Minggu, 29 Juli 2012

Krisis Demokrasi dan Pandangan Keliru Tentang Demokrasi

Walaupun negara-negara makmur penganut paham demokrasi di Amerika Utara dan Eropa Barat saat ini mengalami krisis Ekonomi, fakta sejarah kontemporer membuktikan bahwa negara-negara yang mengusung paham Demokrasi pada umumnya adalah masusk negara makmur (Welfare states). 

Benyak negara-negara gagal (failed states) gagal melaksanakan Demokrasi substantif dan baru mampu menerpakan Demokrasi prosedural dan reformasi Kosmetik sehingga harapan untuk memajukan pembangunan dan mensejahterakan rakya gagal. Negar tersebut mengalami Defisit Demokrasi (Lack of Democracy) dan kemudian orang awam yang anti Demokrasi berpandangan simplistik dan mengklaim bahwa Demokrasi telah gagal mensejahterakan rakyat. 

Ingat dari hasil survey NGO Transparansi International dan Peace for fund menunjukkan bahwa negara-negara Demokrasi dan negara-negara Sosialis-Demokrasi masuk dalam daftar negara-negara yang paling rendah tingkat kasus tindak pidana korupsi dan sebaliknya negarainegara non-Demokracy termasuk negara Sosialis Komunis dan negara Sosialis-Islamis serta  negara yang gagal menerapkan Demokasi karena Demokrasi hanyalah jadi slogan atau kosmetik (Cosmetic Democracy) pada umumnya masuk dalam kategori negara yang paling tinggi tingkat tindak pidana korupsi serta masuk dalam daftar indeks negara gagal (Failed States). 

Di negara Sosialis-komunis banyak banyak kasus pembredelan meida yang dianggap kritis dan selalu memuat berita atau artikel yang mengkiritisi kebijakan pemerintah. Demikian juga sering ada kasus wartawan dan whistle blower yang tewas diracun karena mereka melaporkan kasus korupsi oleh pejabat-pejabat publik. Lihat contoh kasus baru-baru ini di Rusia beberap wartawan tewas diracun dan demikian juga di negara-negara Sosialis-komunis Amerika Latin dan Afrika banyak kasus kelompok oposisi yang dianiaya atau bahkan dijebloskan ke Penjara tanpa melalui proses pradilan yang objektif dan fair. Dan pada umunya dalam banyak kasus hukum dan keadilan justru selalu hanya memihak pada elit-elit termasuk penguasa dan pengusaha sedangkan rakya kecil terus tertindas.  

Tingginya tingkat kasus tindak pidana korupsi di negara-negara sedang berkembang dan negara-negara dunia ketiga (negara-negara non-Demokrasi) menyebabkan kemiskinan dan kelaparan melanda negara tersebut. Lihat kasus Sudan, Somalia, Mali dan Nigeria di Afrika. Dan rata-rata negara Non-Demokrasi pemipinnya otoriter dan Diktator dan ingin berkuasa selama-lamanya. 

Pemimpinnya menganggap mereka telah berjasa melakukan revolusi dan menggulingkan kerajaan Monarki Absolut sehingga mereka menganggap mereka sangat berjasa dan akhirnya ingin berkuasa selama-lamanya. Mereka menganggap bahwa merekalah pemilik negara (State Owner) sehingga hampir semua jabatan politik harus melalui nominasi dan penunjukkan dan ini terinspirasi dari negara-negara Rejim Otoriter terdahulu atau negara Monarki Absolut seperti di Afrika Utara, Timur Tengah dan negara teluk.  

Juga lihat contoh kasus negara Sosialis-komunis Korea Utara yang miskin dan bnyak kasus kelaparan dan bandingkan dengan Korea Selatan negara Demokrasi yang makmur. Juga lihat Taiwan, Jepang dan Singapura menjadi negara Industri dan menjadi welfare states karena menerima Demokrasi dan negaranya menjadi negara terbuka. Jangan anti-Demokrasi karena kebenaran Demokrasi itu berasal dari Barat yang sering diidentikkan dengan negara-negara imperialist. Imperealisme adalah sejarah masa lalu dan mungkin baiknya mejadi pengalaman dan pelajaran berharga bagi negara-negara bangsa yang kini telah merdeka dan berdaulat.   

Jika kita menyalahkan Demokrasi dan mengklaim bahwa Demokrasi telah gagal ini merupakan pemikiran yang sangat simplistik dan dangkal dan mungkin karena terpengaruh dengan pandangan negatif stereotyped dan Xenopobic. Pandangan seperti di atas mungkin sama dengan pandangan yang keliru tentang Islam oleh orang di luar Islam yang anti Islam atau tertular penyakit Islamophobia yang berpandangan streotyped dan prejudicious yang mengklaim bahwa Islam itu mencintai kekerasan (extrimisme-Terorisme) Islam itu Miskin, terbelakang dan suka mendukung aksi kekerasan seperti terorisme. Padahal ini merupakan pandangan yang keliru. 

Sebab kenyataan sebenarnya Islam itu adalah agama yang damai dan dalam Islam umat diajarkan untuk mencintai kebersihan, menghargai waktu dan harus bertebaran di muka bumi atau bekerja keras mencari nafkah setelah selesai melaksanakan ibadah. Islam mengajarkan umatnya untuk menghormati orang lain dan menganggap bahwa membunuh seseorang sama dengan membunuh ribuan orang oleh sebab itu Islam melarang umatnya membunuhh orang tidak bersalah, membunuh anak-anak, perempuan dan orang-orang tua walaupun dalam keadaan perang. Ajaran Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan pembelaan diri dari pada bersikap agresif. 

Konsep Jihad dalam Islam sebenarnya dalam konteks suasana  aman seperti sekarang misalnya, jihad dimaksudkan agar umat Islam harus bekerja keras dan belajar giat untuk mencapai suatu kemajuan. Namun, konsep jihad telah dibajak oleh kelompok garis keras dan menerjemahkan konsep Jihad secara kaku dan keliru sehingga terkadang jihad disalahgunakan untuk membunuh orang-orang yang tidak seakidah atau dianggap kafir walaupun orang tersebut mungkin tidak bersalah (Innocent Civilians). 

Di sisi lain,  banyak intelektual Muslim moderat mengatakan bahwa mereka melihat ajaran Islam diterapkan di negara-negara barat yang demokratis seperti menghargai waktu, bekerja keras, bersih dan humanis  tapi ironisnya di Negara-negara yang berpenduduk majoritas Islam sekarang jutru masyarakatnya  baru mampu  menerapkan Islam dari aspek ritualnya.

Walaupun tiap-tiap ideologi politik dan ekonomi memiliki kelebihan dan kelemahannya, fakta tetap membuktikan bahwa di negara-negara yang menganut paham Demokrasi ada Supremacy Hukum yang sangat dihormati, Hukum di atas segala-galanya "Law is above everyone" dan penegakkan hukum dilaksanakan tanpa pandang bulu "Equality Before the Law". Tidak ada warga negara yang kebal hukum "Impunity". 

Di negara yang menerpkan Demokrasi Substantif kekuasaan ada ditangan rakyat tapi di negara-negara yang baru menerapkan demokrasi baru sampai pada Demokrasi Prosedural atau Demokrasi Kosmetik dan Defisit Demokrasi, kekuasaan hanya ada ditangan penguasa yang harus dilayani seperti Raja dan rakyat harus jadi seperti budak yang harus melayani penguasa. Yang jelas di negara non-demokrasi penguasa sering berada di atas hukum. 

Penguasa atau pemimpin sulit sijerat oleh hukum. Dan kasus seperti ini terjadi di negara Sosialis Komunis, negara Monarki Absolut dan di negara-negara Majoritas berpenduduk Islam tapi berafiliasi dengan paham Sosialis-komunis seperti Syria, ex-rejim Libya, Ex-Rejim Tunisia, Ex Rejim Mesir, Ex Rejim Irak dan Iran. Namun, yang jelas dewasa ini banyak masyarakat dunia yang sudah tidak terima lagi dengan sistem negara yang tertutup dan tidak demokratis yang pemimpinnya Otoriter dan dicap sebagai Diktator. 

Belajar dari pengalaman yang kita sempat saksikan dalam kurun delapan bulan terkahir dengan kasus Arab Spring (Revolusi Arab) di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah. Juga Demonstrasi besar-besaran anti Putin di Rusia. Saatnya mengakses informasi berita yang berimbang dari berbagai media massa dan media sosial secara berimbang sehingga kita bisa mendapatkan perspektif yang lebih objektif dan netral. 


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Blogger on Social and Humanity Issues

Tidak ada komentar:

Posting Komentar