Selasa, 21 Mei 2013

PETA ALUMNI LUAR NEGERI: ANTARA PENGABDIAN DAN TANTANGAN Oleh: Mochtar Marhum, Australian Alumni Ambassador

Dari perspektif sejarah dan kiprah elit-elit Indonesia yang pernah belajar di luar negeri sebelum masa kemerdekaan dapat dikatakan sejak jaman dahulu kala telah ada sejumlah pemuda Indonesia yang sempat mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri khususnya di negeri Belanda.

Di zaman Orde lama tidak sedikit  pemuda-pemuda Indonesia yang potensial sempat dikirim ke luar negeri dan belajar di beberapa perguruan tinggi di Uni Soviet, Eropa Timur dan China. Namun, pasca terjadinya tragedi politik di Era tahun 1960-an, pemuda-pemuda Indonesia yang sangat potensial tersebut ada yang terpaksa tidak bisa kembali ke tanah air tapi harus mencari suaka politik. Ada banyak juga yang mengalami nasib kurang  beruntung dan terkatung-katung di luar negeri.  Ada yang menjadi orang yang tidak berkwarganegaraan (stateless). Kisah sedih sejumlah mantan pelajar (mahasiswa) Indonesia yang pernah belajar di Eropa Timur yang tidak bisa kembali ke Indonesia saat itu karena terjadinya revolusi telah dimuat di beberapa media nasional belum lama ini.

Di Zaman Orde baru, cukup banyak pemuda-pemuda dan elit Orde Baru yang dikirim ke luar negeri dan belajar terutama di sejumlah perguruan tinggi di Amerika Utara Eropa Barat, Jazirah Arab (Arab World) atau Timur Tengah dan Jepang. Di Zaman Rezim Orde Baru dulu ada jargon Mafia Barkley di mana sejumlah elit-elit di Kabinet Rezim Soeharto khususnya yang membidangi Ekonomi dan keuangan tergabung dalam kelompok elit yang pernah belajar di Amerika. Namun, dekade 1990-an atau Pasca reformasi peta alumni luar negeri sedikit bergeser dari Amerika Utara dan Eropa ke Australia (Oceania) dan Jepang (Asia).

Dalam dua dekade terakhir ini, Australia menjadi perguruan tinggi favorit dan terus menjadi primadona untuk pilihan studi ke luar negeri. Australia telah menjadi pilihan destinasi studi bagi warga negara Indonesia karena Australia dianggap salah satu negara maju yang stabil, aman dan relatif dekat dari Indonesia. Mutu pendidikan tinggi di Australia juga dapat dikatakan relatif sama dengan perguruan tinggi yang ada di Eropa, Jepang dan Amerika Utara.

Setiap tahun Australia menawarkan cukup banyak kuota beasiswa untuk belajar pada tingkat program pascasarjana di seluruh perguruan tinggi di Australia. Beasiswa Australia merupakan beasiswa luar negeri dalam bentuk hibah (grant) alias bukan utang luar negeri (bukan loan). Pemerintah Australia setiap tahun menyediakan sekitar 500-an beasiswa kepada calon-calon mahasiswa penerima (recepients) dari negara-negara sahabat di Asia Pacifik (Ocenia) dan Afrika.

Tidak sedikit alumni Australia yang telah memiliki posisi penting dan profesi yang terhormat di tanah air katakan mulai dari profesi pengamat politik, Rektor perguruan tinggi ternama, Wakil Menteri, Menteri Kabinet dan Wapres RI sekarang. Sejak Zaman Orde Baru posisi Menteri Kabinet, Sekjen dan Dirjen banyak yang didominasi alumni luar negeri asal dari perguruan tinggi Amerika dan Eropa Barat. Namun, dengan terus bertambahnya jumlah pemuda dan elit-elit Indonesia yang melirik akses pendidikan tinggi di negeri Kangguru telah membuka peluang bertambahnya jumlah alumni perguruan tinggi luar negeri asal negeri Kangguru di Indonesia. Dulu posisinya pernah di dominasi oleh alumni Amerika dan Eropa.
Namun, harus pula dipahami bahwa majoritas warga Indonesia yang menuntut ilmu ke luar negeri bukan memiliki tujuan, niat dan ambisi untuk merebut posisi tertinggi dalam Rezim pemerintahan di negeri ini tapi kalaupun ada yang dipercayakan menduduki posisi penting dalam pemerintahan sebagai penyelenggara negara misalnya ini merupakan penghargaan atau reward atas  prestasi terbaik yang telah mereka persembahkan.

