Pasca
Konflik Horisontal dan Konflik Komunal (Sectarian Conflict) dan
akhirnya ditindaklanjuti dengan solusi tepat deklerasi Malino yang
digagas oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla waktu itu, suasana Poso menjadi
lebih aman dan masyarakat yang multikultur, multietnis dan multireligi
telah mulai hidup rukun dan damai. Upaya povokasi dan tindakan adudomba
yang konon perna dilakukakan oleh kelompok-kelompok yang menginginkan
agar Poso tetap tidak aman tidak berhasil karena masyarakat Poso telah
sadar dan merasakan pentingnya hidup rukun dan damai. Akhir-akhir ini
justru berita keamanan Poso terusik karena adanya konflik bersenjata
antara kelompok Sipil bersenjata (Teroris) dan pihak petugas kemanan (konflik vertikal).
Koran
Harian Radar SulTeng (JawaPos Grup) yang terbit di Palu, ibu Kota
Provinsi Sulawesi Tengah hari ini memuat foto-foto dan berita berjudul
"Lima Warga Poso Babak Belur Setelah ditahan Polisi 7X24 Jam". Di lain
sisi gambar-gambar sadis polisi yang jadi korban sipil bersenjata
(Terorist) yang sama juga beredar secara transparant di sejumlah media
sosial BBM (Blackberry Massanger). Ada adigium "violance is
common enemy" ingat segala bentuk aksi kekerasan
baik itu dilakukan secara individual maupun institusional dan tentu
telah melanggar hukum dapat dianggap sebagai musuh bersama.
Dalam laporan harian Radar SulTeng yang terbit
hari ini diberitakan bahwa sejumlah warga Poso ditahan dan ada yang
babak belur setelah ditahan dan diinterogasi oleh Polisi pasca insiden
penembakan anggota Brimob yang beroprasi di Kalora dan menewaskan 4
orang anggota Brimob belum lama ini. Tindakan penahanan sejumlah warga
Poso karena mereka dicurigai terlibat dalam aksi kekerasan (Terorisme)
yang menewaskan empat orang anggota Brimob belum lama ini diberitakan di
sejumlah media lokal di Sulawesi Tengah. Juga sebelumnya berita di
media sempat terjadi penculikan dua personil Polisi yang menewaskan dua
Polisi Intel POLRES Poso yang ditemukan tewas dan dicurigai terkubur
hidup-hidup di desa Tamanjeka Poso yang dituduh dilakukan oleh kelompok
teroris. Juga tahun lalu dua Polisi tewas meregang nyawa setelah
dibrondong peluru kelompok Teroris di depan Bank BCA Palu Sulawesi
Tengah di saat mereka lagi bertugas menjaga keaman Bank BCA.
Insiden
kekerasan dan penggunaan senjata api oleh sipil bersenjata yang dicap
sebagai kelompok teroris di Indonesia dalam dekade terakhir ini dinilai
cukup meningkat. Dan Sulawesi Tengah khususnya Kabupaten Poso dalam
sejumlah pemberitan media lokal dan media internasional diberitakan
menjadi tempat pelatihan terorisme (Terorist Breeding Grounds). Namun,
oleh sejumlah aktivist menganggap bahwa betul ada berita yang memuat
fakta kebenaran tentang aksi dan pelatihan terorisme di Poso tapi
sejumlah berita di media juga dianggap ada yang dibesar-besarkan karena
mungkin menggunakan prinsip "Bad News is a good news".
Kebijakan
Counterorisme di Indonesia pasca insiden serangan Twin Tower di New
Yokr (Peristiwa 11 September) penerapannya semakin ditingkatkan apalagi
menyusul peristiwa aksi terorisme di sejumlah daerah di Indonesia.
Misalnya kasus pengeboman Gereja dan kasus penembakan sejumlah pendeta
dan sejumlah pengeboman Hotel mewah di ibu kota Jakarta dan pengeboman
Kedutaan Besar Filipina, Australia, insiden Bom Bali 1 dan Bom Bali 2
beberapa waktu lalu.
Kebijakan counterterorisme merupakan
praktek penggabungan taktik, teknik dan strategi untuk menghadapi dan
mengatasi aksi terorisme. Kebijakan counterterorisme merupakan program
kerjasama melibatkan pihak pemerintah, Militer dan Polisi untuk
mengantisipasi terjadinya ancaman dan serangan aksi terorisme. Namun,
kebijakan Counterterorisme harus direviewed dan dievaluasi
efektifitasnya. Kebijakan Counterterorisme masih kurang melibatkan
partisipasi masyarakat. Penerapan kebijakan Counterorisme yang
melibatkan pasukan combatant sperti Tentara, Brimob dan Densus 88 yang
oleh kalangan teman-teman Jurnalis, akademisi dan Aktivis LSM dianggap
masih bersifat refresif dan opresif (Penindakan dan penindasan) mungkin
dengan kebijakan yang bersifat refresif dan opresif seperti ini akan
sulit merebut simpati dan empati dari rakyat dan tentu juga akan
mustahil merebut hati rakyat (Winning the heart and mind of the people).
Solusi alternatif terbaik adalah melibatkan masyarakat sebagai
stakeholders keamanan (security) bukan menjauhi masyarakat atau bahkan
mencurigai masyarakat tanpa alasan dan fakta yang benar. Upaya program
Deradikalisasi yang melibatkan sejumlah kementrian terkait dan Ormas
keagamaan dianggap cukup produktif tapi masih kurang efektif. Program
Edukasi melalui pendidikan Damai dan Pendidikan Harmoni yang melibatkan
NGO dan Lembaga Pendidikan formal merupakan upaya yang sangat inspiratif
dan efektif tapi penekanannya harus pada implementasi dan follow up dan
bukan bersifat doktrinisasi. Tindakan pencegahan (Preventive) dan
tindakan penyerangan teroris sebelum mereka melakukan aksi kekerasan
(Pre-empptive) juga merupakan upaya yang cukup efektive tapi sering
dianggap counterproductive terutama ketika aksi itu mungkin kurang
mendapat simpati dari masyarakat setempat karena dilakukan dengan aksi
sangat refresif dan offensive.
Kebijakan Counterterorisme jangan
hanya menjadi counterproductive karena hanya akan sia-sia dan tentu
kurang mendapat simpatik dari masyarakat. Jangan ciptakan kondisi Racial
Profiling dan Negative stereotyped yang bisa menciptkan image bahwa
hanya kelompok tertentu (Muslim atau kelompok tertentu) memiliki
kecenderungan terlibat dengan aksi kekerasan terorisme dan dicurigai
sebagai teroris padahal kenyataan banyak juga aksi kekerasan yang
dilakukan oleh kelompok militan dan individu dan mereka bukan dari
kalangan Muslim.
Kebijakan Counterterorisme tidak akan menjadi
counterproductive tapi menjadi lebih efektif dan berhasil guna jika
pemerintah mampu secara maksimal dan intens melibatkan warga masyarakat
dalam upaya pencegahan dan penindakan aksi terorisme. Selama ini
pemerintah baru melibatkan Ormas-ormas tertentu dalam kegiatan upaya
pencegahan aksi terorisme. Masyarakat sebagai stakeholders harus diberi
kepercayaan dan pemberdayaan untuk terlibat langsung dalam upaya
pencegahan aksi terorisme.
Masyarakat adalah key instrument dan
sekaligus key informant. Masyarakat jangan dicurigai atau dijauhi bahkan
lebih parah lagi jika diitimidasi dan dikerasi (dianiaya) dalam upaya
pencegahan aksi terorisme. Jika masyarakat dijauhi, dicurigai tanpa
alasan yang tepat dan apalagi dilakukakan interogasi dengan cara
kekerasan sehingga menimbulkan berita yang kurang menarik simpatik
masyarakat, upaya pencegahan aksi terorisme melalui kebijakan
counterterorisme akan menjadi bertengan dengan harapan atau conterproductive (Tidak efektif).
Mari wujudkan Indonesia yang damai dan Sulawesi Tengah yang harmonis dan damai. Dan selamat menyambut tahun baru 2013.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi
UNTAD, Aktivis Damai dan Tim Ahli Pusat Penelitian Perdamaian dan
Pengelolaan Konflik (P4K UNTAD), Duta Alumni Australia (Australian
Alumni Embassador) dan Blogger Isu Sosial Humaniora.
Kamis, 27 Desember 2012
Selasa, 25 Desember 2012
Indahnya Keberagaman: Toleransi Keagamaan dan Harmonisasi Umat
Indonesia adalah bangsa yang multikultur dan multietnis. Kemajemukan dan keberagaman Indonesia tidak bisa disangkal tapi harus dijadikan modal dan energi positif untuk membangun keberagaman agar Indonesia menjadi bangsa yang yang bermartabat, kuat dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
Perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia merupakan anugrah Allah Swt yang harus disyukuri. Perbedaan dan keberagaman juga merupakan Sunatullah atau hukum alam yang menjadi kenyataan di muka bumi ini. Toleransi dan harmonisasi umat beragama merupakan modal sosial yang dapat membangun perdamaian dan keamanan di dunia.Setiap umat manusia harus menghormati umat yang lain sebagai wujud kasih sayang dan persaudaraan sesama manusia (Humanisme).
Dewasa ini banyak umat Islam dari berbagai belahan dunia mengucapkan Selamat Hari Natal kepada saudara-saudaranya yang merayakan Natal walaupun ada sejumlah kelompok garis keras yang menganjurkan agar umat Islam tidak mengucapkan Selamat Hari Natal karena mereka menganggap toleransi beragama kurang tepat dilakukan dengan cara ikut mengucapkannya.
Alm Yaser Arafat pimpinan PLO, Mahmud Abbas, Pimpinan Fatta dan Presiden Palestina, sejumlah pemimpin Liga Arab (Arab Leagues) di Timur Tengah serta sejumlah pejabat yang beragama Islam di Indonesia dari Pusat sampai daerah turut mengucapkan Selamat hari Natal setipa tahunnya.
Tahun ini diberitakan di sejumlah media, Pemuda GP Ansor NU dan FPI, Salah satu Ormas Islam yang dianggap kelompok Hardliners (Garis Keras) di sejumlah daerah juga turut ikut serta mengamankan Hari Raya Natal bersama petugas keamanan. Ini menunjukkan sikap positif dan bukti nyata bahwa toleransi kehidupan beragama di sejumlah daerah di Indonesia patut diacungi jempol walaupun sejumlah media juga ada yang melaporkan berita yang memprihatinkan di mana ada sejumlah umat Kristiani yang tidak sempat merayakan Misa Natal karena status bangunan Gereja mereka sedang mengalami sengketa dan terjadi aksi protes dari masyarakat lokal.
Berharap semoga mulai tahun 2013 ke depan dan seterusnya, toleransi dan harmonisasi kehidupan umat beragama di Indonesia tetap terpelihara. Pemerintah, masyarakat dan stakeholders perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan harus bergandengan tangan terus bersama menjaga keaman dan memelihara toleransi dan harmoniasi dalam keberagaman yang indah ini.
Selamat menikmati liburan akhir tahun "Happy Hollidays!"
Salam Persaudaraan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest, Blogger on Social and Humanity Issues
Perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia merupakan anugrah Allah Swt yang harus disyukuri. Perbedaan dan keberagaman juga merupakan Sunatullah atau hukum alam yang menjadi kenyataan di muka bumi ini. Toleransi dan harmonisasi umat beragama merupakan modal sosial yang dapat membangun perdamaian dan keamanan di dunia.Setiap umat manusia harus menghormati umat yang lain sebagai wujud kasih sayang dan persaudaraan sesama manusia (Humanisme).
Dewasa ini banyak umat Islam dari berbagai belahan dunia mengucapkan Selamat Hari Natal kepada saudara-saudaranya yang merayakan Natal walaupun ada sejumlah kelompok garis keras yang menganjurkan agar umat Islam tidak mengucapkan Selamat Hari Natal karena mereka menganggap toleransi beragama kurang tepat dilakukan dengan cara ikut mengucapkannya.
Alm Yaser Arafat pimpinan PLO, Mahmud Abbas, Pimpinan Fatta dan Presiden Palestina, sejumlah pemimpin Liga Arab (Arab Leagues) di Timur Tengah serta sejumlah pejabat yang beragama Islam di Indonesia dari Pusat sampai daerah turut mengucapkan Selamat hari Natal setipa tahunnya.
Tahun ini diberitakan di sejumlah media, Pemuda GP Ansor NU dan FPI, Salah satu Ormas Islam yang dianggap kelompok Hardliners (Garis Keras) di sejumlah daerah juga turut ikut serta mengamankan Hari Raya Natal bersama petugas keamanan. Ini menunjukkan sikap positif dan bukti nyata bahwa toleransi kehidupan beragama di sejumlah daerah di Indonesia patut diacungi jempol walaupun sejumlah media juga ada yang melaporkan berita yang memprihatinkan di mana ada sejumlah umat Kristiani yang tidak sempat merayakan Misa Natal karena status bangunan Gereja mereka sedang mengalami sengketa dan terjadi aksi protes dari masyarakat lokal.
Berharap semoga mulai tahun 2013 ke depan dan seterusnya, toleransi dan harmonisasi kehidupan umat beragama di Indonesia tetap terpelihara. Pemerintah, masyarakat dan stakeholders perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan harus bergandengan tangan terus bersama menjaga keaman dan memelihara toleransi dan harmoniasi dalam keberagaman yang indah ini.
Selamat menikmati liburan akhir tahun "Happy Hollidays!"
Salam Persaudaraan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest, Blogger on Social and Humanity Issues
Rabu, 19 Desember 2012
First Female President of South Korea and Issues of North Versus South
TV AlJazeera International just reported the announcement of Presidential Election result in South Korea. South Korea has a new leader and first female president.She was the daughter of former South Korean Dictator. She won the Presidential Election with 51,6 % of Votes. Conservative candidate Park Geun-hye claimed victory Wednesday in South Korea's presidential election, a result that will make her the country's first woman president.It was argued that more elder generations voted her candidacy. Addressing crowds in Seoul's central Gwanghwamun Square, Park said her win was a victory for the people. "I will be the president of the nation who keeps pledges," she said (See CNN's Soo Bin Park and Laura Smith-Spark).
North Korea has also a new young President aged 29. He has a European Tertiary Education background. He was the son of Dictator Kim Jong Ill. He was not elected but appointed. North Korea is a communist and it has a totalitarian system. Political dynasty is implemented as well. The main question is "Will the new young leader of North Korea be able to bring change in their country?" Or he will keep maintaining a statusquo and continue a controversial nuclear program while many people suffer from hunger and poverty.
On the one hand North Korea is just like an absolute Monarch though it's a Republic. Unfortunately it's a poor and underdeveloped country. It spends a lot of money on sophisticated military equipments and Nuclear programs meanwhile there are lot of people in North Korea who are poor. Hunger cases are often reported in many parts of North Korea. Most recently North Korea successfully launched a rocket to the outer space on the commemoration of the birthday of North Korean Revolutionary Leader. Though they claimed the launching program has a peaceful purpose, many countries especially western powers and its allies condemned the launching program.
On the other hand, people of the Neighboring country in South Korea are wealthy, healthy and peaceful. Both North Korea and South Korea have the same linguistic and cultural roots but they also have different political and economic ideology. From economy and health perspectives unfortunately they share different fates.
North Korea is very exclusive and closed but South Korea is Opened and Inclusive. South Korean Economic Growth is good meanwhile North Korean Economy is poor and underdeveloped. South Korea used to be a closed country and used to have a dictator and authoritarian leader. However, today South Korea is much different from North Korea. South Korea a democratic and developed country.
South Korea is also famous for its Gangnam style dance...hehehehehehe...
By the way, congratulations Madam President !
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Blogger on Social and Humanity
Senin, 17 Desember 2012
Majalah Tempo Versus Trio Mallarangeng
Sejak dulu saya
termasuk salah satu pengagum Mallarangeng bersaudara, Andi Alfian
Mallarangeng, Andi Rizal Mallaraneng dan Andi Zulkarnain Mallarangeng.
Mereka tiga bersaudara tokoh pemuda asal Sulawesi Selatan termasuk
generasi muda yang terbilang sukses dalam karir pendidikan dan profesi
bisnis dan politik.
Dua bulan lalu Menpora Andi Mallarangeng ke Palu dalam rangka membuka event Peringatan Hari Sumpa Pemuda Nasional dan Jambore Pemuda ASEAN yang dipusatkan di Lokasi Eks-MTQ Kota palu dan juga sempat memberikan kuliah umum di Kampus UNTAD sehari setelah kunjungan Menpora Andi Mallarangeng saya sempat tampil di TVRI turut memandu dan mejadi narasumber pada program Mingguan Forum Mahasiswa Bijak. Saya menjadikan Menpora Andi Alfian Mallarangengsebagai contoh dari kelaurga anak pejabat yang berhasil. Mereka berasal dari keluarga yang cukup terpandang. Kakek mereka mantan pejuang Kemerdekaan asal SulSel yang punya andil besar dan Ayah mereka mantan Walikota Pare-pare yang sangat dihormati.
Andi Alfian dan Andi Rizal Mallarangeng kedua kakak beradik ini berhasil menyelesaikan pendidikan Pascasarjana mereka di Amerika. Andi Alfian Mallarangeng sempat menyelesaikan pendidikan S3 (PhD) dalam bidang Political Sciences di Northern Illinois State University dan Rizal Malarangeng alumniS3 (PhD) dalam bidang Sociology dari Ohio State University. Sedangkan Zulkarnain, Coel sendiri, adik bungsu mereka alumni dari salah satu perguruan tinggi ternama di tanah air.
Karir edukasi, politik dan bisnis mereka cukup cemerlang dan membanggakan. Andi Alfian Mallarangeng sempat berkarir sebgai akademisi di UNHAS dan kemudian Hijarah ke Jakarta. Andi Alfian sempat menjadi dosen Institut Ilmu Pemerintahan Jakarta dan merupakan Kader Prof. Ryas Rasyid. Karir Alfian Mallarangeng di Jakarta cukup melejit apalagi setelah terlibat dalam politik praktis di beberapa parpol dan akhirnya menemukan tambatan hatinya di Partai Demokrat dan merupakan salah satu kader terbaik di partai tersebut. Walaupun gagal menjadi Ketum Partai Demokrat setelah dikalahkan oleh Anas Urba Ningrum akhirnya Andi ALfian Mallarangeng masuk dalam Kabinet SBY-Boediono dan menjadi Menpora.
Namun,belum lama ini adanya hasil audit investigasi BPK dan pengumuman dari Pimpinan KPK terkait kasus Hambalang, indikasi keterlibatan serta status tersangka Andi Alfian Malarangeng dan adiknya Andi Zulkarnaen Malarangeng akhirnya dicekal ke luar negeri . Kasus Megaprojek Hambalang yang menyeret Mallarangeng bersaudara telah membuat persepsi di masyarakat mulai agak berubah walalupun mereka tetap masih menghormati azas preaduga tak bersalah. Apalagi ketika sejumlah media ibukota dan media lokal melaporkan indikasi keterlibatan mereka.
Malam ini Trio Malarangeng mengajukan gugatan kepada Majalah Tempo dan meminta Manajemen Majalah tersebut meminta maaf kepada mereka karena telah memuat kasus Hambalang yang telah menyudutkan mereka. Mereka mengaku sangat keberatan karena di cover Majalah tersebut ada gambar yang sangat sensitif dan sangat menyinggung perasaan mereka. Di cover majalah Tempo ada gambar Trio Malarangeng memeluk gambar uang dollar Raksasa yang diilustrasikan mirip ikan besar yang habis dipancing.
Ini malam Rizal Malarangeng mewakili saudara-saudaranya melakukan presentasi dan klarifikasi berkaitan sangkaan keterlibatan mereka dalam kasus Hambalang di TV One. Juga dengan teas mewakili Mallarangeng bersaudara Rizal Mallarangeng menuntut via media televisi agar Majalah Tempo meminta maaf kepada mereka atas pemberitaan dan cover majalah tempo yang sangat sensitif menyinggung perasaan mereka.
Walaupun demikian Media sebagai salah satu pillar Demokrasi yang punya peranan sangat penting dalam mendukung proses demokrasi di Indonesia melalui pelaporan berita yang diharapkan berimbang, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Juga jika pers melakukan pelanggran dapat dilaporkan ke Dewan Pers untuk ditindaklanjuti. Pekerjaan jurnalistik harus diapresiasi lepas dari sejumlah pelanggaran yang mungkin pernah dilaporkan oleh masyarakat. Juga harus dihormati karena dari perspektif legal forma kegiatan jurnalistikl media telah diatur dalam UU Pers dan demikian juga jurnalist harus menghormati kode etik jurnalistik.
Namun, sebagai warga negara yang bajik dan bijak tentu harus menghormati Hukum dan terutama azas Praduga tak bersalah "Presumption of Innocence" tapi juga harus tetap menghormati Azas Hukum "Equality Before the Law" yang mungkin walaupun masih dinaggap utopia, diharapkan semua sama di depan hukum dan hukum tentu harus berpihak pada keadilan.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial-Humaniora
Dua bulan lalu Menpora Andi Mallarangeng ke Palu dalam rangka membuka event Peringatan Hari Sumpa Pemuda Nasional dan Jambore Pemuda ASEAN yang dipusatkan di Lokasi Eks-MTQ Kota palu dan juga sempat memberikan kuliah umum di Kampus UNTAD sehari setelah kunjungan Menpora Andi Mallarangeng saya sempat tampil di TVRI turut memandu dan mejadi narasumber pada program Mingguan Forum Mahasiswa Bijak. Saya menjadikan Menpora Andi Alfian Mallarangengsebagai contoh dari kelaurga anak pejabat yang berhasil. Mereka berasal dari keluarga yang cukup terpandang. Kakek mereka mantan pejuang Kemerdekaan asal SulSel yang punya andil besar dan Ayah mereka mantan Walikota Pare-pare yang sangat dihormati.
Andi Alfian dan Andi Rizal Mallarangeng kedua kakak beradik ini berhasil menyelesaikan pendidikan Pascasarjana mereka di Amerika. Andi Alfian Mallarangeng sempat menyelesaikan pendidikan S3 (PhD) dalam bidang Political Sciences di Northern Illinois State University dan Rizal Malarangeng alumniS3 (PhD) dalam bidang Sociology dari Ohio State University. Sedangkan Zulkarnain, Coel sendiri, adik bungsu mereka alumni dari salah satu perguruan tinggi ternama di tanah air.
Karir edukasi, politik dan bisnis mereka cukup cemerlang dan membanggakan. Andi Alfian Mallarangeng sempat berkarir sebgai akademisi di UNHAS dan kemudian Hijarah ke Jakarta. Andi Alfian sempat menjadi dosen Institut Ilmu Pemerintahan Jakarta dan merupakan Kader Prof. Ryas Rasyid. Karir Alfian Mallarangeng di Jakarta cukup melejit apalagi setelah terlibat dalam politik praktis di beberapa parpol dan akhirnya menemukan tambatan hatinya di Partai Demokrat dan merupakan salah satu kader terbaik di partai tersebut. Walaupun gagal menjadi Ketum Partai Demokrat setelah dikalahkan oleh Anas Urba Ningrum akhirnya Andi ALfian Mallarangeng masuk dalam Kabinet SBY-Boediono dan menjadi Menpora.
Namun,belum lama ini adanya hasil audit investigasi BPK dan pengumuman dari Pimpinan KPK terkait kasus Hambalang, indikasi keterlibatan serta status tersangka Andi Alfian Malarangeng dan adiknya Andi Zulkarnaen Malarangeng akhirnya dicekal ke luar negeri . Kasus Megaprojek Hambalang yang menyeret Mallarangeng bersaudara telah membuat persepsi di masyarakat mulai agak berubah walalupun mereka tetap masih menghormati azas preaduga tak bersalah. Apalagi ketika sejumlah media ibukota dan media lokal melaporkan indikasi keterlibatan mereka.
Malam ini Trio Malarangeng mengajukan gugatan kepada Majalah Tempo dan meminta Manajemen Majalah tersebut meminta maaf kepada mereka karena telah memuat kasus Hambalang yang telah menyudutkan mereka. Mereka mengaku sangat keberatan karena di cover Majalah tersebut ada gambar yang sangat sensitif dan sangat menyinggung perasaan mereka. Di cover majalah Tempo ada gambar Trio Malarangeng memeluk gambar uang dollar Raksasa yang diilustrasikan mirip ikan besar yang habis dipancing.
Ini malam Rizal Malarangeng mewakili saudara-saudaranya melakukan presentasi dan klarifikasi berkaitan sangkaan keterlibatan mereka dalam kasus Hambalang di TV One. Juga dengan teas mewakili Mallarangeng bersaudara Rizal Mallarangeng menuntut via media televisi agar Majalah Tempo meminta maaf kepada mereka atas pemberitaan dan cover majalah tempo yang sangat sensitif menyinggung perasaan mereka.
Walaupun demikian Media sebagai salah satu pillar Demokrasi yang punya peranan sangat penting dalam mendukung proses demokrasi di Indonesia melalui pelaporan berita yang diharapkan berimbang, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Juga jika pers melakukan pelanggran dapat dilaporkan ke Dewan Pers untuk ditindaklanjuti. Pekerjaan jurnalistik harus diapresiasi lepas dari sejumlah pelanggaran yang mungkin pernah dilaporkan oleh masyarakat. Juga harus dihormati karena dari perspektif legal forma kegiatan jurnalistikl media telah diatur dalam UU Pers dan demikian juga jurnalist harus menghormati kode etik jurnalistik.
Namun, sebagai warga negara yang bajik dan bijak tentu harus menghormati Hukum dan terutama azas Praduga tak bersalah "Presumption of Innocence" tapi juga harus tetap menghormati Azas Hukum "Equality Before the Law" yang mungkin walaupun masih dinaggap utopia, diharapkan semua sama di depan hukum dan hukum tentu harus berpihak pada keadilan.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial-Humaniora
Rabu, 12 Desember 2012
Mono-Disiplin Ilmu Versus Lintas-Disiplin Ilmu dari Seminar Nasional Yg Inspiratif di Kampus UKSW Salatiga Jawa Tengah
Tanggal
27 Nopember bulan lalu saya menghadiri dan sekaligus menyajikan makala
pada seminar Nasional di Kampus UKSW Salatiga dalam rangka peringatan
Dies Natalies bekerjasama dengan Pogram Pascasarjana Fakultas Ekonomi Kajian Ekonomi Pembangunan (Interdisiplin), Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia dan DItjen DIKTI Kemendiknas. UKSW merupakan salah satu perguruan tinggi swasta tertua
di Indonesia dan juga merupakan perguruan tinggi swasta yang juga bisa
dikategorikan perguruan tinggi berkelas internasional.
Tema Seminar Nasional "Menggugat Fragmentasi dan Rigiditas Pohon Ilmu". Sejumlah makala yang berkaitan dengan isu kajian interdisiplin dipaparkan oleh teman-teman dosen dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi di negeri ini. Seminar Nasional ini bisa menjadi inspirasi untuk meng-counter claim lineiritas yang kaku yang telah mengorbankan teman-teman dosen terutama mereka yang sedang mengurus pangkat akademik. Banyak dari dari mereka yang telah dirugikan secara adminisratif dan akademik yang berimplikasi pada karir mereka karena mereka dianggap mengikuti pendidikan pascasarjana yang tidak lagi lineritas dengan ilmu S1 mereka dulu.
Dulu awal sebelum dicangkan kebijakan Perguruan Tinggi BHP sempat beredar isu Research University Versus Teaching Universiy. Universitas yang dikategorikan Research University adalah universitas yang maju dan terbesar di Indonesia (leading universties) yang sekarang pada umumnya telah berstatus perguruan tinggi BHP. Akademi, politeknik dan beberapa universitas yang masih lebih banyak mengfokuskan bobot aktifitas akademiknya pada kegiatan teaching (pengajaran) dari pada bobot research (penelitian) masuk kategori teaching university.
Dari UU pendidikan Tinggi yang baru secara implisit arah kebijakan pendidikan tinggi ialah mejadikan perguruan tinggi di Indonesia menjadi perguruan tinggi berkelas internasional (World Class University) dengan penekanan pada inovasi dan kualitas pengajaran dan penelitian. Juga kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia ke depan akan menggabungkan dua institusi yaitu lembaga pengadian masyarakat dan lembaga penelitian akan dimerjer mejadi satu lembaga. Kebijakan pendidikan tinggi ini mengikuti trend pendidikan tinggi dunia di mana hanya ada dua fokus aktifitas ilmiah yang menonjol di perguruan tinggi yaitu "Teaching and Research" (Pengajaran dan Penelitian).
Dulu mungkin hanya di Indonesia yang menggunakan Jargon Tri Darma Peguruan Tinggi di mana aktivitas pendidikan Tinggi meliputi Penelitian, Pengajaran dan Pengabdian Masyarakat. Padahal di seluruh dunia jargon akademik hanya ada dua yaitu "Teaching and Research" karena isu pengabdian masyarakat sudah terintegrasi di dalamnya (Teaching and Research). Ada bahkan yang berasumsi bahwa kenapa di Indonesia ditambahkan lagi satu yaitu pengabdian masyarakat biar tambah banyak aktifitas dan pekerjaan dan tambah jumlah jabatan di lembaga perguruan tinggi. Kenyataannya kegiatan pengabdian masyarakat secara sederhana bisa dikatakan hanya merupakan aktivitas praktis yang mirip pekerjaan yang digeluti oleh siswa sekolah kejuruan atau aktifitas LSM misalnya cara membuat minyak VCO. Kegiatan seperti ini tentu hanya membutuhkan tenaga profesional sekelas diploma atau atau tamatan dari sekolah kejuruan menengah atas (SMK) dan tentukan hanya mubatsir kalau yang dilibatkan dalam aktivitas ini mereka yang berlatar belakang pendidikan S2 atau S3 atau bahkan mereka yang punya jabatan Profesor kecuali mereka jadi konsultan ahli dalam projek ini.
Kembali ke rigiditas pohon ilmu dan rigiditas liniritas disiplin ilmu yang sangat berpengaruh dengan karir dan kepangkatan seorang dosen terutama di Peguruan Tinggi sangat nampak. Mungkin dewasa ini ada jauh lebih banyak jumlah dosen yang melanjutkan studi pada jenjang pendidikan pascasarjana (S2 dan S3) yang tidak lagi linier dari Ilmu S1 nya. Ada yang masih dalam rumpun ilmunya dan ada bahkan yang lebih jauh menyimpang dari ilmu S1 nya. Dengan kebijakan administrasi kepangkatan akademik maka mereka yang melanjutkan studi pada bidang ilmu yang jauh dari ilmu S1 nya akan mengalami kesulitan ketika akan mengurus kepangkatan terutama ke pangkat Lektor Kepala dan Guru Besar. Namun, untuk pengurusan sertifikasi dosen keliatan sampai saat ini relatif tidak masalah. Padahal harus dipertimbangkan bahwa tenaga dosen adalah tenaga pengajar dan sekaligus tenaga peneliti. Dalam konteks penelitian kajian interdisiplin ilmu (lintas disiplin ilmu) itu sesuatu yang lumrah atau bukan hal yang baru dan bahkan hibah-hibah penelitian yang ditwarkan oleh dikti justru sekarang banyak juga yang mempromosikan kajian lintas disiplin ilmu.
Banyak kajian penelitian yang tidak boleh dikaji dengan pendekatan mono-disiplin ilmu (lineritas) atau menggunakan kacamata kuda tapi justru dengan kehidupan yang sangat kompleks ini sangat bnyak kajian penelitian justru membutuhkan berbagai perspektif ilmu atau interdisiplin ilmu. Justru judul atau topik penelitian itu akan jenuh jika hanya mengkajinya dari perspektif tunggal. Walaupun harus juga diakui bahwa ada kajian ilmu yang wajib didekati dengan pendekatan mono-disiplin dan demikian juga tentu banyak kajian penelitian yang harus didekati dengan kajian lintas disiplin ilmu. Ingat dosen bukanlah dokter spesialis yang misalnya kalau dia dokter ahli jantung tentu hanya fokus pada penyakit jantung misalnya dan demikian juga dosen bukanlah seorang guru SMA atau dosen di akademi atau politeknik dan penekanan pada kegiatan pengajaran yang sangat monodisiplin itu misalnya kalau dia pengajar Biologi keahliannya harus hanya bilogi saja.
Rigiditas pohon ilmu dan kekakuan lineritas ilmu di Indonesia terbentuk dan terpelihara karena di perguruan tinggi di Indonesia paradigma dan mindset itu terbentuk kaku oleh terbiasanya kita dengan sekat-sekat Program Studi-program studi yang lebih banyak penekanan padan aktifitas perkuliahan "Coursewok" teaching (bobot pengajaran) dan hampir melupakan bahwa perguruan tinggi di negara-negara maju banyak yang menekankan lebih banyak pada pada bobot penelitian dan membuka peluang research lintas disiplin dan pendidikan tinggi melalui program gelar "By Research". Pendidikan Tinggi yang menawarkan kajian by research (penelitian) hampir menghapus persepsi lineritas yang kaku dan membuka peluang kajian lintas disiplin(Interdisiplin) yang lebih demokratis, fleksible, inklusif dan lebih inovatif.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial-Humaniora
Tema Seminar Nasional "Menggugat Fragmentasi dan Rigiditas Pohon Ilmu". Sejumlah makala yang berkaitan dengan isu kajian interdisiplin dipaparkan oleh teman-teman dosen dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi di negeri ini. Seminar Nasional ini bisa menjadi inspirasi untuk meng-counter claim lineiritas yang kaku yang telah mengorbankan teman-teman dosen terutama mereka yang sedang mengurus pangkat akademik. Banyak dari dari mereka yang telah dirugikan secara adminisratif dan akademik yang berimplikasi pada karir mereka karena mereka dianggap mengikuti pendidikan pascasarjana yang tidak lagi lineritas dengan ilmu S1 mereka dulu.
Dulu awal sebelum dicangkan kebijakan Perguruan Tinggi BHP sempat beredar isu Research University Versus Teaching Universiy. Universitas yang dikategorikan Research University adalah universitas yang maju dan terbesar di Indonesia (leading universties) yang sekarang pada umumnya telah berstatus perguruan tinggi BHP. Akademi, politeknik dan beberapa universitas yang masih lebih banyak mengfokuskan bobot aktifitas akademiknya pada kegiatan teaching (pengajaran) dari pada bobot research (penelitian) masuk kategori teaching university.
Dari UU pendidikan Tinggi yang baru secara implisit arah kebijakan pendidikan tinggi ialah mejadikan perguruan tinggi di Indonesia menjadi perguruan tinggi berkelas internasional (World Class University) dengan penekanan pada inovasi dan kualitas pengajaran dan penelitian. Juga kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia ke depan akan menggabungkan dua institusi yaitu lembaga pengadian masyarakat dan lembaga penelitian akan dimerjer mejadi satu lembaga. Kebijakan pendidikan tinggi ini mengikuti trend pendidikan tinggi dunia di mana hanya ada dua fokus aktifitas ilmiah yang menonjol di perguruan tinggi yaitu "Teaching and Research" (Pengajaran dan Penelitian).
Dulu mungkin hanya di Indonesia yang menggunakan Jargon Tri Darma Peguruan Tinggi di mana aktivitas pendidikan Tinggi meliputi Penelitian, Pengajaran dan Pengabdian Masyarakat. Padahal di seluruh dunia jargon akademik hanya ada dua yaitu "Teaching and Research" karena isu pengabdian masyarakat sudah terintegrasi di dalamnya (Teaching and Research). Ada bahkan yang berasumsi bahwa kenapa di Indonesia ditambahkan lagi satu yaitu pengabdian masyarakat biar tambah banyak aktifitas dan pekerjaan dan tambah jumlah jabatan di lembaga perguruan tinggi. Kenyataannya kegiatan pengabdian masyarakat secara sederhana bisa dikatakan hanya merupakan aktivitas praktis yang mirip pekerjaan yang digeluti oleh siswa sekolah kejuruan atau aktifitas LSM misalnya cara membuat minyak VCO. Kegiatan seperti ini tentu hanya membutuhkan tenaga profesional sekelas diploma atau atau tamatan dari sekolah kejuruan menengah atas (SMK) dan tentukan hanya mubatsir kalau yang dilibatkan dalam aktivitas ini mereka yang berlatar belakang pendidikan S2 atau S3 atau bahkan mereka yang punya jabatan Profesor kecuali mereka jadi konsultan ahli dalam projek ini.
Kembali ke rigiditas pohon ilmu dan rigiditas liniritas disiplin ilmu yang sangat berpengaruh dengan karir dan kepangkatan seorang dosen terutama di Peguruan Tinggi sangat nampak. Mungkin dewasa ini ada jauh lebih banyak jumlah dosen yang melanjutkan studi pada jenjang pendidikan pascasarjana (S2 dan S3) yang tidak lagi linier dari Ilmu S1 nya. Ada yang masih dalam rumpun ilmunya dan ada bahkan yang lebih jauh menyimpang dari ilmu S1 nya. Dengan kebijakan administrasi kepangkatan akademik maka mereka yang melanjutkan studi pada bidang ilmu yang jauh dari ilmu S1 nya akan mengalami kesulitan ketika akan mengurus kepangkatan terutama ke pangkat Lektor Kepala dan Guru Besar. Namun, untuk pengurusan sertifikasi dosen keliatan sampai saat ini relatif tidak masalah. Padahal harus dipertimbangkan bahwa tenaga dosen adalah tenaga pengajar dan sekaligus tenaga peneliti. Dalam konteks penelitian kajian interdisiplin ilmu (lintas disiplin ilmu) itu sesuatu yang lumrah atau bukan hal yang baru dan bahkan hibah-hibah penelitian yang ditwarkan oleh dikti justru sekarang banyak juga yang mempromosikan kajian lintas disiplin ilmu.
Banyak kajian penelitian yang tidak boleh dikaji dengan pendekatan mono-disiplin ilmu (lineritas) atau menggunakan kacamata kuda tapi justru dengan kehidupan yang sangat kompleks ini sangat bnyak kajian penelitian justru membutuhkan berbagai perspektif ilmu atau interdisiplin ilmu. Justru judul atau topik penelitian itu akan jenuh jika hanya mengkajinya dari perspektif tunggal. Walaupun harus juga diakui bahwa ada kajian ilmu yang wajib didekati dengan pendekatan mono-disiplin dan demikian juga tentu banyak kajian penelitian yang harus didekati dengan kajian lintas disiplin ilmu. Ingat dosen bukanlah dokter spesialis yang misalnya kalau dia dokter ahli jantung tentu hanya fokus pada penyakit jantung misalnya dan demikian juga dosen bukanlah seorang guru SMA atau dosen di akademi atau politeknik dan penekanan pada kegiatan pengajaran yang sangat monodisiplin itu misalnya kalau dia pengajar Biologi keahliannya harus hanya bilogi saja.
Rigiditas pohon ilmu dan kekakuan lineritas ilmu di Indonesia terbentuk dan terpelihara karena di perguruan tinggi di Indonesia paradigma dan mindset itu terbentuk kaku oleh terbiasanya kita dengan sekat-sekat Program Studi-program studi yang lebih banyak penekanan padan aktifitas perkuliahan "Coursewok" teaching (bobot pengajaran) dan hampir melupakan bahwa perguruan tinggi di negara-negara maju banyak yang menekankan lebih banyak pada pada bobot penelitian dan membuka peluang research lintas disiplin dan pendidikan tinggi melalui program gelar "By Research". Pendidikan Tinggi yang menawarkan kajian by research (penelitian) hampir menghapus persepsi lineritas yang kaku dan membuka peluang kajian lintas disiplin(Interdisiplin) yang lebih demokratis, fleksible, inklusif dan lebih inovatif.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Blogger Sosial-Humaniora
Senin, 10 Desember 2012
Ketua Demokrat: Ibas Yudhoyono Itu Alumni Luar Negeri yang Tak Mungkin Terlibat Korupsi
Ini statement yang menarik dari seorang politisi Demokrat. Di satu sisi
statement seperti ini patut dihormati dan dipahami terutama ketika
merujuk pada indeks persepsi korupsi di sejumlah negara-negara makmur
yang berhasil mengatasi masalah korupsi melalui pendidikan informal
(dalam keluarga) dan pendidikan formal (Sekolah/universitas).
Kantin kejujuran yang mulai dibuka di beberapa lembaga pendidikan formal yang disponsori oleh lembaga penegakkan hukum (Kejaksaan) terinspirasi dari negara-negara makmur (welfare satetes) yang berhasil mengatasi masalah korupsi melalui pembiasaan kejujuran dan pendidikan nilai di lembaga pendidikan formal. Hasil dari pendidikan nilai (value education) dan pembiasan jujur anak didik menjadi siswa/mahasiswa yang berani dan jujur dan kelak ketika mereka jadi pemimpin yang jujur dan menjadi teladan dalam hal kepemimpinan dan penggunaan uang negara/uang rakyat. Di negara makmur masalah korupsi bisa teratasi sehingga rakyat dapat menikmati kemakmuran, jaminan sosial (social security dan berbagai hasil pembangunan secara merata) karena kasus tindak pidana korupsi yang menyebabkan negara miskin dapat dicegah dan diatasi secara lebih efektif.
Dulu ada ungkapan "student today leader tomorrow" tapi dengan maraknya kasus korupsi akhirnya ungkapan ini ada yang memplesetkan menjadi "Student today corruptor tomorrow". Soekarno pernah berkata, dulu banyak mahasiswa aktivis yang menjadi tahanan (political prisoner) ketika mereka masih aktif kuliah sehingga dikatakan dulu waktu kuliah jadi tahanan dan ketika selesai kuliah jadi pemimpin atau "masuk penjara dulu baru jadi pemimpin" tapi sekarang seperti apa yang pernah dikatakan oleh presiden Soekarano suasananya berbeda jadi mahasiswa dulu kemudian jadi pemimpin lalu jadi tahanan (prisoner) karena tersandung kasus pidana korupsi.
Dan fenomena ini ternyata telah terbukti walaupun jumlah kasus yang dimaksudkan belum signifikan. Kasus yang dimaksud di atas bisa terlihat secara nyata di mana banyak mantan aktifis mahasiswa yang dulunya sangat idealis dan sering mengkampanyekan gerakan anti korupsi tapi ironisnya mereka juga akhirnya terlibat korupsi ketika diberikan kepercayaan untuk menduduki jabatan penting baik di lembaga pemerintahan maupun di lembaga swasta.
Saya teringat kata-kata seorang Profesor saya di Australia pada saat saya akan pamitan dan kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S3 (PhD). Beliau menasihati agar berhati-hati kalau menjadi pejabat di Indonesia jangan sampai anda tergoda dengan kasus penyelewengan uang negara alias kasus pidana korupsi. Saya sempat kaget tapi memahami apa yang dimaksud Profesor saya. Saya katakan mudah-mudahan pendidikan formal dan kultur kejujuran yang saya pelajari di Australia akan mampu saya terapkan di tanah air ketika kembali. Beliau lanjut berkata mungkin jika ada kesempatan untuk melakukan korupsi karena sistem penegakkan hukum (law enforcement) yang belum efektif akan membuat kasus tindak pidana itu rentan terjadi di negeri anda.
Ada Adigium yang berbunyi bahwa sebenarnya bukan maraknya kasus korupsi yang berbahaya tapi sistem dan iklim yang memicu orang melakukan korupsi itu yang jauh lebih berbahaya dan sebenarnya bukanlah hanya koruptor yang harus disalahkan tapi sistem dan iklim yang membuat korupsi itu rentan terjadi itu yang jauh lebih berbahaya dan harus dirubah. Dunia ini menjadi berbahaya bukan karena makin banyaknya tindak kejahatan (Crime) atau makin banyaknya penjahat (criminal) tapi karena adanya sistem yang memicu orang untuk melakukan kejahatan dan apabila kita tidak mampu merubah atau membiarkan sistem yang kurang baik menjadi lebih baik maka kita adalah bahagian dari suatu kejahatan itu.
Pernyataan bahwa Ibas adalah alumni luar negeri (Alumni Australia) dan tidak mungkin terlibat dengan kasus tindak pidana korupsi merupakan suatu pernyataan yang secara implisit menghormati dan menghargai bahwa di luar negeri peserta didik (student) tidak hanya mengalami pengajaran (teaching) tapi juga mereka megalami pendidikan (education) yang banyak penekanan pada pendidikan nilai (value education) dan dibiasakan atau terbiasa mengormati hukum. Penegakkan hukum (UU dan atau peraturan)di negara makmur betul-betul ditegakkan tanpa pandang bulu sehingga azas "Equality before the law" yang di negara sedang berkembang dianggap Utopia tapi di negara makmur bukan utopia tapi betul-betul diterapkan. Dan mereka yang pernah belajar di negara makmur (welfare state) pasti mengakuinya.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Blogger Sosial-Humaniora
Kantin kejujuran yang mulai dibuka di beberapa lembaga pendidikan formal yang disponsori oleh lembaga penegakkan hukum (Kejaksaan) terinspirasi dari negara-negara makmur (welfare satetes) yang berhasil mengatasi masalah korupsi melalui pembiasaan kejujuran dan pendidikan nilai di lembaga pendidikan formal. Hasil dari pendidikan nilai (value education) dan pembiasan jujur anak didik menjadi siswa/mahasiswa yang berani dan jujur dan kelak ketika mereka jadi pemimpin yang jujur dan menjadi teladan dalam hal kepemimpinan dan penggunaan uang negara/uang rakyat. Di negara makmur masalah korupsi bisa teratasi sehingga rakyat dapat menikmati kemakmuran, jaminan sosial (social security dan berbagai hasil pembangunan secara merata) karena kasus tindak pidana korupsi yang menyebabkan negara miskin dapat dicegah dan diatasi secara lebih efektif.
Dulu ada ungkapan "student today leader tomorrow" tapi dengan maraknya kasus korupsi akhirnya ungkapan ini ada yang memplesetkan menjadi "Student today corruptor tomorrow". Soekarno pernah berkata, dulu banyak mahasiswa aktivis yang menjadi tahanan (political prisoner) ketika mereka masih aktif kuliah sehingga dikatakan dulu waktu kuliah jadi tahanan dan ketika selesai kuliah jadi pemimpin atau "masuk penjara dulu baru jadi pemimpin" tapi sekarang seperti apa yang pernah dikatakan oleh presiden Soekarano suasananya berbeda jadi mahasiswa dulu kemudian jadi pemimpin lalu jadi tahanan (prisoner) karena tersandung kasus pidana korupsi.
Dan fenomena ini ternyata telah terbukti walaupun jumlah kasus yang dimaksudkan belum signifikan. Kasus yang dimaksud di atas bisa terlihat secara nyata di mana banyak mantan aktifis mahasiswa yang dulunya sangat idealis dan sering mengkampanyekan gerakan anti korupsi tapi ironisnya mereka juga akhirnya terlibat korupsi ketika diberikan kepercayaan untuk menduduki jabatan penting baik di lembaga pemerintahan maupun di lembaga swasta.
Saya teringat kata-kata seorang Profesor saya di Australia pada saat saya akan pamitan dan kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S3 (PhD). Beliau menasihati agar berhati-hati kalau menjadi pejabat di Indonesia jangan sampai anda tergoda dengan kasus penyelewengan uang negara alias kasus pidana korupsi. Saya sempat kaget tapi memahami apa yang dimaksud Profesor saya. Saya katakan mudah-mudahan pendidikan formal dan kultur kejujuran yang saya pelajari di Australia akan mampu saya terapkan di tanah air ketika kembali. Beliau lanjut berkata mungkin jika ada kesempatan untuk melakukan korupsi karena sistem penegakkan hukum (law enforcement) yang belum efektif akan membuat kasus tindak pidana itu rentan terjadi di negeri anda.
Ada Adigium yang berbunyi bahwa sebenarnya bukan maraknya kasus korupsi yang berbahaya tapi sistem dan iklim yang memicu orang melakukan korupsi itu yang jauh lebih berbahaya dan sebenarnya bukanlah hanya koruptor yang harus disalahkan tapi sistem dan iklim yang membuat korupsi itu rentan terjadi itu yang jauh lebih berbahaya dan harus dirubah. Dunia ini menjadi berbahaya bukan karena makin banyaknya tindak kejahatan (Crime) atau makin banyaknya penjahat (criminal) tapi karena adanya sistem yang memicu orang untuk melakukan kejahatan dan apabila kita tidak mampu merubah atau membiarkan sistem yang kurang baik menjadi lebih baik maka kita adalah bahagian dari suatu kejahatan itu.
Pernyataan bahwa Ibas adalah alumni luar negeri (Alumni Australia) dan tidak mungkin terlibat dengan kasus tindak pidana korupsi merupakan suatu pernyataan yang secara implisit menghormati dan menghargai bahwa di luar negeri peserta didik (student) tidak hanya mengalami pengajaran (teaching) tapi juga mereka megalami pendidikan (education) yang banyak penekanan pada pendidikan nilai (value education) dan dibiasakan atau terbiasa mengormati hukum. Penegakkan hukum (UU dan atau peraturan)di negara makmur betul-betul ditegakkan tanpa pandang bulu sehingga azas "Equality before the law" yang di negara sedang berkembang dianggap Utopia tapi di negara makmur bukan utopia tapi betul-betul diterapkan. Dan mereka yang pernah belajar di negara makmur (welfare state) pasti mengakuinya.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi UNTAD, Blogger Sosial-Humaniora
Langganan:
Postingan (Atom)