Senin, 30 Juli 2018

KETIKA KATA IMPORT JADI ISU PALING SEKSI


(Minggu, 28 Juli 2018)
Oleh Mochtar Marhum
Ada masyarakat yang berkata sinis dan menyebutkan bahwa zaman now Indonesia paling suka dengan produk import. Import tidak hanya dalam bentuk barang tapi juga termasuk impor orang dalam bentuk tenaga kerja asing.
Kini di tahun politik Isu Import sejumlah barang atau komoditas dan bahan pokok nampaknya dengan sengaja telah dijadikan alat propoganda politik paling seksi.
Telah viral dan berseliweran sejumlah text, narasi dan meme serta berbagai imej yang menggambarkan jenis produk impor Indonesia dari negara asing disebarkan secara luas melalui media sosial. Dan ironisnya sejumlah tulisan dan berita tentang import Indonesia yang terdapat di Media sosial tidak masuk kategori produk jurnalalistik.
Selain isu utang luar negeri, isu import kelihatan lebih banyak dan sering ditujukan untuk menyerang kebijakan pemerintah dengan berbagai sindiran menggunakan bahasa yang lugas, tajam dan pedas.
Menurut rilis data statistik dari Kementrian Perindustrian RI, dalam satu dekade ini ada 30 negara asal import terbesar Indonesia.
Republik Rakyat Cina menempati posisi paling buncit untuk negara asal import terbesar Indonesia dengan nilai 29.698 029,8 Dolar Amerika dan dengan trend kenaikan dalam kurun waktu 5 tahun sebesar 1,11 % disusul Jepang, Thailand, Singapura dan Korea Selatan yang berhasil menempati posisi ke lima. Sedangkan asal negara import yang menempati urutan paling kurus volumenya ditempati oleh Uni Emirat Arab dengan nilai volume import sejumlah 3.948.205,2 Dolar Amerika dan mengalami kecenderungan penurunan volume import yang cukup signifikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sebesar 13,59 %.
Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2018, secara garis besar ada tiga jenis import Indonesia yaitu barang konsumsi, alat bahan baku penolong dan barang modal.
Jenis import paling sering dijadikan momok dan sekaligus jadi komoditas alat propaganda politik untuk mengkritisi pemerintah saat ini yaitu jenis import barang konsumsi termasuk seperti import daging, Import beras, import garam dan sejumlah bahan pokok lainnya.
Import Daging paling besar volumenya sebesar 15,1 Miliar Dolar Amerika dalam bentuk import daging beku tanpa tulang. Import alat bahan baku bentuk peralatan Helikopter menempati urutan yang terbesar kedua senilai 143 Juta Dolar Amerika, kemudian disusul jenis import barang modal seperti ada yang dalam bentuk Laptop senilai 67 Juta Dolar Amerika dan masih ada banyak lagi produk import lainnya yang nilainnya belum terlalu signifikan.
Mungkin di antara yang suka nyinyir dan setiap saat suka menyerang pemerintah dengan isu produk impor, ada di antara mereka yang bisa dianggap seperti orang yang tidak pernah masuk kota dan berbelanja di Swalayan atau Mall.
Selain barang-barang untuk kebutuhan pokok seperti sembako dan lain sebagainya banyak yang diimpor dari luar negeri sejak zaman dahulu kala sampai zaman now, ada lebih banyak lagi produk barang dagangan hasil import yang diperdagangkan di berbagai swalayan, tokoh dan mall di tanah air.
Seiring semakin tumbuh suburnya jenis swalayan yang berlebel seperti Mart. Jika kita menyusuri suatu kota besar di Indonesia dan masuk berbelanja di Swalayan tersebut mungkin kita akan terkejut melihat ada sejumlah lebel atau merek barang dagangan yang ternyata merupakan produk import.
Suasana ditemukannya banyak produk import sudah lama di negeri ini. Cuman mungkin jika dibuat perbandingan dari masa ke masa dan dari segi jumlah pertumbuhan infrastruktur pembangunan tokoh Swalayan yang baru, dalam dua dekade ini mungkin tergolong pertumbuhannya sangat pesat.
Tidak satupun negara di dunia yang tidak pernah melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk Eksport-Import walaupun intensitas, kapasitas dan frekwensinya mungkin beda-beda di setiap zaman dan Rezim pemerintahan yang berbeda.
Sekalipun juga harus disadari bahwa jika volume import lebih besar dari volume eksport itu bisa jadi menandakan ekonomi suatu negara kurang sehat menurut perspektif seorang ekonom.
Kalau anda sempat melakukan survey barang-barang yang diperdagangkan di sejumlah toko swalayan besar, sudah ada puluhan tahun barang-barang dan komoditas impor dari negara asing dan aseng dipajang dan dijajakan di sejumlah swalayan besar di Indonesia.
Sejak Era Orde Lalu, Orde Baru sampai Era Reformasi kalau kita cek di Mall atau Swalyan besar pasti terdapat ratusan macam produk impor dijual di sana. Lalu kenapa tiba-tiba sekonyong-konyong semakin banyak orang yang selalu heran dan nyinyir menyuarakan kritikan dan keprihatinan dengan produk import?, apakah karena mereka sudah terkena sydrom Xenophobia atau benci dengan sesuatu yang berbau asing atau karena mungkin mereka tergolong tipe orang yang rasis ?
Semoga semua dugaan seperti disebutkan di atas tidak ada yang benar karena mungkin mereka itu hanyalah tipe masyarakat yang sangat cinta produk dalam negeri dan sekaligus mereka ingin menunjukkan nasionalisme atau ingin melakukan proteksi produk domestik tanah air yang kelihatan akhir-akhir ini ada yang tertunduk malu dan kala bersaing denga produk import.
Atau bisa jadi di antara mereka yang suka mengkampanyekan gerakan anti import secara implisit merupakan anggota oposisi pendukung dari kelompok yang suka menyuarakan kampanye #2019GantiPresiden dan mereka mungkin sengaja memamfaatkan isu import sebagai alat propaganda politik ?
Kawan saya orang Australia pernah berkunjung ke salah satu Mall dan Swalayan besar di beberapa kota di Indonesia dan ketika berkunjung ke sana dia tidak hanya berbelanja tapi juga selalu melakukan survey secara tidak resmi dan mungkin juga secara kebetulan dia menemukan barang-barang impor yang dijual di Swalayan.
Awalnya kawan saya hanya tertarik ingin mencari tahu jenis produk impor asal Australia dan New Zealand yang diperdagangkan di Indonesia. Dan pernah dia beritahukan ke saya bahwa ada begitu banyak produk import di Indonesia.
Jika kita berkunjung ke luar negeri dan sempat membeli barang-barang sejenis cendera mata di toko yang jualan souvenirs, kemungkinan kita akan menemukan banyak produk asing.
Dan jika kita perhatikan barang tersebut mungkin akan terlihat made in China atau made in Turkey misalnya. Hal ini cukup menarik ketika melaksanakan ibadah Haji tahun lalu, saya juga temukan ada banyak produk asing yang diperdagangkan di toko-toko di Madinah dan Makka. Bahkan ada sejumlah peralatan sholat merupakan produk China (Made in China) atau Made in Turkey.
Kawan saya dulu pernah dengan bangga membeli sepasang sepatu di salah satu tokoh Sepatu terbesar di Sydney Australia. Harga sepatu itu lumayan mahal sekitar 150 Dolar Australia. Dan ketika sampai di rumah dan dibukanya sepatu tersebut, alangka kagetnya kawan tersebut ketika dilihatnya ada tulisan Made in Bandung. Ternyata sepatu tersebut produk asli Indonesia yang diimport oleh pedagang asal Australia.
Saya juga pernah makan di salah satu restoran besar di kota Bangkok dan setelah selesai makan, saya kaget melihat tulisan kecil di salah satu sendok tertulis made in Indonesia.
zaman now tidak satupun negara di dunia yang tidak punya saling ketergantungan bisnis. Ada begitu banyak produk import yang kita gunakan saat ini. Kita mengenderai kendaraan mulai motor, mobil, pesawat, kereta api, kapal laut dan kapal pesiar merupakan produk import. Menghubungi teman pakai HP yang juga produk import dan bahkan kita nonton TV bersantai diakhir pekan hampir semua fasilitas yang kita gunakan merupakan barang import.
Namun, tentu harus disadari jangan sampai ketergantungan kita pada produk import bisa membuat kita merasa lebih bangga dan superior dengan produk asing dan sebaliknya merasa rendah atau imperior dengan produk dalam negeri.
Indahnya menikmati Biapong, Onde-Onde dan Kue Panada di Sore Akhir Pekan ini sambil seruput Kopi Toraja semuanya Produk Asli Indonesia.
Selamat berakhir pekan, Happy Saturday, saya bangga produk asli Indonesia.
Penulis Merupakan Kolumnis Free-Lance dan Akademisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar