Senin, 23 Juli 2012

WACANA PENGATURAN VOLUME SUARA AZAN MASJID

Belum lama ini Wapres Boediono dan mantan Wapres Jusuf Kalla mengeluarkan wacana pengaturan volume azan Masjid karena dilaporkan bahwa sejumlah Masjid di Indonesia memutar suara Azan sangat keras dan ada yang kurang tertibkurang tertib.

Saya awali tanngapan saya ini dengan kisah berbentuk Joke yang saya kutip dari seorang Imam Masjid di Kelurahan Tondo Palu Timur ketika beliau menyampaikan ceramahnya. Beliau menceritakan sebuah joke. Suatu hari ada seorang Saudagar kaya di sebuah kampung. Kebetulan kampung itu belum memiliki listrik dan Azan masjid selalu mengandalkan pengeras suara yang powernya berasal dari aki. 

Suatu hari aki di Masjid itu lowbet (suak) sehingga suara Azan di Masjid itu kedengaran kurang bagus. Pengurus masjid meminta kepada Jemaah untuk mau menyumbangkan dana pembeli aki baru agar suara Azan di Masjid itu kedengaran lebih nyaring dan bagus. Seorang saudagar kaya yang terkenal pelit di kampung itu enggan menyumbang tapi setelah dibujuk-bujuk oleh istrinya akhirnya dia mau juga menyumbang dalam bentuk aki baru dengan catatan agar kontribusi sumbangannya yang cukup besar itu akan diumumkan di Masjid pada hari Jumat. Namun, apa yang terjadi ternyata pada saat pengumuman sumbangan Masjid, nama beliau justru tidak pernah disebut walaupun beliau telah membelikan Aki baru untuk Masjid minggu lalu. Justru Yang hanya diumumnkan adalah sumbangan perorangan dalam bentuk uang yang jumlahnya relatif kecil. Akhirnya, si saudagar tadi minta supaya dia yang melakukan Azan di Masjid. Ketika tiba giliran Azan si Saudagar tadi maju di dekat podium dan melakukan Azan. 

Namun, ternayata si saudagar tadi punya niat lain yaitu dia melakukan azan dan merubah bait azan sesuai dengan bait yang dia inginkan agar supaya dia mampu menyampaikan niatnya yaitu semua jemaah akan tahu bahwa dialah satu-satunya penyumbang aki baru. Dan akhirnya dia merubah bait Azan bukan "Allahu Akbar..Allahu Akbar" tapi dia rubah menjadi "Allahu Akibaru...Allahu Akibaru"...semua yang mendengar pada heran tapi akhinya pengurus mesjid sadar dan langsung ingat bahwa ada sumbangan akibaru dari saudagar kaya di kampung itu yang belum diumumkan. Kisa joke tadi mengingatkan kita bahwa dengan teknologi yang sangat sederhana dulu ketika listrik PLN belum masuk ke kampung-kampung, warga Muslim sudah lebih kreatif dan bahkan menggunakan aki agar supaya suara Azan di Masjid bisa didengar oleh jemaah yang tinggal di kampung. Dan teknolgi sederhana ini samapai sekarang masih digunakan di Masjid-masjid dan Musallah di kampung-kampung dan tidak ada warga yang protes walaupun suara Azan menjadi kurang bagus karena aki lowbet tapi justru ada yang protes ketika nama penyumbang tidak diumukan di depan publik jemaah.

Di negara-negara Majoritas berpenduduk Muslim seperti di Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Suara Azan dengan Volume yang sangat keras sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Dan suara Azan merupakan panggilan kepada semua umat Muslim untuk melakukan kewajiban Sholat. Di Saudi Arabia dan beberapa negara Muslim di Timur Tengah ketika Suara Azan berkumandang semua umat Muslim langsung menghentikan aktivitas rutinnya dan wajib melakukan sholat setelah Azan berkumandang. Namun, di beberapa negara yang penduduknya majoritas Muslim dan negaranya mulai sekuler, bunyi azan sudah hampir tidak kedengaran. Dan pemandangan seperti ini bisa disaksikan di negara-negara berpenduduk Majoritas Muslim tapi sekuler seperti di Turkey dan beberap negara berpenduduk Muslim terbesar di negara ex-Uni Soviet. Demikian juga di kota-kota Metro Politan di Asia Tenggara seperti di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, masyarakat hampir tidak pernah mendengar suara Azan berkumandang di udara. 

Wacana pengaturan volume azan di Masjid sudah disampaikan oleh wapres Boediono beberapa bulan lalu dan sekarng pak Wapres Jusuf Kalla kembali menegaskan rencana yang sama yaitu rencana mengatur volume Azan Masjid. Maaf isu ini mungkin di kalangan kelompok Islam Moderat dan Islam Liberal serta kaum Non-Muslim biasa-biasa saja bahkan ada dari kelompok tersebut mungkin 100 % mendukung wacana dan rencana pak Boediono dan Pak JK. Namun, kelompok Islam garis keras dan kelompok fanatik mungkin akan bereaksi keras seperti dalam laporan beberapa media surat kabar dana Majalah Islam yang cetak dan On line. 

Telah lama sejak ditemukan teknologi pengeras suara dan digunakan di Masjid-masjid dan Musalah seluruh Nusantara tapi tidak pernah ada reaksi keras dalam bentuk protes untuk mengatur volume azan di Masjid. Justru yang pernah mendapat protes keras dulu adalah suara gaduh convoy anak-anak mudah pada subuh hari membangunkan warga untuk makan sahur. Aksi convoy anak mudah ini di Makassar misalnya dulu pernah berbuntut isu sara dan kerusuhan etnis di mana pada waktu kejadian itu, ada warga keturunan Tionghoa yang merasa sempat terganggu tidurnya dan menegur aksi anak mudah dan akhirnya karena ada yang merasa tersinggung sehingga terjadi aksi kerusuhan berbau rasialisme.

Kisah menarik juga yang mungkin perlu diceritakan adalah kawan saya seorang umat Kristiani dan kebenaran tinggal pas di belakang Masjid di Wilaya Birobuli, Kecamatan Palu Selatan. Dia pernah curhat kepada saya dan teman-temannya yang Muslim bahwa dia tiap hari mendengarkan suara Azan yang keras dan pas dapurnya berbatasan langsung dengan Masjid. Namun, dia katakan bahwa dia sudah terbiasa mendengar suara Azan tersebut sehingga dia tidak merasa terganggu. Sebagai umat Kristen yang taat bahkan dia pernah ceritakan bahwa suatu hari menjelang Magrib, dia dan jemaatnya sedang mengadakan Ibadat di rumahnya ketika Azah Magrib berkumandang dan dia bersama warga Jemaat umat Kritiani yang lagi mengadakan ibadah di rumahnya tidak merasa terganggu. Saya tidak tahu persis apakah kawan saya menceritakan sebenarnya perasaan mereka atau karena ingin menunjukkan perasaan toleransi dan atau tenggang rasa. 

Wacana dan rencana pengaturan volume Azan ini beritanya juga sudah dipublikasikan di media massa beberapa waktu yang lalu ketika pertama kali Wapres Boediono menyinggung wacana ini di depan publik dan sempat ada reaksi keras dari beberapa kelompok Ormas. Kini JK mengangkat kembali wacana ini kembali.

Saya pernah lama tinggal di Bali dan hampir setiap saat saya juga mendengar suara-suara ritual pemujaan agama Hindu berkumandang di Pura-pura di Kota Denpasar dan di Pura-pura di daerah-daerah Kabupaten di hampir seluruh pelosok pulau Dewata. Suara melalui pengeras suara yang dikumandangkan terkadang masih subuh cukup keras. Saya sudah pernah beberapa kali tinggal di Bali dan saya hampir tidak pernah mendengar protes suara-suara pemujaan agama hindu dari turis-turis asing yang sangat sekuler. Padahal suara-suara yang dari Pura itu cukup besar.Teman saya juga pernah bercerita pengalamannya ketika beberapa kali pergi jalan-jalan ke wilayah Tomohon dan sekitarnya di Manado, dan yang  dia dapati boleh dikata semua Gereja disana mempergunakan speaker. Yang dipasang di puncak-puncak menara Gereja layaknya speaker yg dipasang di Masjid-Masjid, dan suaranyapun membahana kesegenap pelosok desa, dan ternyata tak ada sedikitpun penduduk yg protes

Mungkin karena ada pandangan yang berbeda antara masyarakat sekuler dan masyarakat agamis. Di masayarkat yang sekuler agama harus masuk dalam wilayah privat atau tidak boleh agama di bawa ke rung publik tapi sebaliknya di masyarakt yang agamis agama harus mencerminkan dan harus menjiwai seluruh kehidupan umat. Tidak ada pendikotomian antara wilayah publik dan wilayah privat dan agama harus selalu tercermin dalam setiap aktivitas kehidupan ini.

Yang menjadi pertanyaan penting adalah: Kenapa baru akhir-akhir ini ada wacana dari tokoh-tokoh pemerintahan mengusulkan untuk mengatur volume suara- azan di Masjid-masjid?. Apakah suara Azah yang berkumandang di Masjid-masjid dapat mengganggu kebebasan dan aktivitas umata lain?, Kira-kira apa dampak yang ditimbulkan jika wacana dan rencana pengaturan volume suara Azan Masjid diwujudkan?.

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Aktivis DamaiEx-Pengurus
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia KORWIL Australia Selatan
dan Mantan Pengurus Pemuda Remaja Islam Masjid Mujahidin Kabupaten Tolitoli

1 komentar:

  1. KAIRO – Menteri urusan Wakaf Islam Mesir mengumumkan bahwa panggilan adzan akan dijadikan satu di pusat Kairo pada bulan Ramadhan yang diikuti oleh kota-kota yang lain dalam waktu dekat ini.

    Dalam sebuah pidato yang Menteri tersebut sampaikan pada upacara pemilihan imam Masjid terbaik di negara tersebut, Dr. Mohamed Zaqzouq mengumumkan bahwa seiring datangnya Ramadhan, yang jatuh pada 11 Agustus 2010, semua mikrofon akan dilepaskan dari semua Masjid-Masjid di Kairo untuk digantikan dengan sebuah panggilan adzan yang disatukan.

    "Penyatuan panggilan adzan tersebut akan diterapkan di 4.000 Masjid di Kairo," ia mengatakan. "Ini adalah sebuah rencana yang bertujuan untuk menghilangkan keributan yang dipicu oleh suara-suara yang tumpang tindih dari imam-imam Masjid yang tak terhitung jumlahnya ketika tiba waktu sholat."

    Gagasan penyatuan panggilan adzan tersebut pernah tercetus pula oleh seorang penulis tabloid online Al-Ahram, Reem Nafie. Dalam artikelnya ia menuliskan bahwa rencana untuk merendahkan volume pengeras suara dan menerbitkan sebuah penyatuan panggilan Adzan terikat oleh sebab kontroversi, karena hal ini sangat berbeda dari apa yang orang-orang biasa lakukan.

    Gagasannya adalah untuk hanya memiliki satu orang (dengan suara yang sesuai tentunya) mengumandangkan panggilan adzan, dan kemudian mengeraskan panggilan tersebut yang disiarkan secara serentak di Masjid-Masjid di Kairo.

    Pada artikelnya, Nafie juga menuliskan bahwa menurut Menteri Urusan Wakaf, Dr. Mohamed Zaqzouq, rencana tersebut berasal dari keluhan masyarakat yang tumbuh tentang ketidakselarasan dan keributan yang diciptakan oleh "pengeras suara di Masjid-Masjid." Zaqzouq mengatakan bahwa dengan menyatukan panggilan adzan, kesejahteraan orang-orang , terutama mereka yang sedang sakit, atau anak-anak yang membutuhkan konsentrasi pada pelajarannya," akan terlayani dengan baik.

    Penyatuan panggilan adzan akan ditranmisikan dari stasiun radio Greater Cairo dan setiap unit penerima mewajibkan untuk transmisi tersebut, yang datang dengan tiga tahun garansi, berharga 170 Pound Mesir termasuk pajak.

    Oleh karena itu, Menteri tersebut membantah tuduhan oleh kritik-kritik yang mengklaim bahwa memasang sebuah sistem penyatuan panggilan adzan akan menelan biaya milyaran dan oleh karenanya uang tersebut seharusnya lebih baik diberikan kepada khotib yang bekerja untuk kementerian dan yang mengeluh dibayar kurang.

    Komite Keagamaan di Majelis Rakyat, Parlemen Tingkat Daerah, telah berulang kali menolak proyek tersebut sejak proyek tersebut mencabut banyak imam dari panggilan adzan, sebuah tindakan yang diberi pahala oleh Tuhan dan disarankan oleh Nabi Muhammad SAW.

    Menurut Sheikh Shawki Abdel-Latif, kepala Divisi Keagamaan di kementerian tersebut, banyak unit penerima baru telah diuji coba di 17 Masjid dan bekerja dengan baik.

    "Unit-unit penerima tersebut dipasok oleh Organisasi Arab untuk Industrialisasi," ia mengatakan pada kantor berita Al Arabiya.

    Abdel Latief menambahkan bahwa semua panggilan Adzan akan diluncurkan pada saat yang bersamaan di ibu kota karena tidak terdapat perbedaan daerah waktu.

    "Proyek tersebut kemudian akan diterapkan di daerah-daerah lain di Mesir."

    Beberapa cendikiawan keagamaan tidak setuju dengan pemikiran semacam itu. Abdel-Sabour Shahin, kepala fakultas hukum Islam Universitas Al-Azhar, berpendapat bahwa panggilan adzan dimaksudkan untuk membangunkan orang-orang untuk sholat. "Jika kita mengecilkan suaranya, bagaimana mungkin umat Islam akan bangun dan memenuhi kewajibannya?" Shahin menanyakan.

    Sementara itu, profesor Ahmed Sayer juga merasa marah hingga ia mengatakan, "Suatu hari kita akan meminta untuk pembatalan sholat Jum'at di Masjid, dan cukup puas dengan sholat yang disiarkan di radio" (ppt/aby/aa)

    BalasHapus