Selasa, 22 Juli 2014

PILPRES 2014 PESTA DEMOKRASI PALING SERU


Oleh: Mochtar Marhum

Sejak Reformasi dan dibukanya keran Demokrasi seluas-seluasnya, banyak politisi yang potensial harus bersyukur karena mereka bisa bikin partai dan terbukti ada beberapa partai yang lahir di masa reformasi dan berhasil menarik simpatik masyarakat dan bahkan ada yang menjadi partai penguasa (the Rulling Party) seperti Demokrat dan ada yang menjadi Parpol yang mendapat kenaikan elektabilitas (jumlah suara) yang sangat fantastik dalam Pileg tahun ini seperti Garindra. Seharusnya kita semua bersyukur kepada aktivis pro-Demokrasi yang telah berjuang mengorbankan pikiran, tenaga bahkan jiwa raga mereka untuk membawa bangsa ini keluar dari sistem yang membelenggu kebebasan politik dan berbagai kreativitas masyarak untuk bisa berkembang maju.

Jokowi-JK terpilih jadi Presiden RI ke 7 dan tadi malam telah ditetapkan oleh KPU Pusat. Terpilihnya Jokowi jadi Presiden sebaiknya menjadi inspirasi politik bagi kepala-kepala daerah yang punya reputasi dan rekam jejak yang baik untuk mengikuti jejak Jokowi dinominasikan jadi calon pemimpin di tingkat nasional ke depan menjadi figur Capres dan Cawapres ke depan. Jokowi yang dalam karir politik dan birokrasinya pernah menjabat Walikota  Solo dan Gubernur DKI Jkt. Hal yang sama juga terjadi di beberapa negara di mana mantan Walikota dan Gubernur pernah terpilih jadi Presiden. Di Indonesia banyak kepala Daerah yang sukses memimpin daerah dan mereka sangat berpotensi untuk diorbitkan jadi Capres-Cawapres ke depan.

Sudah 16 tahun bangsa Indonesia menikmati iklim Demokrasi dan Reformasi pasca hijranya bangsa ini dari sistem Oligarki ke Era Demokrasi. Sudah tiga kali dilaksanakan pemilihan langsung serta berbagai suka dan duka, peluang dan tantangan dihadapi. Sejak pertama kali diterapkan Demokrasi langsung dalam Pemilihan Presiden di Indonesia tahun 2004 dan kemudian tahun 2009, PILPRES telah berjalan lancar dan tertib. Masyarakat sangat anthusias menyambut pesta Demokrasi walaupun pada masa itu tingkat partispasinya dianggap relatif lebih rendah dibandingkan Pilpres tahun 2014. Tahun 2004 ada 4 pasang Capres-Cawapres yang mengikuti kontestasi dan tahun 2003 ada 3 pasang Capres-Cawapres dan tahun 2014 hanya ada 2 pasang Capres-Cawapres. PILPRES tahun 2014 diklaim sebagai PILPRES yang tingkat partisipasi Pemilihnya cukup tinggi termasuk Pilpres yang diselenggarakan di luar negeri tingkat partisipasi justru meningkat sangat signifikan dan juga dilaporkan pemilih yang dulu pernah mengambil sikap Golput tahun ini justru ikut berpartisipasi dalam Pilpres.

Dari seajarah Demokrasi langsung, Pilpres kali ini dianggap cukup unik dan termasuk paling rumit (complicated) serta penuh dinamika politik kompetisi dan tantangan cukup berat. PILPRES kali ini yang hanya diikuti oleh 2 pasang Capres-Cawapres tapi justru dirasakan cukup membingungkan masyarakat dan membuat stakeholders penyelenggara Pemilu mengalami tantangan dan kesulitan. Mulai dari tahapan kampanye berbagai insiden. Masyarakat terbelah dan ketegangan sempat terjadi ketika hasil Quikc Count pasca Pilpres 2014 yang dirilis oleh 8 Lembaga Survey kredibel dikacaukan oleh 4 Lembaga survey abal-abal dan partisan. Ketegangan akhirnya teratasi dengan sikap bijak untuk menanti hasil keputusan perhitungan resmi Real Count oleh KPU Pusat. Juga suasana yang cukup unik dan kontroversial ketika sejumlah media yang ikut meliput dan melaporkan kegiatan kampanye Pilpres dan moment Pilpres didominasi oleh sejumlah media yang diidentifikasi sebagai media mainstream versus media abal-abal. Sejumlah media juga ada yang larut ke dalam peran mereka ada yang dianggap bahka sudah melanggar kode etik jurnalistik dan UU Pers. Selama kampanye juga diwarnai dengan beredarnya sejumlah instrumen propaganda Politik dalam bentuk kampanye hitam yang disebarkan liwat Tabloid Obor rakyat dan Tabloid Sapu Jagad. Tabloid ini dianggap bukan produk jurnalistik karena content nya justru tidak sesuai kode etik jurnalistik dan melanggar UU Pers.

Pemandangan yang berbeda dan kontroversial terlihat ketika Calon Prabowo menolak hasil Pilpres dan sekaligus menarik sejumlah saksinya dalam tahapan Pleno KPU kemarin. Namun, menurut Komisoner KPU Hadar Nafis Giami dan Pakar Hukum Tata Negara UI, Refly Harun dan Prof. Sadly Isra, sikap menolak hasil Pilpres oleh Kubu Prabowo tidak akan menghentikan kegiatan perhitungan suara dan tidak akan mengurangi legitimasi agenda Pleno KPU. Pleno KPU akan terus berlangsung dan pengumuman hasil pemenang Pilpres juga akhirnya dilaksanakan semalam. Yang jelas dari hasil Pilpres tersebut telah terbukti bahwa ada lebih banyak jumlahnya masyarakat yang menginginkan Jkw-JK memimpin negeri ini karena mereka mungkin telah sadar dan menginginkan Indonesia harus berubah menjadi Indonesia Baru bukan Neo Orde Baru. 

Sikap kubu Prabowo yang menarik diri dari proses lanjut rekapitulasi perhitungan suara karena menganggap telah terjadi kecurangan justru oleh ketua MPR dan Ketua Umum PP Ansor menganggap sikap Prabowo tidak pantas. Kenyataan di lapangan selama Kampanye Pilpres dan pasca pencoblosan dilaporkan oleh sejumlah media justru yang paling banyak jadi korban fitnah dan korban kecurangan  berlangsung justru Kubu pasangan No.2 Jkw-Jk dan banyak masyarakat tahu kasus tersebut. Kasus tersebut sangat memalukan terjadi di alam Demokrasi. Kini disaat agenda Pleno berlangsung sikap anomali ditunjukkan dan sikap tersebut justru hanya menambah catatan track record buruk dari seorang Capres yang mengaku berjiwa besar. Sikap menarik diri tersebut juga justru telah mempertontonkan kelemahannya dan watak aslinya yg selama ini ditutup-tupi. Kedepan Seleksi Capres harus lebih ketat lagi dan jangan sekali-kali meloloskan Capres yang tidak layak ikut kontestasi karena terindikasi punya sikap ambisius, arogan dan tidak ksatria, suka mencla mencle dan hanya mau menerima kemenangan tapi ironisnya menolak kekalahan dengan alasan dan argumentasi yang masih perlu dibuktikan lebih lanjut di MK. Indonesia butuh figur pemimpin yang ksatria yang menempatkan kepentingan bangsa ini di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Agenda PILPRES sejak tahapan awal sampai Pleno KPU hari kemarin disaksikan tidak hanya masyarakat Indonesia di dalam negeri tapi juga disaksikan secara luas oleh masyarakat dunia melalui berbagai media. Sikap elit-elit Kubu pasangan No.1 kemarin yang menarik diri dari rapat pleno rekapitulasi suara hasi Pilpres justru akhirnya membuka mata masyarakat dunia dan mereka akhirnya mereka makin tahu watak asli calon pemimpin yg mencla mencle. Masyarakat dunia tahu siapa yg punya komitmen melaksaknakan agenda Demokrasi dengar benar dan pihak mana yang menabrak mekanisme PILPRES dan tidak menghormati Prinsip Demokrasi baik itu Demokrasi Prosedural maupuDemokrasi Substantif. Agenda Keputusan Pleno KPU hanya bisa dibatalkan melalui mekanisme Hukum liwat gugatan di Mahkamah Konstitusi bukan dgn cara yang tidak ksatria dan menabrak mekanisme PILPRES dan tdk menghormati agenda Pleno KPU yang telah ditetapkan.

Sunggu malu aku disaksikan oleh masyarakat dunia agenda Demokrasi di Indonesia dicedrai oleh elit-elit yang tidak legowo menerima hasil Pilpres. Mereka menunjukkan sikap tidak mau secara ksatria menerima kenyataan hasil PILPRES. Padahal mereka pernah berkata tunggu hasil Pilpres yang disahkan KPU dan juga Prabowo pernah bilang bahwa dia akan menerima apapun hasil Pilpres yang akan diumumkan.

Pilpres 2014 termasuk berjalan lancar dan sukses walaupun di sana-sini terdapat kekurangan. Presiden SBY harus mendapat apresiasi dari berbagai pihak karena berhasil mencairkan suasana ketegangan Pilpres. Dan demikian juga lembaga penyelengga Pemilu KPUD, KPU, Panwaslu dan Bawaslu serta semua stakeholders penyelenggara Pemilu termasuk semua pihak petugas kemanan juga harus diapresiasi atas kerja keras mereka yang berhasil menggelar pesta Demokrasi dan mengamankan jalannya Pilpres 2014. Juga diucapkan "Selamat dan  Sukses kepada bapak Ir. H. Joko Widodo dan Bpk H. Drs. Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI ke-7 Republik Indonesia semoga bisa menjalankan amanah sesuai harapan kita semua.

Kini hasil Pilpres telah ditetapkan KPU Pusat dan tinggal menunggu tahapan sengketa Pilpres di MK jika kubu Prabowo-Hatta jadi mengajukan gugatan. Dan setelah itu sisa menyambut tahapan akhir yang menggembirakan dan merupak etape klimaks dari proses demokrasi prosedural dalam agenda pelantikan Pilpres bulan Oktober 2014. Saatnya semua pihak meninggalkan simbol-sombol partisan yang memicu ketegangan dan sikap kurang bersahabat. Tinggalkan simbol No.1 dan dan Nomor 2 dan ganti dengan nomor 3 yaitu persatuan Indonesia. Masyarakat yang pernah terbelah dengan sikap politiknya yang berbeda harus bersatu untuk menjadikan Indonesia bangkit dan kemudian siap berubah menjadi Indonesia hebat. Kemenangan Pilpres 2014 adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Akhirnya jabat erat selalu dan salam 5 jari untuk Indonesia Raya.

Penulis: Akademisi, Aktivis Damai dan Blogger Isu Sosial Humaniora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar