dgn cara memprovokasi orang banyak utk tidak percaya pemerintah atau membenci pemerintah.
Ikut mengkritisI pemerintah dgn disertai solusi yg baik itu lebih bagus agar supaya pemerintah selalu berjalan di rel yg benar (On the right track) dan tidak tersesat.
Namun, bukan menghujat dan mencaci maki pemerintah karena hanya akan membuat orang yang melakukan perbuatan tersebut tambah sakit hati dan stress dan juga bisa menimbulkan komplikasi pada penyakit lainnya yang berhubungan dengan perasaab sakita hati, benci dan dengki.
Yang jadi masalah serius kalau ada Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) ikut menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk menjauhi pemerintah atau bahkan memprovokasi masyarakat utk membenci pemerintah.
Di Era Demokrasi dan di tangan pemimpin yang bijak dan demokratis setiap aparatur sipil negara atau ASN/PNS diberi kebebasan untuk menjatuhkan pilihan pada pemimpin yang diidolakan.
Hal ini beda jauh di masa Orde Baru atau di negara-negara yang punya pemimpin yang otoriter dan di negara dengan sistem totalitarian di mana semua aparatur sipil negara diwajibkan tunduk pada pemerintah dan harus mengikuti kemauan pemerintah termasuk dalam hal menjatuhkan pilihan politiknya.
Bagi Aparatur Sipil Negara mungkin harus lebih bijak dalam bersikap di tahun politik seperti saat sekarang ini.
Mungkin lebih baik diam atau memberikan masukan dan solusi yang terbaikkepada pemerintah dari pada selalu suka menghasut orang lain utk tidak percaya pemerintah atau bahkan memusuhi pemerintah.
Ikut membantu mengawasi dan mengawal roda pemerintahan juga lebih baik dan apalagi selalu memberikan saran dan kritikan yang sangat inspiratif, solutif dan konstruktif.
Ikut mencarikan solusi dari masalah pemerintahan yang rumit jauh lebih baik dan sangat diharapkan ketimbang menjadi bagian dari masalah yang rumit.
Menyebarkan informasi yang benar dan berimbang bisa menjadikan masa depan Indonesia lebih baik.
Mungkin pula saatnya melamar pensiun dini dari aktivitas rutin yang suka menyebarkan informasi sesat dan menebarkan benih-benih kebencian dan permusuhan kepada kelompok dan kubuh tertentu dan mungkin juga termasuk kepada pemerinta.
Penulis: Kolumnis Freelance dan Akademisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar