Minggu, 13 Mei 2018

PENCEGAHAN TERORISME, INSPIRASI DARI NEGERI JIRAN MALAYSIA


Oleh: Mochtar Marhum
Saya sudah dua kali berkunjung ke Malaysia dan terkahir tahun 2016, menghadiri undangan Seminar Internasional dan sempat menyajikan makalah ilmiah (research paper) pada kegiatan Seminar Internasional (International Conference) tentang Bahasa, Budaya dan Sastra yang disponsori oleh Fakultas Ilmu Budaya dan Komunikasi, Universitas Putra Malaysia.
Berkunjung ke Malasyia ibarat berkunjung ke provinsi lain di Indonesia karena ketika berada di dalam pesawat, sebahagian besar penumpang pesawat adalah warga negara Indonesia atau keturunan Indonesia yang telah lama tinggal di Malaysia sebagai Permanent Resident (PR), atau telah pindah kewarganegaraan atau sekedar mengadu nasib di negeri Jiran sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang kini berjumlah 2,7 juta orang atau 10 % dari jumlah penduduk Malaysia yang saat ini jumlahnya 28,7 juta.
Pulang pergi Malaysia dengan menumpang Maskapai Penerbangan AirAsia, saya rasakan suasana sangat Indonesia bahkan juga suasana kedaerahan karena sebagian penumpang ada yang sering bercakap-cakap menggunakan bahasa daerah di dalam pesawat. Terus saya juga jadi teringat waktu kuliah di Australia dulu, setiap pulang mudik ke Indonesia, penumpang Indonesia di Pesawat Qantas Australia juga lumayan banyak jumlahnya tapi beda jauh suasana dan statusnya karena pada umumnya penumpangnya kebanyakan pelajar atau mahasiswa Indonesia yang sementara studi di negeri Kangguru.
Kesan yang unik ketika pesawat akan mendarat di Bandara Internasional Kuala Lumpur dan menengok ke bawa dari balik kaca jendela pesawat adalah pemandangan hijau hamparan ribuan hektar perkebunan kelapa sawit.
Waktu berkunjungan pertama ke Malaysia tahun 2015, saya sempat tercengang menyaksikan aturan keamanan yang super ketat diterapkan di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur. Waktu itu Bandar Udara di Indonesia belum menerapkan aturan yang seketat di Malaysia yaitu penumpang harus membuka ikat pinggang dan semua tete bengek benda-benda yang terbuat dari besi atau logam yang melekat di tubuh harus dibuka dan dimasukkan ke dalam box ketika akan meliwati X Ray di Bandara.
Malaysia sudah lama menerapkan aturan yang sangat ketat demi keamanan (Safety and Security First). Dan waktu itu juga saya sempat menyaksikan beberapa orang penumpang asal Indonesia sempat mengeluh dengan prosedur keamanan yang super duper ketat tersebut. Namun, hal yang sama berkaitan dengan masalah keamanan kini juga telah mulai diterapkan di sejumlah bandar udara di tanah air sehingga masalah prosedur keamanan yang super ketat seperti itu bukan lagi hal yang asing di negeri ini.
Malasyia adalah negara Kerajaan dengan sistem Monarki Konstitusional yang kepala Pemerintahannya dipimpin oleh seorang Perdana Mentri dan Raja hanyalah simbol kekuasaan (Constitutional Monarchy). Dan negara kerajaan ini memperoleh kemerdekaan resmi dari Inggris tahun 1957. Sejak merdeka dari Inggris, Malaysia, Partai Barisan Nasional sempat berkuasa selama 60 tahun.
Mahatir Muhammad yang dulu pernah bergabung dengan Partai Barisan Nasional dan pernah menjadi Perdana Mentri Malaysia tahun 1981 sampai tahun 2003. Dan kemudian hijrah ke kelompok oposisi, Partai Pakatan Harapan.
Mahatir mengatakan bahwa dia pindah ke Partai Oposisi karena malu dengan kasus korupsi di Pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Mentri Najib. Dan bulan Januari lalu, Mahatir Muhammad mengumumkan akan ikut kontestasi Pemilu melawan petahana, Perdana Mentri Najib Rajak, yang kebetulan juga mantan murid beliau.
Komisi Pemilihan Umum Malaysia minggu lalu menyatakan Gabungan Partai Oposisi memenangkan Pemilu dengan meraih 115 Kursi di Parlemen melebihi ambang batas yaitu 112 kursi. Dalam tradisi Sistem Parlementer, peraih kursi terbanyak di Parlemen berhak membentuk pemerintahan.
Akhirnya Mahatir Muhammad dilantik dan diambil sumpahnya jadi Perdana Mentri Malaysia oleh Pertuan Agong Sultan Muhammad V pada Kamis Malam lalu. Yang di-Pertuan Agong merupakan raja dan kepala negara Malaysia.
Mahatir merupakan Perdana Mentri dan Kepala Pemerintahan tertua di dunia. Beliau dilantik jadi Perdana Mentri di usia 92 tahun.
Mahatir berhasil mengalahkan calon petahana dari Partai Barisan Nasional, Najib Razak, yang dibayang-bayangi dengan skandal Kasus Korupsi keuangan badan investasi milik negara walau Najib berulang kali membantahnya.
Negara tetangga yang terletak di sebelah utara pulau Kalimantan dan Sumatra dulu merupakan jajahan Inggris dan masuk dalam organisasi persemakmuran Inggris, mewarisi sistem Monarki Konstitusional mirip kerajaan Inggris dengan sistem Parlementer. Malaysia juga dijuluki negeri jiran dan murid Indonesia karena dulu banyak warga negara Malaysia pernah belajar di Indonesia.
Malaysia kini relatif lebih maju dan lebih aman dibandingkan Indonesia karena negeri jiran ini berhasil dalam upaya penegakkan hukum terutama mencegah beberapa kasus Extra Ordinary Crime (Kejahatan Luar Biasa).
Gembong Teroris Dr. Ashari bin Husin yang ditembak oleh Tim khusus Anti Teror CRT 1 yang ditugaskan diam-diam dari Jakarta ke Malang. Dr. Ashari adalah Gembong Teroris asal Malaysia dan setelah 12 tahun jadi buron dan mistery di Indonesia akhirnya tewas oleh timah panas. Dr. Ashari diduga Hijrah ke Indonesia karena menghindari ketatnya Payung Hukum UU Anti-Terorisme di Malaysia.
Malysia lebih berhasil dalam upaya pencegahan (Preventive) dan sekaligus berhasil dalam upaya penindakan (pre-emptive) semua kasus yang telah terindikasi sebagai kasus kejahatan luar biasa termasuk kasus pencucian uang (money laundering) dari hasil kejahatan TIPIKOR dan kasus kejahatan luar biasa lainnya seperti kasus Crime Against Humanity (Kejahatan Terhadap Kemanusian).
Indeks Persepsi Korupsi Malaysia rendah. Di negeri ini Kasus Tindak Pidana Korupsi berhasil ditekan karena negeri jiran ini berhasil menerapkan Undang-undang Pembuktian Terbalik.
Kasus tindak pidana terorisme juga berhasil dicegah Pemerintah Malaysia sehingga hampir tidak pernah kita dengarkan terjadi kasus pengeboman yang dilakukan oleh kelompok terorist di Malasyia karena pemerintah berhasil menerapkan Undang-undang Keamanan dalam negeri, Internal Security Act (ISA) sejak tahun 1960. Dan kemudian Undang-Undang Anti-Terorisme tahun 2012 di masa Pemerintahan Perdana Mentri Najib Rajak.
Namun, sejumlah pengamat dan aktivist mengkritisi dan mengkhawatirkan bahwa Undang-Undang Anti Terorisme ini bisa disalahgunakan (Abusive) oleh pemerintah untuk membungkam dan menangkap pihak kelompok oposisi.
Di Indonesia pasca Pemerintahan ORBA, keran Demokrasi terbuka lebar. Masyarakat lebih bebas melakukan aktivitas sosial-kemasyarakatan dan keagamaan. Masyarakat dapat lebih leluasa menghirup udara segar demokrasi. Pengawasan over ketat dan tindakan refresif pemerintah terhadap masyarakat relatif berbeda penanganan dan pendekatannya.
Menurut sejumlah media mainstream, Masalah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia saat ini masih terganjal di tahap pembahasan di DPR.
Belum adanya payung hukum yang lebih tegas terhadap upaya pencegahan tindak kejahatan terorisme sehingga membuat keprihatinan masyarakat dan pihak penegak hukum. Bahkan banyak yang menyatakan alasan kenapa pihak penegak hukum belum bisa secara efektif melakukan upaya penindakan dan pencegahan kasus terorisme di Indonesia.
Penulis: Kolumnis Free-lance dan Akademisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar