Dari
perspektif sejarah dan kiprah elit-elit Indonesia yang pernah belajar
di luar negeri sebelum masa kemerdekaan dapat dikatakan sejak jaman
dahulu kala telah ada sejumlah pemuda Indonesia yang sempat mengenyam
pendidikan tinggi di luar negeri khususnya di negeri Belanda.
Di
zaman Orde lama tidak sedikit pemuda-pemuda Indonesia yang potensial
sempat dikirim ke luar negeri dan belajar di beberapa perguruan tinggi
di Uni Soviet, Eropa Timur dan China. Namun, pasca terjadinya tragedi
politik di Era tahun 1960-an, pemuda-pemuda Indonesia yang sangat
potensial tersebut ada yang terpaksa tidak bisa kembali ke tanah air
tapi harus mencari suaka politik. Ada banyak juga yang mengalami nasib
kurang beruntung dan terkatung-katung di luar negeri. Ada yang menjadi
orang yang tidak berkwarganegaraan (stateless). Kisah sedih sejumlah
mantan pelajar (mahasiswa) Indonesia yang pernah belajar di Eropa Timur
yang tidak bisa kembali ke Indonesia saat itu karena terjadinya revolusi
telah dimuat di beberapa media nasional belum lama ini.
Di Zaman
Orde baru, cukup banyak pemuda-pemuda dan elit Orde Baru yang dikirim ke
luar negeri dan belajar terutama di sejumlah perguruan tinggi di
Amerika Utara Eropa Barat, Jazirah Arab (Arab World) atau Timur Tengah
dan Jepang. Di Zaman Rezim Orde Baru dulu ada jargon Mafia Barkley di
mana sejumlah elit-elit di Kabinet Rezim Soeharto khususnya yang
membidangi Ekonomi dan keuangan tergabung dalam kelompok elit yang
pernah belajar di Amerika. Namun, dekade 1990-an atau Pasca reformasi
peta alumni luar negeri sedikit bergeser dari Amerika Utara dan Eropa ke
Australia (Oceania) dan Jepang (Asia).
Dalam dua dekade
terakhir ini, Australia menjadi perguruan tinggi favorit dan terus
menjadi primadona untuk pilihan studi ke luar negeri. Australia telah
menjadi pilihan destinasi studi bagi warga negara Indonesia karena
Australia dianggap salah satu negara maju yang stabil, aman dan relatif
dekat dari Indonesia. Mutu pendidikan tinggi di Australia juga dapat
dikatakan relatif sama dengan perguruan tinggi yang ada di Eropa, Jepang
dan Amerika Utara.
Setiap tahun Australia menawarkan cukup
banyak kuota beasiswa untuk belajar pada tingkat program pascasarjana di
seluruh perguruan tinggi di Australia. Beasiswa Australia merupakan
beasiswa luar negeri dalam bentuk hibah (grant) alias bukan utang luar
negeri (bukan loan). Pemerintah Australia setiap tahun menyediakan
sekitar 500-an beasiswa kepada calon-calon mahasiswa penerima
(recepients) dari negara-negara sahabat di Asia Pacifik (Ocenia) dan
Afrika.
Tidak sedikit alumni Australia yang telah memiliki
posisi penting dan profesi yang terhormat di tanah air katakan mulai
dari profesi pengamat politik, Rektor perguruan tinggi ternama, Wakil
Menteri, Menteri Kabinet dan Wapres RI sekarang. Sejak Zaman Orde Baru
posisi Menteri Kabinet, Sekjen dan Dirjen banyak yang didominasi alumni
luar negeri asal dari perguruan tinggi Amerika dan Eropa Barat. Namun,
dengan terus bertambahnya jumlah pemuda dan elit-elit Indonesia yang
melirik akses pendidikan tinggi di negeri Kangguru telah membuka peluang
bertambahnya jumlah alumni perguruan tinggi luar negeri asal negeri
Kangguru di Indonesia. Dulu posisinya pernah di dominasi oleh alumni
Amerika dan Eropa.
Namun, harus pula dipahami bahwa majoritas warga
Indonesia yang menuntut ilmu ke luar negeri bukan memiliki tujuan, niat
dan ambisi untuk merebut posisi tertinggi dalam Rezim pemerintahan di
negeri ini tapi kalaupun ada yang dipercayakan menduduki posisi penting
dalam pemerintahan sebagai penyelenggara negara misalnya ini merupakan
penghargaan atau reward atas prestasi terbaik yang telah mereka
persembahkan.
Namun juga harus diakui bahwa ada tantangan klasik
yang cukup berat bagi alumni luar negeri khususnya yang pernah belajar
di negara-negara Barat (Western World) terutama ketika mereka terpilih
atau diangkat sebagai penyelenggara negara atau penentu kebijakan
(Policy Makers) di negeri ini. Tantangan itu makin berat dan sulit jika
mereka tidak punya basis masa pendukung dan tidak punya kepercayaan
diri.
Tak dapat disangkal lagi bahwa alumni dari pendidikan
tinggi di negara barat sering dicurigai sebagai antek-antek Barat yang
pro-demokrasi dan mendukung paham Kapitalisme. Kelompok yang menentang
elit-elit pemerintahan yang alumni perguruan tinggi dari negara barat
kebanyakan adalah kelompok yang anti Demokrasi dan penentang paham
Kapitalisme. Kebanyakan mereka adalah kelompok gerakan Pro-Khilafah dan
kelompok pendukung gerakan Sosialisme yang jumlah populasinya relatif kecil tapi
gaungnya kedengaran mulai membesar.
Penunjukkan Chatib Basri,
Ekonom dan akademisi UI jebolan Australian National University (ANU)
sebagai Menteri Keuangan RI menjadi sorotan media Nasional dan Internasional.
Walaupun nanti periode jabatan Menkeu yang disandang Chatib Basri
relatif singkat, perlu diplototi bersama apakah akan ada terobosan baru
dan perubahan di negeri ini yang terus masih mengalami krisis
kepercayaan dan pertumbuhan ekonomi yang paradoks atau bahkan
sebaliknya. Chatib Basri harus mampu menjawab tantangan tertutama dengan isu
kebijakan Fiskal atau isu kebijakan pencabutan Subsidi BBM yang mendapat
tantangan dan telah menjadi trending topik di media sosial dan media konvensional. Situasi ekonomi-keungan di tahun politik dan jelang Pemilu ini cukup berat dirasakan. Dan yang jelas bangkit atau
bangrutnya negara ini sangat ditentukan oleh kita semua sebagai
pelaksana constituent dan stakeholders pembangunan. Negara akan maju
sesuai harapan kita jika penyelenggara negara dan penduduk di negara ini
bisa berjalan harmonis. Rakyat percaya pemerintah dan mendukung program
pembangunan. Transparansi dan akuntabilitas publik harus terus
dilkasanakan . Fungsi pengawasan dan penegakkan hukum harus lebih
ditingkatkan dan terus mendapat perhatian jika kita ingin menjadi bangsa
yang maju, berwibawa dan dihormati di mata internasional.
Penunjukkan
Chatib Basri sebagai Menteri Keuangan yang baru merupakan pertimbangan
yang matang dari Rezim pemerintahan SBY setelah mendapat pertimbangan
yang cukup lama dan penuh kehati-hatian terutama dari orang dekat SBY.
Penunjukkan Chatib Basri sebagai Menkeu yang baru akhirnya menjawab
teka-teki setelah sempat tersiar kabar bahwa Presiden telah menunjuk
Drajda Hari Wibowo, politisi PAN sebagai Menkeu yang baru.
Chatib
Basri yang saat ini menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman modal
adalah seorang ekonom (Akademisi UI) dan sebelumnya telah
digadang-gadang sebagai salah satu kandidat Menkeu dari latar belakang
teknokrat (Non-politisi) yang paling potensial disamping dua lainnya
termasuk Dradjad Hari Wibowo, wakil ketua umum PAN juga sempat
diberitakan media telah ditunjuk oleh Presiden SBY sebagai Menkeu baru
tapi akhirnya kenyataan itu berbalik.
Chatib Basri dan Dradjad
Hari Wibowo merupakan dua alumni Australia yang sukses meniti karirnya
di bidangnya masing-masing. Chatib Basri menyelesaikan Masters dan
Program Doktor (PhD) dalam bidang Ekonomi dari Australian National
University (ANU) dan Dradjad Hari Wibowo juga menyelesaikan program
Masters dan PhD dari University of Queensland, Australia juga dalam
bidang Ekonomi.
Mewakili teman-teman alumni Australia, kami
ingin mengucapkan Selamat dan Sukses kepada Chatib Basri, PhD. Yang
telah ditunjuk secara resmi oleh Presiden SBY sebagai Menteri Keungan
yang baru menggantikan Agus Marto Wardoyo dan dijadwalkan dilantik hari
ini. Semoga sukses menjalankan amanah yang muliah sesuai harapan kita
semua
"Good on you mate".
(Penulis, Alumni Masters dan PhD, Flinders University, Australia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar