Jumat, 30 Maret 2018

FENOMENA KEBENARAN BODONG


Oleh Mochtar Marhum
Dia bukan Ahli Ekonomi seperti Sri Mulayani yang bicara berdasarkan data dan dari hasil kajian ilmiah bukan fiksi dan cerita doang yang dibikin bagai propaganda politik seperti di video ini dgn tujuan utk mempengaruhi opini Publik jadi seakan-akan utang Pemerintah 7000 Triliun walaupun kenyataannya utang pemerintah hanya 4000 Triliun. Barusan tadi dapat video penjelasan tentang utang yg substansinya sengaja dikaburkan oleh seorang yg bukan pakar ekonomi.

Pakar menyebutkan era sekarang Era Post Truth (Era Fenomena Kebenaran Bodong), di mana orang mungkin ada yg sudah tercuci otak (Brainwash) sehingga berita hoax dan berita palsu langsung ditelan-telan mentah-mentah.

Sya sempat dengar ada dua orang dosen paling senior pernah percaya kalau Jokowi itu PKi padahal buku yg mungkin yg beliau pernah baca dulu hanya buku yg ditulis oleh seorang pembenci Jokowi dan informasi dan data yang digunakan sangat subjektif dan bias serta data dan informasi diperoleh hanya abal-abal dan bahkan dianggap mengandung Content Hoax yang mana kasus tersebut juga telah diamankan Polisi dan pelakunya juga telah dlam proses penyidikan.

Mana mungkin Jokowi PKI sedangkan Jokowi lahir tahun 62 dan kasus pemberontakkan PKI tahun 65, adakah PKI berumur balita?. Juga mana bisa Jadi Walikota, Gubernur dan kemudian jadi Presiden kalau beliau PKi. Juga mana mau JK berpasangan dgn Jokowi kalau beliau itu PKi.

Banyak orang sekarang sering Suuzon dan selalu bepandangan negatif atau buruk sangka (Prejudice) sehingga apa yg dilakukan pemerintah seakan pasti negatif dan tidak baik.

Sama dulu pernah seorang Tokoh agama yg cukup terkenal menyampaikan statemen yang berkomotasi fitnah yang sangat kejam dan sadis, fitnah tersebut kelihatan tanpa dasar dan omongan beliau menujukkan seperti beliau bukan seorang agamawan tapi hanya seorang ahli propoganda.

Masa hanya berdasarkan pikiran yg dipengaruhi, delusi dan halusinasi karena setiap hari di pikirannya selalu curiga sehingga ktika bercermah beliau sempat menyebutkan bahwa di Istana negara selalu ada rapat PKI dan Pendukung PKi utk mbangkitkan komunis. Akhirnya beliau diciduk polisi dan dimintai pertanggungjawaban dan klarifikasi atas fitnah yg dia ucapkan.

Kini masih bnyak yg lebih percaya orang yg tdk berkompoten asal punya pandangan politik yg sama. Sebaliknya seorang yg berkompoten dan punya data dan fakta yg benar tentang sesutu yg lagi disoroti tidak akan digubris atau tidak dipercaya karrna beda pandangan politik. Sehingga kini sering logika dan akal sehat hilang dan dikaburkan dgn fenomena kebenaran bodong. Demikian juga bnyak kasus pembalikkan fakta.

Dan bisa diliat saat ini, masa ada sejumlah orang yg lebih percaya omongannya seorang Neno Warisman yg hanya mantan pekerja seni yg tidak punya latar latar belakang Sarjana Ekonomi dan kini lebih fokus ke aktivitas agama dan dalam dlm ceramahnya justru menyinggung isu tentang Ekonomi (Utang). Kini kelihatan ada sebahagia masyarakat yg ironisnya lebih percaya statemen Neno Warisman dari pada pakar ekonomi (Ekonom) sekelas Sri Muliani. Neno Warisman yang juga seorang penggagas kampanye ganti presiden pernah dibungkam karena keterlibatannya dgn kasus penipuan travel Umro yg gagal brangkat. Dan akhirnya muncul plesetan, mbak Neno bukan ganti Presiden yg anda harus kampanyekan tapi ganti uang Jamaah yg gagal berangkat Umroh.

Kasus kebenaran Bodong (Berita Hoax dan berita Palsu) termasuk berbagai macam kepalsuan sperti telur palsu, beras pelastik yg sempat beredar di masyarakat dan banyak yang percaya.
Seorang Mentri Propaganda Politik di Zaman Rezim Fasis bin Diktator, Hitler pernah berkata bahwa kebohongan yang yang selalu diulang-ulang lama-lama bisa dipercaya sebagai kebenaran. Nah kelihatan modus ini yg dipakai oleh Organisasi penyebar Hoax yang telah diamankan Dir Cyber Crime POLRI dan Satgas Nusantara bentukan POLRI.

Yang sangat ironis lagi ketika sejumlah orang terdidik tdk percaya suatu pendekatan ilmiah apalagi jika yg menyampaikannya merupakan orang yg punya pandangan politik yg berbeda. Terkadang data dan fakta empiris diabaikan dan lebih percaya yang non-ilmiah atau fiksi.
Penulis: Kolumnis Impartial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar