Minggu, 24 November 2013

PERSPEKTIF HUBUNGAN AUSTRALIA INDONESIA DI TENGAH KETEGANGAN

Oleh: Mochtar Marhum

Dalam konteks sejarah Kemaritiman dan Kelautan jauh sebelum terbentuknya Republik Indonesia Hubungan Australia dengan pelaut-pelaut Bugis Makassar telah terjalin. Ketika pertama kali pelaut Bugis Makassar menginjakkan kakinya di negeri Kangguru tersebut sekitar awal tahun 1640 atau jauh sebelum armada pelaut-pelaut Inggris datang ke Australia dan mendirikan koloni pertamanya di Sydney Cove dan New Castle pada abad ke 18. Kisah pelayaran pelaut-pelaut asal Sulawesi Selatan ini juga dapat dibaca dalam buku berjudul A Voyage to Marege. Pada sekitar tahun 1870 Sejarah jalinan kerjasama Australia-Indonesia berlanjut namun dalam versi yang berbeda. Pada waktu itu ada sekitar 1000 warga asal Nusantara ini dipekerjakan di perkebunan tebu di negara bagian Queensland dan di Australia Bagia Barat. Namun, setelah diberlakukannya kebijakan White Policy, kebanyakan dari pekerjaan asal nusantara ini balik ke tanah air tapi ada juga sebagian yang tetap tinggal di Australia dan mereka adala penyelam pencari Mutiara.

Sebenarnya hubungan mesra ke dua negara bertetangga ini juga terlihat  ketika Australia menjadi salah satu negara sahabat yang mendukung penuh kemerdekaan Republik Indonesia di awal fase deklerasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tercatat dalam sejarah kemerdekaan bahwa rakyat Australia dalm hal ini buruh-buruh dan pekerja-pekerja pelabuhan di Australia pernah membantu Indonesia dengan cara memboikot kapal-kapal perang serdadu Belanda yang akan memuat kebutuhan tentara Belanda peralatan amunisi dan berbagai kebutuhan lainnya yang rencana akan dibawa menuju ke Indonesia. Ketika terjadi ketegangan di Badan keamanan PBB menyangkut masalah Indonesia dan Belanda tanggal 30 Juli 1947, Australia mendukung Indonesia dan mengkritik keras Belanda dengan menuduh Belanda sebagai penghianat perdamaian.

Menurut fakta dan angka hubungan kerjasama Australia dan Indonesia dalam bidang perdagangan antara tahun 2011-2012 tercatat mencapai angka 14.9 Milyar Dolar Australia atau terjadi peningkatan sekitar 8,3 % dari tahun sebelumnya. Melalui Lombok Treaty hubungan kerja sama Pemerintah di bidang Pendidikan dan Pertahanan makin berkembang. Jalinan kerjasama ke dua negara bertetangga dekat makin intens karena  Australia dan Indonesia masuk dalam Organisasi negara G20, Forum Regional ASEAN dan Perjanjian Perdagangan Bebas Australia-New Zealnd-ASEAN.

Indonesia menerima bantuan pembangunan dari Australia senilai 541.6 Juta Dolar Australia pada tahun 2012-2013.Namun tentu harus pula diakui  bahwa hubungan kerjasama bilateral Indonesia-Australia sejak dulu sampai sekarang tidak bisa dipungkiri sering mengalami kendala dan masalah. Hubungan kerjasama sering mengalami pasang surut (Ups and downs). Ketegangan kerap terjadi di tingakat pemerintahan (Government to Governement) tapi sering juga hubungan people to people kelihatan tetap baik terutama dalam konteks pertukaran kebudayaan, pendidikan dan kerjasama perdagangan.

Di tengah-tengah hubungan mesra kerjasama Australia-Indonesia kerap terjadi suka dan duka dan  pasang surut hubungan Indonesia Australia telah tercatat beberapa masalah dan kendala antara lain:  Kasus terbunuhnya wartawan Australia yang dikenal dengan kasus Balibo; Lepasnya Timor-timor pasca jejak pendapat; Kasus Bom Bali Satu dan Bom Bali Dua;  Kasus Bomb Kedubes Australia; Kasus Corby, kasus people smugling dan yang terkahir kasus penyadapan. Sebaliknya hubungan erat terjalin ketika adanya kerjasama untuk menanggulangi kasus terorisme, people smugling. Demikian juga hubungan erat terus terpelihara melalui program kerjasama dalam berbagai bidang seperti kerjasama di bidang militer, perdagangan,  pendidikan dan kebudayaan termasuk program Pertukaran Pemuda Australia-Indonesia yang telah berlangsung cukup lama.