Namun juga harus diakui bahwa ada tantangan klasik yang cukup berat bagi alumni luar negeri khususnya yang pernah belajar di negara-negara Barat (Western World) terutama ketika mereka terpilih atau diangkat sebagai penyelenggara negara atau penentu kebijakan (Policy Makers) di negeri ini. Tantangan itu makin berat dan sulit jika mereka tidak punya basis masa pendukung dan tidak punya kepercayaan diri.

Tak dapat disangkal lagi bahwa alumni dari pendidikan tinggi di negara barat sering dicurigai sebagai antek-antek Barat yang pro-demokrasi dan mendukung paham Kapitalisme. Kelompok yang menentang elit-elit pemerintahan yang alumni perguruan tinggi dari negara barat kebanyakan adalah kelompok yang anti Demokrasi dan penentang paham Kapitalisme. Kebanyakan mereka adalah kelompok gerakan Pro-Khilafah dan kelompok pendukung gerakan Sosialisme yang jumlah populasinya relatif kecil tapi gaungnya kedengaran mulai membesar.

Penunjukkan Chatib Basri, Ekonom dan akademisi UI jebolan Australian National University (ANU) sebagai Menteri Keuangan RI menjadi sorotan media Nasional dan Internasional. Walaupun nanti periode jabatan Menkeu yang disandang Chatib Basri relatif singkat, perlu diplototi bersama apakah akan ada terobosan baru dan perubahan di negeri ini yang terus masih mengalami krisis kepercayaan dan pertumbuhan ekonomi yang paradoks atau bahkan sebaliknya. Chatib Basri harus mampu menjawab tantangan tertutama dengan isu kebijakan Fiskal atau isu kebijakan pencabutan Subsidi BBM yang mendapat tantangan dan telah menjadi trending topik di media sosial dan media konvensional. Situasi ekonomi-keungan di tahun politik dan jelang Pemilu ini cukup berat dirasakan. Dan yang jelas bangkit atau bangrutnya negara ini sangat ditentukan oleh kita semua sebagai pelaksana constituent dan stakeholders pembangunan. Negara akan maju sesuai harapan kita jika penyelenggara negara dan penduduk di negara ini bisa berjalan harmonis. Rakyat percaya pemerintah dan mendukung program pembangunan. Transparansi dan akuntabilitas publik harus terus dilkasanakan . Fungsi pengawasan dan penegakkan hukum harus lebih ditingkatkan dan terus mendapat perhatian jika kita ingin menjadi bangsa yang maju, berwibawa dan dihormati di mata internasional.
 
Penunjukkan Chatib Basri sebagai Menteri Keuangan yang baru merupakan pertimbangan yang matang dari Rezim pemerintahan SBY setelah mendapat pertimbangan yang cukup lama dan penuh kehati-hatian terutama dari orang dekat SBY. Penunjukkan Chatib Basri sebagai Menkeu yang baru akhirnya menjawab teka-teki setelah sempat tersiar kabar bahwa Presiden telah menunjuk Drajda Hari Wibowo, politisi PAN sebagai Menkeu yang baru.

Chatib Basri yang saat ini menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman modal adalah seorang ekonom (Akademisi UI) dan sebelumnya telah digadang-gadang sebagai salah satu kandidat Menkeu dari latar belakang teknokrat (Non-politisi) yang paling potensial disamping dua lainnya termasuk Dradjad Hari Wibowo, wakil ketua umum PAN juga sempat diberitakan media telah ditunjuk oleh Presiden SBY sebagai Menkeu baru tapi akhirnya kenyataan itu berbalik.

Chatib Basri dan Dradjad Hari Wibowo merupakan dua alumni Australia yang sukses meniti karirnya di bidangnya masing-masing. Chatib Basri menyelesaikan Masters dan Program Doktor (PhD) dalam bidang Ekonomi dari Australian National University (ANU) dan Dradjad Hari Wibowo juga menyelesaikan program Masters dan PhD dari University of Queensland, Australia juga dalam bidang Ekonomi.

Mewakili teman-teman alumni Australia, kami ingin mengucapkan Selamat dan Sukses kepada Chatib Basri, PhD. Yang telah ditunjuk secara resmi oleh Presiden SBY sebagai Menteri Keungan yang baru menggantikan Agus Marto Wardoyo dan dijadwalkan dilantik hari ini. Semoga sukses menjalankan amanah yang muliah sesuai harapan kita semua
"Good on you mate".

(Penulis, Alumni Masters dan PhD, Flinders University, Australia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar