Oleh Mochtar Marhum, Australian Alumni Ambassador and Member of Australian Alumni Referrence Group (ARG)
EVENT ILMIAH YANG INSPIRATIF
Tangga
8 Mei 2013 kelompok kerja Australian Alumni Refence Group (ARG), salah
satu organisasi alumni penerima beasiswa Australia, mengadakan Seminar
Nasional tentang isu plagiarisme di Universitas Binus Internasional
Jakarta. Event ilmiah yang bergengsi ini disponsori Universitas Binus
Internasional Jakarta, ARG Australia Awards AusAID, DIKTI Kemendikbud RI
dan DIKTIS Kemenag RI. Event ini dihadiri oleh sejumlah akademisi,
pakar dan peneliti dari berbagai lembaga pendidikan tinggi negeri dan
swasta serta sejumlah lembaga penelitian dan pengembangan.
Agenda
kegiatan seminar sehari membahas tentang kasus plagiat yang disinyalir
rawan terjadi di sejumlah lembaga perguruan tinggi di tanah air dan
melibatkan sivitas akademika seperti kalangan akademisi dan mahasiswa
baik program sarjana maupun mahasiswa program pascasarjana.
Tujuan
dari kegiatan ilmiah ini adalah untuk menemukan suatu solusi untuk
penanganan masalah plagiarisme di lingkungan perguruan tinggi;
menyamakan perspesi tentang plagiarsme dan upaya melakukan standarisasi
penanganan kasus plagiarisme. Di samping itu keputusan dan hasil dari
seminar menjadi rumusan rekomendasi kebijakan yang harus
ditindaklanjuti oleh stakeholders di lingkungan pendidikan tinggi
khususnya dalam lingkungan Ditjen Dikti Kemendikbud RI, Ditjen Diktis
Kemenag RI dan semua perguruan tinggi terutama lembaga pendidikan tinggi
yang disanyalir rawan terjadi kasus plagiarisme.
Tentu disadari
bahwa kegiatan seminar, diskusi dan kampanye antiplagiarisme terasa
masih sangat langkah dan seharusnya kalanganga akademisi dan
stakeholders terkait harus menjadi penggagas dan pelopor kampanya
antiplagiarisme. Di sisi lain isu kasus plagiarisme di Indonesia dewasa
ini nampaknya masih lebih fokus pada kasus penjiplakan karya-karya
musisi ternama yang kasusnya telah berhasil di bawa ke ranah Hukum
dengan mengandalkan perangkat UU Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Tulisan ini hanya fokus pada isu plagiarisme dalam konteks karya ilmiah
baik yang dalam konteks karya ilmiah yang diterbitkan (Published) dalam
bentuk buku dan jurnal maupun belum diterbitkan (unpublished) dalam
bentuk skripsi, tesis atau disertasi.
ISU KASUS PLAGIARISME DALAM KONTEKS GLOBAL DAN LOKAL
Dalam
konteks isu kasus plagiarisme global, sejumlah media melaporkan kasus
yang menghebohkan seperti berita Kompas tanggal 3 April 2012 yaotu
berita tentang Presiden Hongaria, Pal Schmitt yang meletakkan jabatan
tahun 2012 setelah gelar doktornya yang diraihnya tahun 1992 dibatalkan
pasca temuan bahwa terbukti ada unsur plagiat sebagian dari disertasinya
setebal 200 halaman. Presiden Schmitt melepaskan jabatan kurang dari
dua tahun terhitung sejak resmi dilantik menjadi presiden. Desas-desus
pengunduran diri sang president terekspos sehari setelah Semmelweis
University di Budapest mencabut gelar doktornya. Namun, Schmitt tetap
bertahan dan berkeras ia "tak melihat hubungan" antara masalah plagiat
dan pekerjaannya seperti dilansir koran Kompas.
Tahun 2011,
Media Online DW memberitakan kasus Menteri Pertahanan Jerman, Karl
Theodor zu Guttenberg menghadapi masalah tuduhan kasus penjiplakan
beberapa bagian dalam tesis doktornya. Guttenberg, 39 tahun, menulis
tesis doktornya di Universitas Bayreuth pada tahun 2006 lalu. Tesis
setebal 475 halaman itu berjudul ‚"Verfassung und Verfassungsvertrag"
(Konstitusi dan Perjanjian Konstitusi), sebuah perbandingan antara
sistem konstitusi di Amerika Serikat dan di Eropa. Beberapa bagian
dalam tesis itu ternyata merupakan jiplakan langsung dari tulisan orang
lain, tanpa ada catatan mengenai sumbernya dan tanpa ada kutipan. Ada
bagian dari analisa di koran yang dikutip langsung, tanpa menyebut
sumbernya. Antara lain dari koran Swiss Neue Zürcher Zeitung dan koran
Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung. Dalam tesis doktornya, Guttenberg
juga mengutip beberapa tulisan yang dipublikasi di Internet. Tuduhan
awal dilontarkan oleh profesor hukum Andreas Fischer-Lescano. Ia membaca
tesis Guttenberg karena tertarik secara ilmiah. Namun ia menemukan
beberapa bagian yang sama dengan teks dari sumber lain. Tidak ada
catatan kaki mengenai sumber asli. Tadinya, Fischer-Lescano ingin
mengungkapkan hal ini dalam sebuah jurnal ilmiah akhir Februari. Tapi
temuan Fischer-Lescano lalu diberitakan oleh harian Süddeutsche Zeitung.
Sejak itu, makin banyak temuan plagiarisme dalam tesis Guttenberg yang
diungkap berbagai media.
Pada tanggal 9 Februari 2013 Media
online suaramerdeka.com melaporkan berita pengunduran diri Menteri
Pendidikan Jerman, Annette Schavan, mundur dari jabatannya setelah
Universitas Duesseldorf menuduhnya plagiat dan mencabut gelar doktornya.
Schavan yang dikenal sebagai sekutu dekat Kanselir Jerman, Angela
Merkel, ini membuat malu koalisi yang memerintah. Namun, Schavan
menyatakan mundur bukan karena bersalah. "Saya tak akan menerima putusan
(universitas) dan akan melakukan tindakan hukum," katanya dalam jumpa
pers. Schavan adalah menteri kabinet Kanselir Angela Merkel kedua
yang kehilangan gelar doktor akibat hal yang sama. Seperti yang
diberitakan Telegraph, Rabu 6 Februari 2013, komite akademisi
Universitas Heinrich Heine di Duesseldorf menyatakan wanita 57 tahun ini
melakukan plagiat di beberapa bagian thesisnya pada tahun 1980.
Dalam
kontekas lokal di tanah air Kasus plagiat dilaporkan rawan terjadi di
lingkungan perguruan tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
telah menyelidiki dugaan kasus plagiat di sejumlah perguruan tinggi.
Mereka yang terbukti melakukan plagiat bisa dijatuhi sanksi, mulai dari
penurunan pangkat, pencabutan gelar akademik, hingga pemberhentian
jabatan. Namun, dalam prakteknya sangsi terhadap kasus tindakan
plagiarisme yang dilakukan oleh dosen atau mahasiswa, umumnya diserahkan
ke perguruan tinggi masing-masing melibatkan komisi etik, senat
universitas dan senat guru besar. Adapun keputusan. Akhir ada di tangan
rektor masing-masing.
Adapun beberapa kasus plagiarisme di
Indonesia yang sempat terekspos luas beritanya misalnya kasus plagiat
yang dilakukan oleh Guru besar Universitas Riau, Prof II. Beliau
dinyatkan terbukti melakukan plagiarisme dalam sebuah buku berjudul
Sejarah Maritim. Buku dimaksud merupakan jiplakan dari buku Budaya
Bahari karya Mayor Jenderal Marinir Joko Pramono terbitan Gramedia,
tahun 2005. Akibat kasus tersebut, Komisi Etika ditambah unsur guru
besar senior melakukan pertemuan dan berdasarkan bukti yang diperoleh,
Prof II dinyatakan terlibat melakukan tindakan plagiarisme.” Setelah
menganalisa dan melihat berbagai pertimbangan akademik, sesuai Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, tim mengusulkan beliau
dijatuhkan sanksi diturunkan pangkat fungsionalnya (Kompas, 24/08/2011).
Prof
AA B. Perwita, Guru Besar Unpar Bandung ketahuan melakukan tindakan
plagiarisme dalam salah satu tulisannya yang dimuat suratkabar The
Jakarta Post. Yang bersangkutan telah mengakui tulisannya berjudul ”RI
as a New Middle Power?”. Telah terbukti ia menyontek tulisan asli dari
penulis seorang akademisi asal Australia, Carl Ungerer berjudul ”The
Middle Power Concept in Australian Foreign Policy”. Menurut Rektor
Unpar, Dr Cecilia Lauw, Banyu mengajukan surat pengunduran diri pada
Senin 8 Februari lalu, namun baru disetujui pada Selasa (9/2/2010)
kemarin.
Salah satu kasus yang juga diselidiki adalah dugaan
plagiat yang dilakukan salah seorang dosen di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Menanggapi dugaan plagiat di
kampusnya, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat
menjelaskan bahwa pihaknya telah menjatuhkan sanksi kepada dosen yang
dinyatakan melakukan plagiat. Namun, menurut Rektor tersangka pelaku
tindakan plagiarisme menggugat rektor melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara. Berdasarkan bukti yang beredar, plagiat tersebut dilakukan dosen
dengan cara menjiplak skripsi mahasiswa. Skripsi mahasiswa bernama
Sarika itu dijiplak salah seorang dosen dan diklaim menjadi hasil
penelitiannya. Judul penelitian dan obyek penelitian itu nyaris sama
dengan skripsi yang dibuat mahasiswa. Bahkan, beberapa kecerobohan pun
terungkap. Hal itu, misalnya, di halaman empat dan enam penelitian itu,
kata ”skripsi” tidak terhapus. Kejanggalan juga terjadi di metode
penelitian, tabel, dan daftar pustaka yang nyaris sama. Kasus-kasus
dugaan plagiat hanya bisa terungkap jika ada laporan dari masyarakat.
Tanpa itu, kasus plagiat tidak akan ketahuan. Menurut Dirjen Dikti,
biasanya pengecekan karya ilmiah lebih diperketat pada karya ilmiah
dosen yang akan mengusul kenaikan pangkat akademik Guru Besar
(Professor). Satu per satu karyanya dicek ulang dengan berbagi sumber.
Ia melanjutkan laporan yang masuk dari masyarakat selalu ditindaklanjuti
dengan memanggil pimpinan perguruan tinggi untuk dimintai
keterangannya. Pihak perguruan tinggi pun kemudian diminta menyelesaikan
masalah itu secara internal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dirjen Dikti Menilai pihak perguruan tinggi seharusnya mengetahui adanya
plagiat karena semestinya mereka memiliki data yang rinci dan lengkap
tentang karya-karya mahasiswa dan dosen. ”Dengan data yang lengkap dan
rinci, akan mudah ketahuan”. Dari pengalaman penyelesaian kasus-kasus
plagiat yang pernah terjadi menurut pak Dirjen, bentuk-bentuk sanksi
yang diberikan beragam. Beliau mencontohkan, antara lain sanksi
pemberhentian, pencabutan predikat guru besar, penurunan pangkat, dan
larangan kenaikan pangkat untuk selamanya (Kompas, 6 Juni 2012).
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KASUS PlAGIARISME
Menurut
Professor Manalu, Guru Besar IPB dan juga sebagai salah satu Tim Pokja
DP2M DIKTI Kemendikbud, dalam makalahnya yang dipaparkan pada seminar
tentang isu plagiarisme di Binus, "Plagiarisme merupakan tindakan
mengambil ide, data, atau tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya
atau mengakui pemiliknya". Beliau lanjut menjelaskan bahwa plagiarisme
itu terdiri atas dua kategori, yaitu: 1. Plagiarisme karya orang lain
dan 2 Plagiarisme atas karya sendiri. Menurut Professor Rhoten dari
Universitas California, plagiarisme adalah tindakan penggunaan ide, atau
kata dari penulis lain dengan tidak menjelaskan sumbernya secara
pantas. Dengan tegas beliau tegaskan bahwa perbuatan plagiarisme dapat
merusak nilai-nilai akademik dan tindakan plagiarisme bisa dikategorikan
sebagai kasus pencurian akademik. Permendikbud No. 17 tahun 2010,
Plagiarisme merupakan perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam
memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya
ilmiah dengan mengutip atau seluruh karya dan/karya ilmiah pihak lain
yang diakui sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumber secara tepat
dan memadai.
Dari hasil diskusi seminar dan juga diskusi di
media online termasuk di grup mailing list, ada beberapa faktor penyebab
terjadinya kasus plagiarisme. Pertama, masih kurangnya program
sosialisasi masalah plagiarisme terutama di kalangan mahasiswa,
akademisi dan penulis. Survey yang dilakukan di 72 Peguruan Tinggi di
Indonesia oleh Tim Pendidikan Alumni Reference Group (ARG) terhadap
sosialisasi PERMENDIKNAS No 17/2010 mengenai pencegahan dan
penanggulangan plagiarisme. Hasilnya cukup signifikan karena ada 77 %
responden menjawab bahwa mereka belum pernah mendapatkan sosialisasi
tentang permendiknas tersebut. Kedua, masih banyak yang mungkin belum
mengetahui dan menyadari tentang plagiarisme sehingga mereka sering
tidak menyadari jika mereka telah melakukan perbuatan tindakan
plagiarisme. Ketiga, belum adanya perangkat aturan atau kode etik yang
secara eksplisit dan tegas dapat menjadi perangkat yang lebih efektif
untuk upaya pencegahan plagiarisme. Ketiga putusan sangsi pelaku tindak
plagiarisme belum efektif dan belum tersosialisasi dengan baik. Keempat,
masih adanya mindset atau perspesi yang keliru dan menganggap bahwa
mengambil atau mencuri ide, hak cipta (copy rights) dan hak intelectual
seseorang (intelectual property) bukan merupakan masalah serius atau
mungkin dianggap sudah lazim. Keempat, banyak mahasiswa yang cenderung
ingin menyelesaikan studi akhir dengan cara yang lebih mudah dan
mengambil jalan pintas karena ingin cepat selesai. Kelima, pada umumnya
kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia hanya menawarkan satu pilihan
studi di perguru tinggi yaitu hanya kebijakan full-time studi atau belum
menawarkan kebijakan pat-time studi seperti perguruan tinggi di luar
negeri sehingga mahasiswa yang sibuk bekerja full-time di kantor sangat
sulit membagi waktunya untu melaksanakan studi full-time di kampus.
Kalau di luar negeri ada kebijakan di mana mahasiswa yang kerja
full-time harus mengikuti studi part-time dan yang studi full-time harus
bekerja part-time. Ironisnya di Indonesia banyak mahasiswa yang super
karena berstatus sebagai mahasiswa full-time dan sekaligus pegawai atau
karyawan full-time bahkan ada yang punya jabatan penting sehingga
disangsikan kemampuan mereka untuk bisa membagi waktu.Dalam konteks
seperti inilah sering terjadi pemikiran untuk menyelesaikan tugas akhir
studi dengan cara jalan pintas yang berpeluang terjadinya praktek
plagiarisme.
UPAYA PENANGANAN KASUS PLAGIARISME
Dari
perspektif hukum, kasus pelagiarisme merupakan rana etika moral dan
kalaupun kasus ini dibawa ke rana hukum, akan terkait dengan hukum
perdata. Di lain sisi, adapun dasar hukum untuk kasus plagiarisme
adalah UU No. 20 thn 2003, pasal 25 ayat 2 "Lulusan perguruan tinggi
yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesin
atau vokasi terbukati merupakan jiplakan dapat dicabut gelarnya.
Pasca
maraknya terjadi kasus plagiarisme, sejumlah perguruan tinggi mengklaim
telah berhasil membuat alat atau perangkat software antiplagiarisme.
Salah satu perguruan tinggi yang yang bangga memperkenalkan produk
software antiplagiarisme adalah Unpar Bandung. Universitas Surabaya dan
Universitas Binus juga telah berhasil membuat buku panduan atau buku
pedoman tentang upaya mencegah dan mengatasi masalah plagiarisme. Belum
lama ini Ditjen Dikti juga mengeluarkan edaran tentang ancaman sangsi
berat bagi pelaku tindak tindakan plagiarisme. Upaya inisiatif dari
masing-masing individu untuk memiliki kejujuran akademis mulai dari diri
individu masing-masing seperti yang juga direkomendasika ole Prof.
Manalu dalam presentasinya di Seminar Nasional Plagiarisme di
Universitas Binus. Namun, terdapat tantangan cukup berat mengadapi upaya
penegakkan aturan dan uU misalnya ada kasus di beberapa perguruan
tinggi yang tenaga akademiknya pernah terlibat kasus plagiarisme dan
telah dijatuhi sangsi administratif yang cukup berat telah menggugat
Rektornya. Dalam beberapa kasus gugatan di PTUN, cukup mengejutka
karena gugatan itu sering diimenangkan oleh dosen yang telah dinyatakan
tersangka melakukan plagiat.