Dari perspektif kerjasama di bidang pendidikan pada tahun 2011 tercatat ada 17.000 mahasiswa dan pelajar Indoensia yang belajar di berbagai tingkatan pendidikan dari pendidikan Menegah umum, sekolah kejuruan dan perguruan Tinggi. Australia menyediakan beasiswa Australian Awards Scholarships yang dulu dikenal dengan nama Beasiswa AIDAB, ASTAS dan ADS. Setiap tahun  disediakan sebanyak 300 besiswa dan kuota beasiswa program pascasrjana terus ditambah jumlahnya dari priode ke priode. Tawaran beasiswa Australia kepada mahasiswa Indonesia untuk belajar di Australia sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1960an dengan nama beasiswa Colombo Plan. Ada lebih dari 10.000  alumni Australia yang sempat belajar di peguruan tinggi Australi disponsori oleh Beasiswa Australia bekerjasama dengan pemerintah Indonesia. Para alumni disebutkan tadi termasuk Wapres Boedion, Menlu Marti Natalegawa, Menkeu Chatib Basri, Wamen Denny Indrayana dan Politisi PAN, Dradjad Wibowo dan Bima Arya dan banyak lagi tokoh Indonesia yang pernah belajar di Australia.

Mulai dekade 90 sampai sekarang minat warga Indonesia belajar di Australia terus meningkat menyaingi destinasi negara-negara barat lainnya yang dulu pernah menjadi destinasi paling populer bagi calon mahasiswa Indonesia yang akan belajar ke luar negeri seperti Amerika, Jepang dan Eropa. Dalam dekade terkahir ini jumlah intelektual, scientist, analist dan pengamat yang sering tampil sebagai nara sumber dalam dialog di berbagai media massa kebanyakan juga berasal dari alumni Australia yang mana dulu  lebih banyak didominasi oleh alumni Amerika dan Eropa.

Pada tahun 2011 ada 455 mahasiswa asal Australia belajar di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Gajamada, Universitas Muhammadiyah Malang dan Unika Atmajaya,  melalui Program The Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies disingkat  ACICIS program ini pertama dicetuskan di Universitas Murdoch Australia Barat pada tahun 1994.Banyak sekolah dan perguruan tinggi di Australia yang mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia. Antara tahun 1994 dan 2002 program pelajaran Bahasa Indonesia didanai oleh Pemerintah PM Paul Keating dan PM John Howard melalui program pelajaran bahasa-bahasa Asia dan peminatnya bertambah dua kali lipat. Program yang sama juga diterapkan oleh Pemerintahan PM Kevin Rudd dan PM Julia Gillard antara tahun 2007 dan 2012. Namun, sejak tahun 2001 sampai tahun 2010 jumlah pendaftar untuk pelajaran bahasa Indonesia trendnya menurun sampai 40%. Kini Pemerintah Australia menganggap pelajaran bahasa Indonesia sangat strategis. Melalui The 2012 Australia in the Asian Century white paper diekomendasikan agar semua pelajar dan mahasiswa Australia memiliki akses untuk pembelajaran Bahasa-Bahasia Asia terutama Bahasa Indonesia, Bahasa Hindi (India), Bahasa Jepang dan Bahasa Mandarin.


PENULIS:
1.Ex- aktivist Perhimpunan Mahasiswa/Pelajar Indonesia (PPIA) di Australia 1997-2003.
2. Alumni PhD (2006) dan Masters (1998), Flinders University, South Australia.
3. Duta Alumni Australia (Alumni Ambassador) dan Alumni Reference Group (ARG) 2007- Sekarang
4.  Ex-Peserta Pertukaran Pemuda Indonesia Australia 1988/1989.Powered
by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar