Isu kasus plagiarisme akhir-akhir ini semakin menjadi sorotan global dan
Nasional. Dari perspektif Global kasus plagiat belum lama ini sempat
menjadi sorotan dunia.
Sejumlah media Internasional melaporkan
kasus yang menghebohkan masyarakat akademis dunia dengan pemberitaan tentang
Mentri pendidikan Jerman yang terlibat kasus plagiat. Dilaporkan bahwa sebagian
content Tesis/Disertasi PhD nya bu Mentri 30 tahun lalu ketika menyelesikan program Doktornya di salah satu universitas ternama ternyata mengandung karya orang lain dan tidak dilakukan pengutipan sebagaimana menurut aturan atau pedoman penulisan karya ilmiah yang baku dan tentu telah melanggar aturan tetnag kejujuran akademis (Academic Honesty) yang juga termuat dalam statuta Univeristas
dan kebijakan pendidikan tinggi di Jerman. Demikian juga pada tahun 2011 lalu kasus yang sama
pernah menimpa mentri Pertahanan Jerman yang dinyatakan terlibat kasus Plagiat
karya ilmiah dalam tesis program Doktor (PhD). Kedua pejabat tinggi negara itu sempat menyangkal atas sejumlah tuduhan kasus plagiarisme tapi pada akhirnya sejumlah bukti yang cukup kuat tentu menghentikan upaya pembelaan diri mereka dari kasus ketidakjujuran akademis tersebut. Saya sempat menyaksikan berita tentang kasus plagiat ini di
TV EuroNews saat pertama kali media Jerman melaporkannya. Juga beberapa
tahun yang lalu seorang guru besar dari universitas ternama di negara
bagian Victoria Australia terlibat kasus Plagiat dari karya ilmiah
mahasiswa bimbingannya.
Dalam konteks nasional di tanah air,
kasus plagiat juga telah menjadi konsumsi dan komoditas media masa dan
media sosial. Beberapa waktu lalu seorang wartawan senior kompas dengan initial AP, yang menyelesaikan
Program Doktor di FISIP UGM terpaksa mengalami pengalaman buruk setelah ditarik kembalik gelar Doktornya
karena ditemukan sejumlah bukti ternyata sebagian besar content disertasi
Doktornya mengandung karya hasil penelitian seorang mahasiswa yang telah
lama selesai sebelumnya. Ada juga kasus seorang guru besar yang juga merupakan politisi kawakan di Sulawesi Tengah pada waktu itu sempat dilaporkan oleh seorang aktivis LSM senior dan juga merupakan akademisi yang cukup vocal.Guru besar tersebut dilaporkan terindikasi terlibat kasus plagiat kaena
menjiplak sebuah makala dari seorang pejabat di salah satu Kementrian. Kasus lain yang juga paling menghebohkan ketika seorang guru besar dari salah satu PTS ternama
di Bandung yang juga alumni dari satu univeristas di Australia
dilaporkan terlibat kasus plagiat. Yang bersangkutan dinyatakan telah
menjiplak sebuah artikel karya asli seorang akademisi Austrlia yang artikelnya
pernah dimuat di Koran Sydney Morning Herald. Senat Universitas tempat
si Profesor tersebut lalu bersidang dan memutuskan pencabutan gelar Guru
Besar beliau dan sekaligus mencopotnya dari jabatan Deputi Rektor bidang
Akademik. Oknum yang bersangkutan termasuk salah satu alumni yang mendapat
gelar the rising star karena karir akademisnya meroket dan bahkan sempat
diberikan pernghargaan alumni Australia terbaik. Juga kasus yang
menghebohkan adalah kasus di mana seorang guru besar di salah satu PTN
di Sumatra yang pada saat itu menjabat Rektor ditemukan terlibat kasus
plagiat dari karya sebuah buku yang merupakan jiplakan karya asli dari
seorang Marinir. Jabatan fungsional akademis paripurna Profesor (Guru
Besar) beliau dicabut dan diturunkan pangkat fungsional dari Guru Besar
menjadi Lektor Kepala.
Kasus plagiat juga diberitakan terjadi di
salah satu universitas terbesar di Makassar di mana sejumlah dosen yang
mengusulkan jabatan Guru Besar, karya ilmiah dalam bentuk jurnal Internasional dari luar negeri tapi setelah dilakukan pengecekan dan verifikasi tempat di mana jurnal itu terbit, dikabrkan ternyata ada indikasi bahwa lokasi penerbitan jurnal itu fiktif. Akibatnya Dijtjen Dikti Kemntrian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sangsi
administratif Kolektif berupa tindakan semacam kebijakan moratorium
penundaan/penghentian sementara usulan guru besar dari univerisitas yang
bersangkutan. Beberapa tahun lalu ketika kebijakan terkahir Kementrian
Pendidikan yang masih memberikan kesempatan terkahir untuk tenaga akademisi
yang masih bergelar S2 untuk mengusul ke pangkat Guru Besar, puluhan dosen
pengusul Guru besar terindikasi memiliki karya ilmiah yang merupakan hasil plagiat.
Kasus plagiat yang banyak terjadi berupa Jurnal Fiktif (Jurnal Bodong)
yang mana setelah di cek kantor penerbit jurnal tersebut di luar negri
Fiktif. Ada juga kasus scan karya ilmiah orang lain dan diganti dengan
nama dan identitas si plagiator aligator..hehehehehe..di tingkat sekolah
menengah sejumlah guru yang mengajukan persyaratan untuk sertifikasi
guru terindikasi memiliki karya Ilmiah hasil plagiat.
Walaupun
Indonesia telah memiliki payung hukum dalam bentuk instrumen kebijakan
UU Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk melindungi kekayaan intelektual atau hasil karya seseorang (intelektual
property) atau semacam copy rights atau hak pantent, kasus plagiat masih tetap dianggap masih sebgai kasus yang cukup rentant terjadi karena UU HAKI disinyalir masih belum mampu
diterapkan secara lebih efektif. Ditjen Dikti kementiran Pendidikan dan
Kebudayaan telah mengeluarkan kebijakan dan sangsi yang berat bagi
pelaku plagiarisme. Misalnya dewasa ini untuk pengusulan kenaikan pangkat
akademis ke Lektor Kepala dan Guru Besar bagi tenaga akademisi di
Perguruan Tinggi persyaratannya sangat berat dan ketat serta disertai ancaman
sangsi akademis dan administratif yang cukup berat jika ditemukan terdapat kasus
plagiat.
Beberapa waktu yang lalu sejumlah dosen di salah satu
perguruan tinggi menyatakan kekhawatiran mereka stelah ada dari mereka
yang menyatakan bahwa mereka pernah menerbitkan artikel ilmiah mahasiswa
bimbingannya tanpa mencantumkan nama eks-mahasiswa mereka
(Co-Authorship) atau tanpa pemberitahuan atau izin dari mahasiswa
eks-bimbingannya. Banyak dosen yang bergelar Guru Besar dan Lektor
Kepala terus merasa was-was dan khawatir kalau-kalau satu satu waktu kemungkinan
karya ilmiah yang pernah mereka terbitkan dan ajukan untuk pengusulan guru besar terindikasi karya hasil plagiat.
Saya
teringat pernyataan salah seorang Guru Besar ternama dari Universitas
Harvard Amerika Serikat menyangkut kasus plagiat. Beliau katakan, karya
tulis ilmiah yang ideal atau jauh dari aroma isu plagiarisme adalah karya
ilmiah yang merupakan ide asli atau gagasan dan argumentasi akademis
asli dari seorang penulis atau peneliti. Terkait dengan statement pak
Profesor di atas tentu masyarakat sivitas akademika juga turut
perihatin dengan maraknya isu kasus pembuatan Skripsi/Tesis mahasiswa yang dilakukan oleh alumni
atau dosen di beberapa pergurun tinggi yang dikenal dingan plesetan
karya home industry atau mafia pembuatan skripsi atau Tesis...hehehehehehe. Kasus ini sudah tidak asing lagi dan
sering dilaporkan di sejumlah media. Namun, untuk menggugat kasus ini
secara akademis dan administratif kayaknya belum dianggap urgen dan
signifikan padahal kasus ini sangat merugikan dunia akademis dan bisa
merusak karakter bangsa terutama generasi muda kalangan intelektual,
pelajar, mahasiswa, peneliti, akademisi dan pembuat kebijakan (policy
makers/Decison Makers) yang pernah menimbah ilmu di perguruan tinggi.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Blogger on Social and Humanities Issues and Alumni Ambassador of Australia Awards Scholarships
Tidak ada komentar:
Posting Komentar