Sabtu, 07 Juli 2012

FENOMENA KEPEMIMPINAN DI INDONESIA DALAM ERA DEMOKRASI (KASUS PENANGKAPAN BUPATI BUOL OLEH KPK)

Lord Acton pernah mengeluarkan Adigium Politik sebagai berikut "Power tends to Corupt and absolute power corupt absolutely". Kekuasaan itu cenderung diselewengkan (Corupt) dan seorang pemimpin yang berkuasa secara absolut (Mirip Raja) punya kecederungan menyalahgunakan jabatannya (power abuse). Adigium Lord Acton menyinggung perilaku pemimpin yang berkuasa secara absolut (lupa daratan).

Kasus Bupati Buol AB yg digelandang secara paksa oleh tim Penyidik KPK dan dibantu oleh Brimob Kelapa Dua subuh jam tiga atau dua hari pasca Pemilukada Buol haruslah menjadi pelajaran berharga bagi pemimpin yang akan datang. Namun, kita juga harus prihatin dengan prosedur penangkapan Bupati AB yang dilakukan pada subuh hari di saat sang target operasi sedang istirahat bersama keluarganya. Bupati AB adalah seorang pejabat publik atau penyelenggara negara di daerah. Hak-haknya sebagai pejabat publik juga harus dihormati. Namun, kita semua tentu bisa berspekulasi bahwa penangkapan Bupati AB oleh KPK mungkin telah mempertimbangkan
matang-matang terutama dengan masalah keselamatan dan keamanan petugas yang akan melakukan operasi penangkapan. Mereka memilih waktu yang tepat subuh hari di saat para pendukung dan masyarakat Buol lagi tertidur lelap. Mungkin Tim Penyidik KPK telah belajar dari kegagalan proses penangkapan Bupati AB dilakukan sebelumnya yang berakhir dengan kegagalan menangkap sang target Operasi walaupun seorang manajer utama yang akan melakukan transaksi suap berhasil ditangkap. Insident tragis sempat terjadi pada saat itu ketika Tim penyidik sempat dihalang-halangi dan bahkan diancam dan nyaris jadi korban tindakan kekerasan oleh pengawalnya Bupati AB.

Idealnya seorang pemimpin secara paralel terpilih dan dilantik dalam jabatan politik dgn cara terhormat dan juga demikian meninggalkan jabatan juga dgn cara terhormat. Namun, sebagai bangsa yang religious banyak orang Indonesia percaya bahwa Allah Swt Allah Maha Kuasa dan jika Allah menghendaki seseorang mnjadi pemimpin dengan cara terhormat dan demikian juga jika Allah ingin mencabut jabatan seorang pemimpin dgn cara tidak terhormat alias dgn cara hina tentu bisa.

Bupati adalah jabatan Politik dan tentu semua tahu bahwa jabatan Politik beda dengan jabatan karir. Jabatan Politik waktunya relatif singkat dan apalagi di Era Demokrasi langsung dengan mekanisme One man one vote, suara rakyat adalah suara Tuhan. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan rakyat dari perspektif Demokrasi Substantif. sebaliknya dari perspektif Demokrasi Prosedural seperti fenomenanya di Indonesia sekarang kekuasaan bukan di tangan rakyat tapi kekuasaan di tangan penguasa.

Seorang pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat sebagai pelaksana Konstitusi (Constituent) harus menghormati amanah dan mandat yang diberikan oleh rakyat untuk memimpin. Terkadang seorang pemimpin yang terpilih menjadi lupa daratan dan melakukan apa saja yang diinginkan sehingga perilakunya hampir sama dengan seorang Raja dalam sistem pemerintahan Monarki Absolut. Dalam sistem Demokrasi substantif harus bisa membedakan posisinya sebagai pejabat publik (Public Authority). Dan berarti semua fasilitas yang digunakan adalah milik publik (Negara/Rakyat sbg pembayar pajak atau tax payers) bukan milik pribadi (private).

Beda dgn sistem kerajaan, di mana semua fasilitas dianggap milik kerajaan. Namun, dalam praktek pemerintahan di Indonesia seorang pemimpin terkadang lupa daratan dan berprilaku seperti seorang raja dalam sistem Monarki Absolut sehingga terkadang dia tidak sadar bahwa semua fasilitas yang dia gunakan adalah bersumber dari Publik (Rakyat/masyarakat sbg pembayar pajak).

Dalam negara demokrasi yang memerintah adalah rakyat sebagai pelaksana konstitusi (Constituent) sedangkan pejabat publik dan PNS adalah pelayan masyarakat (public servant) tapi situasi sistem Birokrasi di Indonesia agak beda pejabat publik terkadang berprilaku seperti Raja yang dilkayani oleh rakyat dan terkadang sering lupa posisinya sebagai Pejabat publik yang berkewajiban jadi pelayan Publik (Rakyat) dan harus selalu memperhatikan Rakyat.


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Aktivis Damai
Tim Ahli Pusat Studi Perdamaian dan Pengelolaan Konflik (P4K) UNTAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar