Minggu, 27 Mei 2018

PANDANGAN STEREOTYPE, ISLAMOPHOBIA DAN KASUS TERORISME


Oleh Mochtar Marhum
Ada pemandangan unik dan menarik terlihat di beberapa kota di Indonesia belum lama ini menyusul terjadinya insiden aksi terorisme yang sempat memnggemparkan masyarakat. Sejumlah wanita bercadar dan pria berjenggot dan bercelana Jingrang melakukan aksi damai yang diberi nama "PELUK AKU".
Setiap orang yang liwat di tempat keramaian di sekitar tempat mereka berdiri, diminta untuk memeluk mereka dengan tujuan menimbulkan rasa damai dan aksi tersebut merupakan upaya untuk meredam pandangan stereotype negatif dan Islamophobia terutama di kalangan masyarakat awam yang mungkin masih kurang paham dengan Islam atau yang takut dan curiga dengan orang Islam. Aksi seperti ini mungkin terinspirasi dari luar negeri seperti yang pernah terjadi di Amerika dan Inggris pasca terjadinya aksi terorisme.
Semua aksi teror di sejumlah tempat berbeda telah menimbulkan korban jiwa, korban luka-luka di kalangan anggota Polri, anggota Jemaat Gereja dan pihak teroris sendiri.
Insiden kebrutalan aksi terorisme tidak hanya mengejutkan masyarakat luas tapi juga membuat bingung dan sangat memprihatinkan karena insiden itu telah melibatkan tiga keluarga dari rumah tangga yang berbeda dan ironisnya juga mengikutsertakan anggota keluarga lengkap termasuk anak-anak mereka bahkan ada anak yang masih di bawa umur.
Pelaku aksi bom bunuh diri terindikasi berasal dari Organisasi kelompok radikal garis keras yang punya afilliasi dengan ISIS dan serta punya cita-cita utopia ingin menghapus Pancasila dan mau merubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hampir setiap terjadi insiden aksi terorisme, yang jadi korban kebiadaban aksi barbar tersebut biasanya orang yang tidak bersalah (innocent civilians). Dan aksi kekerasan dan teror tersebut diduga telah memicu rentan munculnya Islamophobia dan pandangan stereotype negatif terhadap umat Islam karena mungkin kebetulan yang terlibat aksi terorisme misalnya terindikasi oknum pelaku yang kebetulan beragama Islam.
Dan juga yang sering jadi korban tidak hanya dari kelompok umat Non-Muslim misalnya tapi juga bahkan ada yang dari umat Muslim sendiri telah jadi korban. Aksi brutal terorisme sering merenggut korban jiwa, luka-luka, trauma fisik dan psikis.
Sering juga ada umat Muslim yang jadi korban Islamophobia dan stereotype negatif. Misalnya beberapa waktu lalu sejumlah media melaporkan bahwa pasca terjadinya insiden aksi terorisme, ada wanita bercadar yang ditolak naik kendaraan transport publik. Dan ada juga seorang anak muda yang berpakaian busana Muslim yang harus merasakan hal yang kurang menyenangkan karena sempat dicurigai dan mengalami pemeriksaan yang ketat oleh petugas.
Namun, masyarakat tentu harus menyadari dan memaklumi karena mungkin petugas POLRI terpaksa harus menerapkan Protap dan SOP yang mungkin lebih ketat lagi karena mereka tidak mau lagi mengalami kecolongan dan tentu tidakn mengharapkan akan kembali jadi korban aksi terorisme.
Pihak-pihak yang jadi korban aksi Terorisme mungkin ada yang sama sekali tidak bersalah atau bahkan sama sekali tidak terkait secara langsung dengan masalah yang jadi sumber konflik kekerasan.
Mungkin juga mereka tidak punya afiliasi dengan organisasi yang terindikasi merupakan organisasi teroris tapi mungkin hanya karena kebetulan pelaku teridentifikasi beragama yang sama dengan pelaku yang kebetulan terlibat dalam aksi terorisme sehingga mereka telah jadi korban Islamophobia dan stereotype.
Kelompok garis keras (hardliners) seperti seperti JAD dan JAT yang dinyatakan berafiliasi dengan ISIS di Irak dan Syria dan Kelompok Mujahiddin Indonesia Timur serta Mujahiddin Indonesia Barat sering mendapat tuduhan dan dilebeli sebagai pelaku tindak kejahatan terorisme pasca insiden aksi terorisme yang belum lama terjadi di pulau Jawa berdasarkan sejumlah data dan fakta yang dikumpulkan oleh petugas di lapangan.
ISLAM AGAMA YANG DAMAI
Islam menjadi agama yang jumlah penganutnya terbesar kedua setelah Katolik. Saat ini jumlah umat Islam di dunia 1,6 Miliar. Dan Indonesia menjadi negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia.
Oleh pakar Demografi dan Teologi dunia telah mengklaim bahwa Islam menjadi agama yang pertumbuhan populasinya termasuk sangat cepat dan bahkan diprediksi tahun 2050-an Islam akan menjadi agama terbesar jumlah populasinya di dunia.
Jargon Islam adalah agama yang damai bukan basa-basi. Dan telah lama menjadi untaian kalimat dan phrase yang indah dan sangat sering terdengar baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Rangkaian kata-kata yang sejuk tersusun rapi dalam sebuah untaian pada artikel yang viral di lini massa media sosial dan di sejumlah headline di media mainstream.
Namun, ketika terjadinya aksi terorisme dan ledakan bom dan kebetulan oknum pelakunya diduga dari elemen kelompok Islam garis keras, seketika itu pula sering muncul Islamophobia serta disusul dengan pandangan setereotype terutama mungkin di kalangan masyarakat awam dan kelompok yang mungkin belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam. Dan juga mungkin di antara kalangan dari keluarga korban, sahabat dan kerabat mereka yang menjadi korban tragedi aksi kejahatan terhadap kemanusian tersebut (Crime against humanity).
Dalam AlQuran Surah Al-Anbiya (21), ayat 107, Allah berfirman, "Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lilalamin)”.
Raja Abdullah bin Husain dari Jordania, salah seorang tokoh Islam dunia yang sangat populer dan disegani, pernah mendapat kesempatan berpidato di hadapan sejumlah anggota Parlemen dan Kepala Pemerintahan negara-negara Uni Eropa pada tanggal 10 Maret 2015. Beliau menyatakan bahwa Islam adalah agama yang damai.
Lebih lanjut beliau katakan, Nabi Muhammad mengajarkan kepada umat Islam bahwa belum bisa dikatakan seorang Muslim itu beriman kalau belum menyangi dan menghormati sesama umat manusia di sekitarnya dan menyayangi dirinya sendiri. Dan dalam Islam diyakini sifat-sifat Allah seperti Maha Pengasih dan Maha penyayang. Hampir setiap saat umat Islam mengucapkan salam "Assalamu Alaikum" yaitu ucapan kepada orang lain agar selalu diberkati dengan damai.
Ribuan tahun sebelum lahirnya konvensi Jenewa tentang Hak Asasi Manusia, Islam telah mengajarkan etika dalam perang. Umat Islam dilarang membunuh orang tidak bersalah termasuk anak-anak kecil, orang tua jompo, wanita dan orang yang sakit. Dan umat Islam diajarkan tidak boleh menghancurkan tanaman, rumah-rumah ibadah seperti Masjid, Gereja dan Sinagok dan juga dilarang menyakiti pendeta.
KONFLIK KEKERASAN DAN AKSI TERORISME DALAM PERSPEKTIF GLOBAL DAN KONTEKS LOKAL
Aksi teror mengguncang India 30 tahun lalu. Pada tanggal 31 Oktober 1984, jam 9:20 pagi, Indira Gandhi, Perdana Mentri terkenal India tewas dibunuh oleh dua orang pengawalnya yang merupakan penganut agama Sikh dari kelompok garis keras. Agama Sikh adalah perpaduan antara ajaran Hindu dan Islam Sufi (Tashawwuf Falsafi). Motif dan teror aksi pembunuhan Perdana Mentri India merupakan aksi bersifat politis dan balas dendam pasca penggusuran Kuil Suci tempat beribadahnya Umat Sikh.
Konflik kekerasan yang dilakukan Gerliyawan Irlandia Utara melalui aksi kekerasan dan pengeboman meskipun bukan konflik agama tapi bersifat politis dan nasionalistik dan melibatkan warga Irlandia yang majoritas Katolik dan Britania Raya yang majoritas Protestan. Konflik itu yang sering diwarnai aksi kekerasan dan teror bom.
Semasa terjadinya krisis dan konflik kekerasan antara Griliyawan Macan Tamil dan Pemerintah Srilanka, sering terjadi aksi teror dan bom bunuh diri yang dilakukan oleh Griliyawan Macan Tamil. Pernah sebuah truk memuat bom dengan daya ledak tinggi masuk di tengah iring-iringan bus di Kota Colombo dan aksi bom bunuh diri terjadi dilakukan oleh kelompok radikal Geriliyawan Macan Tamil yang menewaskan 100 orang dan melukai 150 orang lainnya.
Konflik kekerasan di Miyanmar menelan banyak korban jiwa kelompok minoritas Muslim Rohingya. Mulanya terjadinya konflik horizontal antara kelompok minoritas Muslim Rohingya dan penduduk lokal Miyanmar (the Indiginous people). Sampai saat ini kelompok minoritas Muslim Rohingya tetap dianggap sebagai pendatang dan sangat sering mendapat teror dari kelompok radikal setempat dan yang terkahir dicurigai ada indikasi keterlibatan aparatur negara dalam aksi kekerasan etnis yang oleh badan PBB, aktivis LSM dan Masyarakat Internasional telah dianggap merupakan tragedi kemanusian Genosida dan pembersihan etnis (ethnic cleansing) dalam bentuk aksi teror dan persekusi kelompok minoritas Muslim Rohingya.
Kasus runtuhnya gedung kembar World Trade Center (WRC) di New York Amerika pada tanggal 11 September 2001, dilakukan oleh kelompok teroris yang terdiri dari 15 orang pemuda asal Timur Tengah dipimpin oleh Muh. Atta yang menjadi Ring Leader. Atta adalah putra seorang pengacara ternama di Mesir yang cukup berada dan mampu menyekolahkan putranya sampai ke Eropa. Muh. Atta pernah tinggal dan kuliah di Eropa menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik di salah satu Perguruan Tinggi bergengsi di Jerman.
Para pembajak sebelumnya menyamar jadi siswa pilot penerbangan di Sekolah Penerbangan di Amerika selama beberapa bulan. Setelah lancar menerbangkan pesawat komersil, mereka menjalankan misinya membajak empat buah pesawat komersil Amerika milik Maskapai United Airlines.
Menurut sejumlah media mainstream Internasional terpercaya, mereka menjalankan aksi terorisme atas perintah pimpinan AlQaeda Osama bin Laden yang pada saat itu tinggal di Afganistan.
Kemudian kelompok pemuda yang membajak pesawat komersil Amerika tersebut menjalankan misinya dengan tujuan menyerang sesaran yang ada di dua kota besar di Amerika yaitu di New York, Kota Bisnis terkenal di Amerika dan Washington DC, ibu kota Pemerintahan Amerika.
Pembajak menabrakkan dua buah pesawat komersil masing-masing ke gedung kembar WTC, satu buah ditabrakkan ke gedung Markas Pertahanan Amerika di Pentagon dan yang satunya lagi rencana akan ditabrakkan ke Istana ke Presidenan Amerika Gedung Putih (White House) tapi dalam perjalanan misi penyerangan, seluruh penumpang telah menyadari bahwa pesawat mereka telah dibajak oleh kelompok teroris dan akhirnya sejumlah penumpang melakukan aksi heroik dan melakukan perlawanan yang berujung tragis dan menyebabkan pesawat jatuh di sebuah ladang sebelum sampai menghantam gedung putih dan semua penumpang pesawat tewas.
Kisah kasus pembajakan pesawat komersil Amerika dikutif dari berbagai sumber media mainstream internasional terpercaya yang sempat dibaca.
Namun, kasus pembajakan pesawat komersil Amerika yang diikuti dengan aksi penyerangan bunuh diri sempat dibantah oleh beberapa media partisan dan media sektarian yang menjadi media propaganda lawan politik Pemerintah Amerika denga mengemukakan sejumlah teori konspirasi yang menyatakan bahwa serangan 11 September merupakan hasil rekayasa Pemerintah dan Badan Intelejen Amerika.
Seperti yang diberitakan di sejumlah media, belum lama ini masyarakat Indonesia dan bahkan dunia dikejutkan dengan berita teror dan aksi kekerasan. Dan tindakan teror dan aksi kekerasan tersebut tidak hanya terjadi di tempat umum dan rumah ibadah tapi ironisnya justru terjadi di dalam kompleks Rumah Tahanan Mako Brimob, Polresta Surabaya dan Mapolda Riau yang tingkat keamanannya dianggap cukup tinggi dan ketat.
Aksi penyerangan dan penyandraan anggota POLRI di rumah tahanan Mako Brimob di Depok oleh sejumlah Narapidana Terorisme (NAPITER) yang juga sempat merampas dan mengusai persenjataan petugas di Rutan Brimob berakhir upaya lobi dan negosiasi melibatkan Aman Abdul Rahman pimpinan JAD Indonesia yang lagi di tahan di Mako Bromob.
Aksi penyandraan dan penganiayaan terhadapa anggota Brimob oleh Napi Teroris telah menimbulkan korban jiwa di pihak kepolisian dan dua orang dinyatakan kritis termasuk seorang Polwan yang pernah merawat dan membantu napi teroris wanita dan anaknya yang masih kecil. Polwan tersebut dilaporkan sempat mengalami penyikasaan yang sangat sadis dari Napi Teroris. Demikian juga Polisi yang tewas di tangan Napiter ternyata juga mendapat siksaan sebelum akhirnya tewas mengenaskan.
Dalam tempo kurang lebih dua puluh empat jam, aksi teror bom bunuh diri di tiga Gereja terjadi dan keesokannya disusul dengan aksi bom bunuh diri yang terjadi pas di pintu gerbang Mapolresta Surabaya. Pada malam hari sebelumnya telah terjadi insiden meledaknya bom di rumah susun di Sidorajo. Aksi teror itu belum berhenti tapi terus berlanjut dengan terjadinya aksi penyerangan Mapolda Provinsi Riau.
TEORI KONSPIRASI DAN ISU RESISTENSI
Secara objektif, teori konpirasi dan tuduhan upaya pengalihan isu yang dihembuskan oleh kelompok tertentu mungkin sulit diterima dengan akal sehat dan apalagi zaman now telah mengandalkan peralatan canggih yang mampu mengidentifikasi dan mendeteksi secara relatif lebih akurat terhadap hampir setiap aksi kekerasan terorisme seperti penyerangan bunuh diri yang memamfaatkan pesawat komersil dijadikan semacam peluruh rudal raksasa oleh kelompok pembajak dan kemudian menyerang tempat-tempat strategis di Amerika sehingga menimbulkan tragedi kemanusian yang diperkirakan menewaskan lebih dari 3000 orang. Dan kebanyakan korbannya adalah penduduk sipil tak bersalah (innocent civilians) bahkan dilaporkan juga termasuk terdapat juga sejumlah masyarakat Muslim Amerika yang jadi korban. Mereka kebetulan bekerja sebagai profesional di Gedung Kembar WTC ketika insiden penyerangan bunuh diri itu terjadi.
Kampanye PILPRES di Amerika pasca serangan 11 September memamfaatkan isu keamanan dalam negeri (Internal Security) dan ancaman terorisme. Mengangkat isu ancaman terorisme diduga cukup efektif untuk menaikan tingkat elektabilitas Capres.
Hampir setiap terjadi kasus aksi kekerasan terorisme, sejumlah pihak sibuk mencari kambing hitam (Scape Goat). Mengemukakan Teori konspirasi dan pengalihan isu menjadi senjata yang sering dimainkan oleh segelintir orang. Dan tidak sedikit dari umat Muslim yang melakukan penyangkalan (denial), counter-argument dan selalu berusaha meyakinkan bahwa Teroris bukan Islam dan Islam bukan Teroris.
Dulu pernah terjadi hubungan yang lumayan harmonis kerjasama antara pemerintah Amerika dan kelompok teroris. Hubungan politik itu memang pernah terjadi di Era pendudukan Uni Soviet di Afganistan.
Amerika pernah memamfaatkan keberadaan kelompok Radikal AlQaeda. Amerika dan sekutunya bahkan pernah melatih kelompok teroris untuk berperang melawan Uni Soviet ketika itu. Dan kemudian semuanya berakhir setelah tujuan politik itu mungkin telah tercapai. Dan dalam kamus politik yang abadi itu hanyalah kepentingan. Semuanya tergantung pada kepentingan politk-ekonomi.
Ada spekulasi yang menyebutkan bahwa Amerika dan sekutunya serta Uni Soviet dan sekarang Rusia punya kepentingan politik dan ekonomi di wilayah Timur Tengah. Motif bisnis minyak dan perdaganga Alutsista telah menjadi isu yang tidak asing dan sering viral di sejumlah grup medsos.
Pasca tragedi 11 September, Presiden George Bush Junior menyampaikan pidato politiknya yang agitatif mengajak sejumlah negara-negara sekutu Amerika dan negara-negara Sahabat Amerika untuk membantu Amerika melawan teroris (War Again Terror). Mahatir Muhammad yang juga merupakan salah seorang tokoh Islam dunia yang kini kembali ke gelanggang politik dan barusan dilantik kembali jadi Persadana Mentri Malaysia pernah membuat statemen yang sempat menyinggung Amerika dan sekutunya. Mahatir menyebutkan bahwa kasusTerorisme Global dan Tragedi serangan 11 September merupakan tindakan "Colateral Damage". Beliau menduga aksi terorisme yang terjadi di Amerika merupakan akibat dari kebijakan operasi Militer Amerika di luar negeri yang telah mengorbankan penduduk sipil tak berdosa di luar negeri.
Bush bahkan membuat intimidasi dengan membuat statemen politik yang sangat agitatif yaitu "Either you with US or with the Terrorists" yang artinya anda mau bergabung dengan kami melawan teroris atau kalau tidak, anda berarti termasuk bagian dari terroris.
Namun, yang jelas tidak boleh ada pembenaran atau justifikasi terhadap semua aksi terorisme dan segala macam bentuk kejahatan terhadap kemanusian (crime against humanity).
PAYUNG HUKUM DAN DEFINISI TERORISME
Dua negara tetangga, Singapura dan Malaysia kini termasuk negara yang berhasil menanggulangi kasus Terorisme. Dua negera tersebut telah lama menerapkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri, Internal Security Act (ISA) yang dalam bahasa Melayu dikenal dengan "Akta Keselamatan dalam Negeri".
Melalui Undang-Undang ISA, petugas berhak menahan seseorang yang terindikasi akan melakukan kejahatan yang bisa mengancam keselamatan negara dan penangkapan tanpa perlu dijustifikasi lebih awal oleh hakim atau pengadilan dan lama penahanan bisa diperpanjang sampai 60 hari.
Mungkin penerapan UU ISA yang sangat keras yang berhasil diterapkan di negeri Jiran Malaysia telah berhasil membuat dua gembong Teroris asal Malasyia, Dr. Ashari bin Husin dan Nurdin M. Top berimigrasi ke Indonesia. Barangkali mereka dulu menganggap Indonesia merupakan tempat yang aman untuk berlindung (Save Haven). Namun, akhirnya kedua gembong teroris itu tewas melalui operasi penyergapan yang dilakukan oleh petugas kepolisian, Nurdin M Top tewas di daerah Surakarta (Solo) dan Dr. Ashari bin Husin tewas di Malang.
Setelah melalui perdebatan panjang tentang definisi terorisme dan juga dibayang-bayangi sikap resistensi dari sejumlah aktivis dan sejumlah komisoner Komnas HAM terutama terkait kekhawatiran akan penerapan UU Anti Terorisme yang diragukan bisa salah sasaran (abusif), akhirnya revisi UU Anti Terorisme disahkan oleh DPR.
Rapat Paripurna DPR RI TGL 25 Mei 2018 akhirnya mengesahkan revisi UU (RUU) No 15 tahun 2003. Salah satu yang dianggap mengganjal adalah masalah definisi Terorisme. Dan akhirnya dalam UU ini disepakati bahwa Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana Teror atau rasa takut dan secara luas dapat menimbulkan korban yang bersifat masal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik dan ideologi.
Sampai saat ini di kalangan umat Muslim sering terdengar protes dan merasa keberatan dengan lebel Terorisme.
Mungkin pula ini salah satu penyebab kenapa anggota DPR dan Pemerintah sangat berhati-hati dalam merumuskan kembali definisi Terorisme.
Sebab dianggap jargon terorist selama ini sering diasosiasikan pada oknum teroris yang kebetulan beragama Islam. Padahal menurut perpektif sejarah dan fakta di lapangan terbukti bahwa aksi kekerasan, dan terorisme serta sejumlah aksi kejahatan kemanusian selama ini tidak hanya semata dilakukan oleh pelakunya yang nota bene beragama Islam tapi juga aksi terorisme pernah dilakukan oleh kelompok non-Islam. Namun, kenapa sampai saat ini mereka tidak pernah disebut Teroris ?
Penulis: Kolumnis Free-Lance dan Akademisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar