Oleh Mochtar Marhum
Pengurus Kahmi (Ketua Bidang Infokom) dan Pengurus Ikatan Sarjana NU (Bidang LitBang) Wilayah Sulawesi Tengah
Dari
perspektif dan konteks global, Saya menyaksikan kebangkitan umat Muslim
cukup signifikan terutama pasca bubarnya blok Fakta warsawa dan krisis
ekonomi/Utang beberapa negara-negara kapitalist. Dan juga terlebih
pasca insiden serangan 11 September.
Revolusi Arab dikenal
dengan jargon Arab Spring atau Arab awakening melalui gerakan people
power dan juga digerakkan oleh kelompok oposisi diikuti dengan gerakan
pemberontakkan (uprising) telah berhasil menjatuhkan beberapa Rezim
Diktator mulai dari Tunisia, Libiya, Mesir, Yaman dan terakhir Syria
yang sampai saat ini gerakan pemberontakan oposisi masih mendapat
tantangan resistensi yang belum terkalahkan oleh Regime Basyar AlAsad.
Fenomena
yang menarik dari Regime-regime yang digulingkan di Jazirah Arab (Arab
World) cukup menarik dan unik karena eks-Rgime yang pernah mejabat
sebagai kepala Pemerintahan majoritas berasal dari kelompok sectarian
atau etnis yang relatif dianggap minoritas dan juga kebanyakan berasal
dari latar belakar perwira militer. Pada umumnya eks-Regime yang pernah
berkuasa memiliki karakter mirip pemimpin yang ada di negara monarki
absolut. Ada yang mempraktekkan Oligarki Politik-Ekonomi dan Dinasti
Politik. Dalam konteks Dinasti Politik (Political Dinasty) Jelang dan
jauh sebelum kejatuhan Regime-Regime yang lama berkuasa di Timur Tengah
tersebutmisalnya, mereka telah mempersiapkan putra-putra mereka yang
siapak akan menggantikan ayah mereka kelak sebagai kepala Pemerintahan.
Dan praktek Dinasti politik ini telah diterapkan di Syria sebelumnya dan
juga rencana dulu akan diterapkan di Irak oleh Regime Sadam tapi
keburuh digulingkan oleh Amerika dan sekutunya melalui doktrin
pre-emptive strike dan unilateral action.
Regime-regime di
negara-negara Jazirah Arab telah berhasil digulingkan melibatkan suatu
gerakan people power yang pejuangnya (Fighter/rebel) tercatat juga
melibatkan tidak hanya masyarakat umum tapi juga aktivist mudah yang
berasal dari Ormas sectarian sperti Element Ikwanul Muslimin atau Hizbut
Tahrir (HT).
Rezim yang mendapat legitimasi sebagai
penyelenggara negara pasca revolusi atau jatuhnya Rezim Diktator juga
melibatkan pemimpin ada yang berlatar belakang dari kader ormas
sectarian Hizbut Tahrir atau Ikhwanul Muslimin. Juga yang tidak kalah
menarik untuk diamati adalah fenoma unik yang terjadi selama priode
uprising (pemberontakkan) di mana kelompok Ormas sectarian dan negara
barat (Western powers) yang mendukung misi menjatuhkan Regime berkuasa,
memiliki persepsi, misi dan visi yang hampir sama dalam konteks dan
upaya menjatuhkan Regime yang berkuasa. Namun, sebaliknya Regime Western
Powers sempat mendapat tantangan berat terutama ketika akan mengucurkan
bantuan persejataan kepada kelompok pemberontak karena mereka ragu
kalau-kalau bantuan persenjataan yang mereka berikan akan jatuh ke
tangan pemberontak yang mereka identifikasi sebagai kelompok atau elemen
Islam garis keras. Dan juga menurut laporan sejumlah media, Western
powers juga sering khawatir jika kelak nanti Regime yang berhasil
digulingkan akan diganti posisinya oleh pemimpin yang berlatar belakang
aktivis dari Kelompok Islam garis keras.
Pertumbuhan jumlah
populasi Muslim dunia cukup signifikan yang sekarang jumlahnya
diberitakan mampu bersaing dengan jumlah populasi sectarian umat kristen
Katolik. Pertumbuhan jumlah populasi Muslim dunia bertambah juga
dikabarkan oleh media karena ada juga bnyak umat non-Muslim yang sudah
mengucapkan syahadat dan masuk Islam seperti diberitakan di beberapa
media masa dan media konvensional dan berita itu juga cukup mengejutkan.
Dari perspektif ekonomi politik, gerakan Syariah Khilafah di
beberapa negara Jazira Arab, Asia Selatan dan Asia tenggara mulai
bangkit karena terinspirasi dan termotivasi oleh romantisme masa
Kekaisaran Otoman (otoman Empire) yang dari perspektif historis sempat
menguasai sebagian wilayah Eropa Barat dan meninggalkan bukti artefak
sejarah Islam sperti di Cordoba Sepanyol. Banyak aktivis Ormas Islam
yang menganggap bahwa solusi alternatif yang paling tepat untuk
mengatasi masalah krisis multidimensi akhir-kahir ini adalah dengan
kembalinya umat Islam ke Konsep Syariah Khilafah dan gerekan ini mulai
dikampanyekan oleh kelompok Ormas sectarian yang cukup dikenal seperti
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Momentum terjadinya krisis
ideologi politik dan krisis ekonomi/utang di sejumlah negara kapitalis
belum lama ini membuat semakin banyak orang yang mendambakan ideologi
yang lebih ideal dan stabil yang menjanjikan masa depan yang cerah.
Gerakan ekonomi syariah juga mulai bangkit ditandai dengan tumbuh dan
mejamurnya bank-bank Syariah dan Muamalat yang telah berkolaborasi
dengan bank konvensional di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu pihak
perbankan convensional Kerajaan Inggris telah memberikan penghargaan
kepada Bank Syariah yang berhasil mengembangkan sayap usaha perbankannya
di daratan Great Britain (Inggris Raya). Namun, sebaliknya usaha BMT
yang sempat diperkenalkan beberapa wialayah di tanah air sempat timbul
tenggelam dan bahkan ada yang gulung tikar.
Fenomena yang
mungkin agak mengejutkan justru dalam konteks politik di Indonesia di
mana Parpol yang dulu pernah berideologi dan mengusung misi Islam serta
dulu agak ekslusif kini secara perlahan mulai bangkit tapi tampil dengan
baju yang berbeda. Tampil lebih terbuka (inclusif) kecuali PKS yang
tetap konsisten dan yang disinyalir berafiliasi dengan Gerakan Hizbut
Tahrir.
Sebaliknya beberapa Parpol sectarian yang lahir dan
dibidani oleh Ormas Sectarian Islam seperti PKB dan PAN (NU dan
Muhammadiya) akhirnya menjadi Parpol terbuka (Inclusif) dan lebih
mengejutkan lagi Parpol yang dulu pernah sangat sectarian dan Ekslusif,
PPP (Partai Persatuan Pembangunan) baru-baru ini telah mendeklarasikan
Parpolnya sebagai partai terbuka. Ini fenoma menarik yang perlu dikaji
secara sosiollogis-historis. Akhir-akhir ini, saya juga menyaksikan di
TV Aljazeera banyak berita tentang kebangkitan Gerakan Sectarian seperti
Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir (HT) yang bangkit di Jazira Arab
(Arab World) seiring dengan hadirnya gerakan revolusi Arab.
Sebagai
akademisi yang pernah belajar di luar negeri dan setiap saat aktif di
media sosial (Mailing List, FB dan Twitter), hampir setia saat saya
mendapakan informasi tentang pertumbuhan populasi dan perkembangan
Muslim dunia dan juga kebangkitan gerakan Islam di Luar Negeri. Gerakan
Islam di luar negeri justru digerakkan oleh teman-teman Mahasiswa
Muslim dari berbagai belahan dunia yang sedang belajar di universitas
dan politeknik di negara-negara barat dan berkolaborasi dengan kelompok
Permanent Resident/Warga Negara atau umat Muslim di negara tempat
belajar mahsiswa Muslim melalui kegiatan pengajian rutin dan
kegiatan-kegiatan sosial.
Saya melihat justru kembangkitan umat
Muslim juga lebih nampak misalnya di negara-negara barat seperti di
Eropa, Amerika Utara dan Australia. Namun, aktivitas mahasiswa dan
masayarakat Muslim di negara-negara di Barat (Western World) sering
mendapat tantangan dan kendala karena terkadang dicurigai akan menjadi
gerakan Islam garis keras atau gerakan yang mendukung kelompok ekstrimis
walaupun kenyataannya tentu banyak yang tidak seperti itu. Aktifitas
mengumpulkan dana (Charity) kemanusian untuk dikirimkan kembali ke
negara-negaranya mahasiswa Muslim bersangkuta juga bahkan sering ada
yang dicurigai aliran dana yang terkumpul mungkin akan disalurkan untuk
gerakan terorisme walaupun kenyataannya dugaan atau kecurigaaan itu
banyak yang tidak benar. Juga kegiatan sosial dan ritual lainnya seprti
pengajian dan aktifitas sosial umat Muslim lainnya di negara-negara
Barat ada yang sering tidak luput dari pengawasan (surveilence).
Umat
Muslim harus bersatu terutama dalam konteks ikut membangun tatanan
dunia yang lebih sejahtera, aman dan damai. Ide Khilafah/Syariah yang
dikampanyekan oleh kelompok Ormas Sectarian yang berafiliasi dengan
Ikwnul Muslimin/Hizbut Tarir merupakan salah satu alternatif
mempersatukan kekuatan umat Muslim dunia tapi ide ini tentu akan
mengalami kendala politik dan kultural yang cukup berat karena tentu
akan mengalami resistensi oleh kekuatan gerakan kelompok pluarilist dan
gerakan aktivist HAM. Di samping itu ide Khilafah tentu akan
berbenturan dengan hukum Internasional dan UU Negara Bangsa (Nation
states). Juga menyangkut RUU Keormasan ternyata banyak kelompok ormas
sectarian yang menyatakan resistensinya. Ada yang menduga RUU
Ke-Oramasan dapat menjegal tumbuh dan berkembangnya gerakan Ormas
sectarian yang ekslusif.
Kamis, 11 April 2013
Senin, 08 April 2013
Perspektif Media dan Kasus Hukum Rimba
Kemarin pagi TV ONE menayangkan dialog tentang kasus serangan ke
LP Cebongan. Even dialog itu mungkin bisa dianggap kurang fair dan tidak
berimbang karena Nara sumber yg diundang semua memiliki ikatan
emosional dengan oknum yg terlibat serangan ke Cebongan karena katakan
tidak ada nara sumber yg, netral dan independent (Impartial).
Dapat dianggap lebih ideal, berimbang, proporsional dan Profesional jika suatu tayangan dialog di TV swasta ternama jika juga melibatkan nara sumber yang independent dan berimbang sehingga dialog itu bisa menjadi lebih objektif dan fair. Masyarakat tentu berhak mendapatkan akses informasi yang mencerahkan, lebih objektif dan berimbang.
Saya berlangganan TV Indovision dan hampir setiap saat menyaksikan program dialog-dialog TV luar negeri dan nara sumber yang dilibatkan selalu berimbang dan harus ada nara sumber yang independent dan impartial (Netral) sehingga masyarakat tidak pernah mencurigai kalau tayangan seperti itu adalah tayangan mungkin katakan semacam pesanan untuk tujuan membentuk opini publik (Public Opinion).
Yang tampil kemarin pagi Jendral Purnawiran Doktor Hendro Priyono dan seorang akdemisi UI (Putra Purnawirawan TNI). Di satu sisi terus ternag saya apresiasi dengan dialog yang bagus dan mencerahkan itu tapi di sisi lain tentu saya menduga mungkin ada juga masyarakat yang mempertanyakan objektifitas statement dan argumentasi narasumber dalam even dialog TV One tersebut karena posisi dan satus narasumber semua katakan tidak impartial (independent/netral). Dan katakan tentu karena faktor physikologis dan ikatan emosional mungkin akan sulit membuat statemnt dan argumentasi yang lebih objektif.
Juga media seharusnya cover both sides karena peristiwa LP cebongan tentu tidak berdiri sendiri dan tentu juga harus dipahami kenapa kasus hukum rimba atau misalnya serangan LP Cebongan itu bisa terjadi di lembaga permasyarakat yang merupakan tempat yang dianggap paling aman yang bisa melindungi tahanan yang notabene juga punya hak dan hak-hak mereka sebagai tahanan juga harus mendapat perlindungan.
Menurut sejumlah pakar dan praktisi media bahwa dari hasil survey LSI salah satu Lembaga Survey ternama, sungguh hasilnya cukup mengejutkan karena ternyata tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum di Indonesia mulai menurun sehingga ada spekulasi bahwa masyarakat telah memahami dan bahkan mentolerir aksi brutal pembantaian di LP cebongan karena menurut mereka dalam beberapa kasus terkait hukum tidak ditegakkan sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Misalnya ada yang melaporkan ternyata di antara korban pembantaian yang diidentifikasi preman pernah membunuh dan memperkosa tapi hanya mendapt hukuman yang relatif ringan.
Banyak masyarakat yang hampir kehilangan kepercayaan pada sistem penegakkan hukum sehingga kasus main hakim sendiri dan semacam praktek kelompok vigalante di negeri ini makin memprihatinkan. Bedah editorial Media Indonesia pagi ini berjudul "Titik Nadir Hukum". Informasi yang sangat mencerahkan tapi juga beritanya memprihatinkan dan laporan bedah editorial ini harus menjadi feedbacks dan refleksi bagi pihak penegak hukum (law enforcers) dan stakeholders terkait.
Banyak kasus di mana ada sejumlah terdakwa yang telah diputuskan dipengadilan ternyata ada yang hanya mendapat hukuman yang relatif dianggap ringan dan lebih ironis lagi bahkan ada pihak penegak hukum yang tersandung tindak pidana korupsi (Tipikor) misalnya sehingga sejumlah pakar mengatakan bahwa masyarakat telah kecewa dengan sitem penegakkan hukum di Indonesia akibatnya setiap terjadi kasus hukum rimba atau kasus main hakim sendiri, masyarakat dapat memahami dan bahkan ironis lagi ada yang mentolerir kasus hukum rimba.
Insiden kasus LP Cebongan harus menjadi pelajaran berharga sebagai feedbacks untuk perbaikan sistem penegakkan hukum di Indonesia. Aparat TNI dan Polri yang jadi korban serangan rakyat sipil dan preman misalnya harus juga mendapat liputan dan sorotan media secara berimbang dan masyarakat juga harus menaruh simpati terhadap setiap kasus main hakim sendiri yang melibatkan rakyat sipil dan kelompok preman.
Aksi premanisme dan tindakan main hakim sendiri oleh warga sipil yang telah mengorbankan aparat negara juga harus dikecam sehingga pemberitaan media dan argumentasi dan statement pakar/pengamat di media bisa dianggap profesional dan proporsional serta objektif dan fair.
Dalam dialog di TV One pagi ini seorang komisoner Police Watch dan seorang politisi Parlemen menyatakan bahwa akhir-akhir ini banyak preman dimamfaatkan oleh aparat atau pejabat. Yang ironis lagi ada pernyataan bahwa banyak yang memamfaatkan preman karena preman bisa dan biasa melanggar hukum sedangkan petugas atau aparat tidak bisa atau tidak biasa ehingga banyak yang lebih cenderung memamfaatkan jasa preman. Ada juga pameo yang dan plesetan yang menyatakan "Aparat itu adalah aset negara tapi preman itu aset siapa atau siapa yang backing Preman?".
Di negara Demokrasi yang menjunjung tinggi supremasi hukum punya azas equality before the law or the law is above everyone. Tidak ada satupun warga negara yang kebal hukum (impunity) dan juga tentu tidak bole ada pembenaran (justifikasi) terhadap semua bentuk tindakan kejahatan di muka bumi (there is no justification for any crime or what so ever).
Ada adigium yang menyatakan "negara semakin berbahaya bukan karena jumlah penjahat semakin banyak tapi negara semakin berbahaya karena ada yang membiarkan kejahatan itu terus terjadi.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activist and Blogger on Social Humanity Issues
Dapat dianggap lebih ideal, berimbang, proporsional dan Profesional jika suatu tayangan dialog di TV swasta ternama jika juga melibatkan nara sumber yang independent dan berimbang sehingga dialog itu bisa menjadi lebih objektif dan fair. Masyarakat tentu berhak mendapatkan akses informasi yang mencerahkan, lebih objektif dan berimbang.
Saya berlangganan TV Indovision dan hampir setiap saat menyaksikan program dialog-dialog TV luar negeri dan nara sumber yang dilibatkan selalu berimbang dan harus ada nara sumber yang independent dan impartial (Netral) sehingga masyarakat tidak pernah mencurigai kalau tayangan seperti itu adalah tayangan mungkin katakan semacam pesanan untuk tujuan membentuk opini publik (Public Opinion).
Yang tampil kemarin pagi Jendral Purnawiran Doktor Hendro Priyono dan seorang akdemisi UI (Putra Purnawirawan TNI). Di satu sisi terus ternag saya apresiasi dengan dialog yang bagus dan mencerahkan itu tapi di sisi lain tentu saya menduga mungkin ada juga masyarakat yang mempertanyakan objektifitas statement dan argumentasi narasumber dalam even dialog TV One tersebut karena posisi dan satus narasumber semua katakan tidak impartial (independent/netral). Dan katakan tentu karena faktor physikologis dan ikatan emosional mungkin akan sulit membuat statemnt dan argumentasi yang lebih objektif.
Juga media seharusnya cover both sides karena peristiwa LP cebongan tentu tidak berdiri sendiri dan tentu juga harus dipahami kenapa kasus hukum rimba atau misalnya serangan LP Cebongan itu bisa terjadi di lembaga permasyarakat yang merupakan tempat yang dianggap paling aman yang bisa melindungi tahanan yang notabene juga punya hak dan hak-hak mereka sebagai tahanan juga harus mendapat perlindungan.
Menurut sejumlah pakar dan praktisi media bahwa dari hasil survey LSI salah satu Lembaga Survey ternama, sungguh hasilnya cukup mengejutkan karena ternyata tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum di Indonesia mulai menurun sehingga ada spekulasi bahwa masyarakat telah memahami dan bahkan mentolerir aksi brutal pembantaian di LP cebongan karena menurut mereka dalam beberapa kasus terkait hukum tidak ditegakkan sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Misalnya ada yang melaporkan ternyata di antara korban pembantaian yang diidentifikasi preman pernah membunuh dan memperkosa tapi hanya mendapt hukuman yang relatif ringan.
Banyak masyarakat yang hampir kehilangan kepercayaan pada sistem penegakkan hukum sehingga kasus main hakim sendiri dan semacam praktek kelompok vigalante di negeri ini makin memprihatinkan. Bedah editorial Media Indonesia pagi ini berjudul "Titik Nadir Hukum". Informasi yang sangat mencerahkan tapi juga beritanya memprihatinkan dan laporan bedah editorial ini harus menjadi feedbacks dan refleksi bagi pihak penegak hukum (law enforcers) dan stakeholders terkait.
Banyak kasus di mana ada sejumlah terdakwa yang telah diputuskan dipengadilan ternyata ada yang hanya mendapat hukuman yang relatif dianggap ringan dan lebih ironis lagi bahkan ada pihak penegak hukum yang tersandung tindak pidana korupsi (Tipikor) misalnya sehingga sejumlah pakar mengatakan bahwa masyarakat telah kecewa dengan sitem penegakkan hukum di Indonesia akibatnya setiap terjadi kasus hukum rimba atau kasus main hakim sendiri, masyarakat dapat memahami dan bahkan ironis lagi ada yang mentolerir kasus hukum rimba.
Insiden kasus LP Cebongan harus menjadi pelajaran berharga sebagai feedbacks untuk perbaikan sistem penegakkan hukum di Indonesia. Aparat TNI dan Polri yang jadi korban serangan rakyat sipil dan preman misalnya harus juga mendapat liputan dan sorotan media secara berimbang dan masyarakat juga harus menaruh simpati terhadap setiap kasus main hakim sendiri yang melibatkan rakyat sipil dan kelompok preman.
Aksi premanisme dan tindakan main hakim sendiri oleh warga sipil yang telah mengorbankan aparat negara juga harus dikecam sehingga pemberitaan media dan argumentasi dan statement pakar/pengamat di media bisa dianggap profesional dan proporsional serta objektif dan fair.
Dalam dialog di TV One pagi ini seorang komisoner Police Watch dan seorang politisi Parlemen menyatakan bahwa akhir-akhir ini banyak preman dimamfaatkan oleh aparat atau pejabat. Yang ironis lagi ada pernyataan bahwa banyak yang memamfaatkan preman karena preman bisa dan biasa melanggar hukum sedangkan petugas atau aparat tidak bisa atau tidak biasa ehingga banyak yang lebih cenderung memamfaatkan jasa preman. Ada juga pameo yang dan plesetan yang menyatakan "Aparat itu adalah aset negara tapi preman itu aset siapa atau siapa yang backing Preman?".
Di negara Demokrasi yang menjunjung tinggi supremasi hukum punya azas equality before the law or the law is above everyone. Tidak ada satupun warga negara yang kebal hukum (impunity) dan juga tentu tidak bole ada pembenaran (justifikasi) terhadap semua bentuk tindakan kejahatan di muka bumi (there is no justification for any crime or what so ever).
Ada adigium yang menyatakan "negara semakin berbahaya bukan karena jumlah penjahat semakin banyak tapi negara semakin berbahaya karena ada yang membiarkan kejahatan itu terus terjadi.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activist and Blogger on Social Humanity Issues
Jumat, 05 April 2013
Isu Kontroversi Pasca Insiden Serangan di LP Cebongan
Konferensi pers tim investigasi TNI telah dilakukan dan telah menjawab
semua teka-teki dan misteri aksi brutal yang terjadi di LP Cebongan
dengan mengumumkan adanya indikasi keterlibatan 11 orang oknum kopasus.
Untuk menjawab segala macam argumentasi defensif dan upaya pengajuan alibi yang berupaya menyangkal aksi brutal tersebut, dapat dibuat analisa dan logika sederhana bahwa yang jelas ada kecenderungan setiap tindakan aksi kejahatan (Crime Act) dilakukan oleh pihak-pihak baik yg profesional maupun kurang profesional selalu berusaha menyembunyikan identitas atau karakter asli para pelaku kejahatan tersebut agar sulit dideteksi oleh tim penyidik. Hanya kelompok yang tidak profesional dan berlaku ceroboh yang menampakkan identitas dan karakter aslinya dalam melakukan kejahatan.
Menyangkut pernyataan Pangdam Diponegoro, mungkin juga ada benarnya tapi jika dikaitkan lagi dengan statement dari LSM Kontras, Harri Azhar di TV One tadi malam bahwa mereka mencium ada pertemuan sejumlah stakeholders terkait sebelum insiden brutal itu terjadi. Dan pernyataan Hari Azhar juga bisa dikaitkan dengan anomali pada saat kejadian misalnya tahanan dipindahkan dari Polres Sleman Ke Polda DIY dan setelah itu banyak yang curiga kenapa tahanan dipindahkan ke Lapas Cebongan kelas 2. Dan kalau alasan Polda DIY karena ruang tahanan Polda lagi renovasi tapikan kalau renovasi sudah ada bahan-bahan bangunan disiapkan di tempatnya dan sudah kelihatan dimulainya renovasi atau sudah siap dilakukan renovasi dan juga kegiatan renovasi sel tahanan sudah dianggarkan tapi kenyataannya tidak ada. Dan juga yang jadi tanda tanya besar kenapa pada saat kejadian itu semua CC TV di jalanan yang diliwati pelaku sedang tidak berfungsi sehingga banyak yang curiga dan demikian statemen dari sejumlah pakar dan tim independent LSM Kontras dalam dialog di TV. Dan juga jika pernyataan tersebut benar berarti mungkin telah terjadi tindakan aksi kolaborasi ilegal yang mengarah ke tindakan brutal aksi illegal extra judicial. Dan benar tim dari Kopasus tidak menggunakan senjata yang dari gudang persenjataannya seperti pernyataan yang membela pelaku dan kalau begitu mungkin senjata yang digunakan tentu dari tempat lain tapi yang jelas mereka telah mengaku melakukan tindakan brutal melawan hukum seperti dalam laporan tim investigasi TNI AD.
Salut dan apresiasi dengan sikap ksatria Danjen Kopasus yang menunjukkan sikap tanggung jawab seorang pemimpin sejati. Jiwa Corps dan semangat solidaritas prajurit TNI juga patut diapresiasi tapi tentu sangat tidak tepat jika semangat solidaritas atau jiwa Korps prajurit diterapkan di luar konteks medan tempur (battle field) apalagi dilakukan dengan cara brutal dan menabrak UU dan melakukan tindakan main hakim sendiri (taking the law into their own hand) mirip tindakan kelompok vigalante yang banyak dilakukan di negara gagal (failed state) sering terjadi di negara dunia ke tiga (third world) seperti di Afrika sana. Tindakan brutal seperti itu tentu sangat disesali terjadi.
Namun, juga sangat disesali aksi brutal kelompok preman yang membunuh secara sadis mantan anggota kopasus di Huga Cafe. Turut berbelasungkawa atas insiden tragis tersebut dan berharap agar aksi premanisme dan kasus peredaran dan penyalahgunaan Narkoba (drug abuse) serta semua aksi tindakan melawan hukum harus bisa diselesaikan permasalahan ini secara adil, jujur, independen dan transparan.
Pernyataan Pangdam Diponegoro dan stakeholders terkait hanyalah semacam alibi untuk menangkis tuduhan yang berdasarkan fakta dan bukti lapangan menyangkut barang bukti yang ditemukan dan telah dilaporkan oleh tim independen TNI AD dalam konferensi Pers. Yang jelas Insya Allah semua akan diputuskan di persidangan nanti dan mudah-mudah proses persidangan berjalan lancar, independent, transparant dan fair.Yang jelas Insya Allah semua akan diputuskan di persidangan nanti dan mudah-mudah proses persidangan berjalan lancar, independent, transparant dan fair. Tidak ada pembenaran apapun terhadap semua tindakan kejahatan (There is no justification for crime act or what so ever) dan tidak ada yang kebal hukum (Impunity) di negara Demokrasi yang menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi.
Selamat bekakhir pekan "Have a great weekend"
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest and Blogger on Social Humanity Issues
Untuk menjawab segala macam argumentasi defensif dan upaya pengajuan alibi yang berupaya menyangkal aksi brutal tersebut, dapat dibuat analisa dan logika sederhana bahwa yang jelas ada kecenderungan setiap tindakan aksi kejahatan (Crime Act) dilakukan oleh pihak-pihak baik yg profesional maupun kurang profesional selalu berusaha menyembunyikan identitas atau karakter asli para pelaku kejahatan tersebut agar sulit dideteksi oleh tim penyidik. Hanya kelompok yang tidak profesional dan berlaku ceroboh yang menampakkan identitas dan karakter aslinya dalam melakukan kejahatan.
Menyangkut pernyataan Pangdam Diponegoro, mungkin juga ada benarnya tapi jika dikaitkan lagi dengan statement dari LSM Kontras, Harri Azhar di TV One tadi malam bahwa mereka mencium ada pertemuan sejumlah stakeholders terkait sebelum insiden brutal itu terjadi. Dan pernyataan Hari Azhar juga bisa dikaitkan dengan anomali pada saat kejadian misalnya tahanan dipindahkan dari Polres Sleman Ke Polda DIY dan setelah itu banyak yang curiga kenapa tahanan dipindahkan ke Lapas Cebongan kelas 2. Dan kalau alasan Polda DIY karena ruang tahanan Polda lagi renovasi tapikan kalau renovasi sudah ada bahan-bahan bangunan disiapkan di tempatnya dan sudah kelihatan dimulainya renovasi atau sudah siap dilakukan renovasi dan juga kegiatan renovasi sel tahanan sudah dianggarkan tapi kenyataannya tidak ada. Dan juga yang jadi tanda tanya besar kenapa pada saat kejadian itu semua CC TV di jalanan yang diliwati pelaku sedang tidak berfungsi sehingga banyak yang curiga dan demikian statemen dari sejumlah pakar dan tim independent LSM Kontras dalam dialog di TV. Dan juga jika pernyataan tersebut benar berarti mungkin telah terjadi tindakan aksi kolaborasi ilegal yang mengarah ke tindakan brutal aksi illegal extra judicial. Dan benar tim dari Kopasus tidak menggunakan senjata yang dari gudang persenjataannya seperti pernyataan yang membela pelaku dan kalau begitu mungkin senjata yang digunakan tentu dari tempat lain tapi yang jelas mereka telah mengaku melakukan tindakan brutal melawan hukum seperti dalam laporan tim investigasi TNI AD.
Salut dan apresiasi dengan sikap ksatria Danjen Kopasus yang menunjukkan sikap tanggung jawab seorang pemimpin sejati. Jiwa Corps dan semangat solidaritas prajurit TNI juga patut diapresiasi tapi tentu sangat tidak tepat jika semangat solidaritas atau jiwa Korps prajurit diterapkan di luar konteks medan tempur (battle field) apalagi dilakukan dengan cara brutal dan menabrak UU dan melakukan tindakan main hakim sendiri (taking the law into their own hand) mirip tindakan kelompok vigalante yang banyak dilakukan di negara gagal (failed state) sering terjadi di negara dunia ke tiga (third world) seperti di Afrika sana. Tindakan brutal seperti itu tentu sangat disesali terjadi.
Namun, juga sangat disesali aksi brutal kelompok preman yang membunuh secara sadis mantan anggota kopasus di Huga Cafe. Turut berbelasungkawa atas insiden tragis tersebut dan berharap agar aksi premanisme dan kasus peredaran dan penyalahgunaan Narkoba (drug abuse) serta semua aksi tindakan melawan hukum harus bisa diselesaikan permasalahan ini secara adil, jujur, independen dan transparan.
Pernyataan Pangdam Diponegoro dan stakeholders terkait hanyalah semacam alibi untuk menangkis tuduhan yang berdasarkan fakta dan bukti lapangan menyangkut barang bukti yang ditemukan dan telah dilaporkan oleh tim independen TNI AD dalam konferensi Pers. Yang jelas Insya Allah semua akan diputuskan di persidangan nanti dan mudah-mudah proses persidangan berjalan lancar, independent, transparant dan fair.Yang jelas Insya Allah semua akan diputuskan di persidangan nanti dan mudah-mudah proses persidangan berjalan lancar, independent, transparant dan fair. Tidak ada pembenaran apapun terhadap semua tindakan kejahatan (There is no justification for crime act or what so ever) dan tidak ada yang kebal hukum (Impunity) di negara Demokrasi yang menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi.
Selamat bekakhir pekan "Have a great weekend"
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest and Blogger on Social Humanity Issues
Kamis, 04 April 2013
Misteri Kasus Serangan Lapas Cebongan Akhirnya Terungkap
Kasus
serangan brutal ke Lapas Cebongan akhirnya terungkap menyusul
konferensi Pers yang dilakukan malam ini dan malam sebelumnya bersama
KASAD. Sebelumnya sejumlah masyarkat masih merasa pesimis dengan upaya pengungkapan misteri aksi brutal di Lapas Cebongan. Ada juga yang merasa skeptis akan pengungkapan misteri kasus cebongan akan diungkapkan secara luas ke publik melalui media oleh petinggi militer yang ditugaskan dalam Tim Inverstigasi TNI AD. Akuntabilitas dan transparansi ini merupakan suatu kemajuan dalam iklim Demokrasi.
Salut dengan sikap Ksatria Pak Jenderal Pramono Edi Wibowo, KASAD dan juga apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Petinggi TNI, POLRI, Komisoner Komnas HAM, LSM KONTRAS, Setara Institut, media massa dan media sosial serta sejumlah stakeholders yg mendukung dan membantu proses investigasi secara profesional, akuntabel dan transparant sehingga akhirnya berhasil mengungkap dan menyingkap hasil investigasi kasus ini ke depan publik.
Kasus ini mungkin juga relatif cukup mudah dianalisa dan ditarik kesimupalan dengan menarik benang merah atas kasus terkait sebelumnya yang juga mengorbankan aparat negara oleh kelompok preman. Walaupun sejumlah stakeholders membela dan membuat bantahan atas tuduhan yang mengidikasikan keterlibatan aparat TNI dalam insiden tersebut dengan membuat semacam alibi dan menegaskan bahwa aksi serangan itu jauh dari karakter aparat negara yang dimaksudkan. Padahal analisa sederhana dapat dinyatakan bahwa hanya pelaku kejahatan yang kurang profesional yang melakukan aksi kejahatan dengan sengaja atau tidak menunjukkan karakter sebenarnya. Dengan kata lain , orang profesional yang melakukan kejahatan cenderung menyembunyikan karakter dan identitasnya agar tidak mudah dilacak oleh penyidik.
Rakyat merasa cukup puas karena hasil konferensi pers malam ini yang mengumumkan hasil inverstigasi tim minimal telah menjawab teka-teki dan mengobati lukaphysihis (trauma) keluarga, kerabat dan teman-teman korban dari insiden-insiden yang terkait terutama karena sebelumnya telah beredar laporan investigasi anonim dan kurang profesional di media sosial (Facebook) beberapa waktu lalu yang mana melampirkan fakta dan gambar detil insiden tersebut. Dan yang juga lebih ironis lagi ketika laporan itu menuduh keterlibatan institusi tertentu serta analisa dan spekulasi prematur tentang adanya keterlibatan kasus kartel Narkoba terkait insiden serangan brutal di Lapas Cebongan.
Turut pula mengecam tindakan aksi kekerasan dan aksi premanisme dan jugauga turut simpati, prihatin dan mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban atas aksi kekerasan yang telah mengrobankan keluarga mereka yang juga merupakan aparat negara yang insiden itu terjadi pada kasus terkait sebelumnya. Semoga masalah premanisme, kasus predaran Narkoba dan segala bentuk aksi pelanggaran hukum di negeri ini bisa diselesaikan secara lebih profesional, proporsional, berkeadilan dan lebih bermartabat.
Walalupun kita memahami sikap emosional sejumalah pihak terkait pasca insident brutal itu, patut disesali dengan sikap bias sejumlah pemangku kepentingan (Stakeholders) yang membuat argumentasi defensif yang prematur (Jump to the conclusion) yang berusaha keras membela dan membuat semacam alibi bahwa aparat negara yg diduga terlibat dijamin tidak melakukan tindak sadis dan barbar.
Aksi main hakim sendiri (taking the law into one's hand) dan serangan brutal ke Lapas Cebongan telah merusak citra kota Yokyakarta sebagai kota pelajar yang paling damai dan aman di Indonesia. Insiden brutal dan barbar itu juga melecehkan institusi hukum dan tentu juga telah merendahkan martabat negara apalagi kasus pelanggaran HAM berat seperti ini menurut sejumlah laporan media, belum pernah terjadi di Indonesia sebelumnya.
Berharap inisiden brutal dan barbar yang telah merusak citra TNI tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang.
BRAVO - TNI - Rakyat - POLRI.
Salam Perubahan
Dr. Mochtar Marhum, PhD.
Akademisi, Aktivis Damai dan Blogger Sosial-Humaniora
(Penulis Buku: Language, Culture and Education in Eastern Indonesia)
Salut dengan sikap Ksatria Pak Jenderal Pramono Edi Wibowo, KASAD dan juga apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Petinggi TNI, POLRI, Komisoner Komnas HAM, LSM KONTRAS, Setara Institut, media massa dan media sosial serta sejumlah stakeholders yg mendukung dan membantu proses investigasi secara profesional, akuntabel dan transparant sehingga akhirnya berhasil mengungkap dan menyingkap hasil investigasi kasus ini ke depan publik.
Kasus ini mungkin juga relatif cukup mudah dianalisa dan ditarik kesimupalan dengan menarik benang merah atas kasus terkait sebelumnya yang juga mengorbankan aparat negara oleh kelompok preman. Walaupun sejumlah stakeholders membela dan membuat bantahan atas tuduhan yang mengidikasikan keterlibatan aparat TNI dalam insiden tersebut dengan membuat semacam alibi dan menegaskan bahwa aksi serangan itu jauh dari karakter aparat negara yang dimaksudkan. Padahal analisa sederhana dapat dinyatakan bahwa hanya pelaku kejahatan yang kurang profesional yang melakukan aksi kejahatan dengan sengaja atau tidak menunjukkan karakter sebenarnya. Dengan kata lain , orang profesional yang melakukan kejahatan cenderung menyembunyikan karakter dan identitasnya agar tidak mudah dilacak oleh penyidik.
Rakyat merasa cukup puas karena hasil konferensi pers malam ini yang mengumumkan hasil inverstigasi tim minimal telah menjawab teka-teki dan mengobati lukaphysihis (trauma) keluarga, kerabat dan teman-teman korban dari insiden-insiden yang terkait terutama karena sebelumnya telah beredar laporan investigasi anonim dan kurang profesional di media sosial (Facebook) beberapa waktu lalu yang mana melampirkan fakta dan gambar detil insiden tersebut. Dan yang juga lebih ironis lagi ketika laporan itu menuduh keterlibatan institusi tertentu serta analisa dan spekulasi prematur tentang adanya keterlibatan kasus kartel Narkoba terkait insiden serangan brutal di Lapas Cebongan.
Turut pula mengecam tindakan aksi kekerasan dan aksi premanisme dan jugauga turut simpati, prihatin dan mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban atas aksi kekerasan yang telah mengrobankan keluarga mereka yang juga merupakan aparat negara yang insiden itu terjadi pada kasus terkait sebelumnya. Semoga masalah premanisme, kasus predaran Narkoba dan segala bentuk aksi pelanggaran hukum di negeri ini bisa diselesaikan secara lebih profesional, proporsional, berkeadilan dan lebih bermartabat.
Walalupun kita memahami sikap emosional sejumalah pihak terkait pasca insident brutal itu, patut disesali dengan sikap bias sejumlah pemangku kepentingan (Stakeholders) yang membuat argumentasi defensif yang prematur (Jump to the conclusion) yang berusaha keras membela dan membuat semacam alibi bahwa aparat negara yg diduga terlibat dijamin tidak melakukan tindak sadis dan barbar.
Aksi main hakim sendiri (taking the law into one's hand) dan serangan brutal ke Lapas Cebongan telah merusak citra kota Yokyakarta sebagai kota pelajar yang paling damai dan aman di Indonesia. Insiden brutal dan barbar itu juga melecehkan institusi hukum dan tentu juga telah merendahkan martabat negara apalagi kasus pelanggaran HAM berat seperti ini menurut sejumlah laporan media, belum pernah terjadi di Indonesia sebelumnya.
Berharap inisiden brutal dan barbar yang telah merusak citra TNI tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang.
BRAVO - TNI - Rakyat - POLRI.
Salam Perubahan
Dr. Mochtar Marhum, PhD.
Akademisi, Aktivis Damai dan Blogger Sosial-Humaniora
(Penulis Buku: Language, Culture and Education in Eastern Indonesia)
Langganan:
Postingan (Atom)