Sabtu, 21 April 2012

MEMAKNAI HARI KARTINI DAN KONSEP KESETARAAN GENDER

“Hidup itu akan indah dan berbahagia apabila dalam kegelapan kita melihat cahaya terang” sepotong kalimat yang diucapkan R.A Kartini semasa hidupnya ini mampu memberikan arti dan spirit tersendiri dalam perjuangan meraih persamaan dan kesetaraan gender atau disebut juga emansipasi. Siapa yang tidak kenal dengan R.A Kartini. Wanita kelahiran 21 April 1879 ini merupakan perintis perubahan bagi kaum wanita. Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berpikiran maju dan sosoknya yang cekatan, lincah, pintar, suka belajar dan haus akan ilmu pengetahuan. Hari ini kita memperingati hari Kartini memaknai perjuangan beliau. Perjuangan kartini sering diasosiasikan dengan konsep emasipasi dan kesetaraan Gender (Gender Equality). Gender adalah konsep sosial yang merujuk pada peran laki-laki dan perempuan walaupun di Indonesia banyak yang salah menginterpretasikan makna Gender dan mengartikan Gender adalah sesuatu yang berhubungan dengan peran kaum wanita.

Dalam Konsep kesetaraan Gender memang kita harus akui bahwa konsep ini mungkin masih kontroversial terutama menurut pandangan aktivist kegamaan bahkan di kalangan kelompok agama dan organisasi tertentu masih bnyak yang bersikap resisten dengan konsep ini yang sering diidentikkan dengan konsep Feminisme yang diimpor. Konsep Kesetaraan Gender dianggap merupakan budaya dan peradaban Barat. Kita berhak membedah dan bahkan mengkritisi konsep feminisme dan kesetraan Gender ini tapi juga kita tidak bisa melihat konsep ini hanya dari perspektif tunggal.

Saya tidak bisa membayangkan seandainya resistensi menentang konsep kesetaraan Gender ini sangat kaku (rigid) dan kita anggap haram serta mendesak pemerintah untuk mendukung kelompok presure grup (Gerakan Ekstra Parlementer) dan anggota parlemen sebaliknya bahkan mendukung pembuatan UU anti kesetaraan Gender, mungkin akan banyak wanita cerdas dan bertalenta kehilangan kesempatan mengikuti pendidikan formal di sekolah sampai perguruan perguruan tinggi dan tidak bisa menyamai strata pendidikan formal pria. Dan tentu juga kita mungkin tidak akan melihat wanita yang bisa mempunyai akses atau emansipasi dan partisipasi dalam pendidikan formal, dan karir politik dan birokrasi yang tinggi misalnya karena dianggap taboo atau bertentangan dengan ajaran budaya, adat dan agama tertentu padahal semua agama mengajarkan agar semua umatnya tidak bodoh dan tertinggal serta hanya jadi objek pembangunan tapi sebaliknya perempuan harus juga menjadi subjek pembangunan dan agen perubahan di negeri ini.

Juga konsekwensi dari penetangan konsep Gender adalah mungkin tidak ada wanita yang diisinkan untuk mengeyam pendidikan tinggi tertinggi sampai Sarjana atau bahkan Doktor. Dan juga mungkin wanita tdk berhak ikut partisipasi politik dan menduduki jabatan politik (ter)tinggi misalnya Kades/Lurah, camat, Bupati, Gubernur dan bahkan Presiden seperti ibu Mega. Atau mungkin tidak ada wanita Indonesia yang diisinkan menduduki posisi penting di birokrat jadi kepala dinas atau bahkan meteri, menjadi Polwan dsb. Atau juga mungkin tidak akan ada wanita Indonesia yang berhak mengecam pendidikan strata tertinggi S3 (Dr./PhD).

Lebih lanjut Saya juga tidak bisa membayangkan seandainya kelompok anti kesetaraan Gender berhasil sebagai pressure Grup mempengaruhi para legislator dan membuat UU anti kesetaraan Gender yang melarang wanita berkarir di luar rumah sebagai wanita karir (PNS/Karyawan swasta). Bagaimana jika seandainya wanita Indonesia hanya diharapkan kembali mengerjakan pekerjaan dan tugas2 di rumah seperti masa dahulu kala alias tugas perempuan atau istri hanya di "Sumur, Dapur dan Kasur" kembali seperti masa lalu. Dan juga bagaimana jika suami satu-satunya pencari nafkah (Breadwinner) meninggal dan tidak ada lagi yg bisa diharapkan bisa membantu keuangan keluarga sedangkan negara kita belum bisa menyediakan jaminan sosial yang memadai untuk semua rumah tangga yang membutuhkan.

Mari kita melihat konsep Kesetaraan Gender secara fair dan proporsional. Berikan keadilan dan hak-hak kepada perempuan secara proporsional dan berkeadilan. Saatnya kita melihat suatu konsep pembangunan Gender secara objektif dan lepas dari segala macam bentuk bias Gender.

Ingat hidup ini indah jika dilakoni sesuai kodratnya masing-masing dan kita bisa menikmati pekerjaan dan jabatan pada posisi yg mungkin terkadang di atas sebagai atasan atau di bawa sebagai bawahan atau bahkan setara jabatan kita dengan pasangan hidup kita atau istri. Dalam kehidupan rumah tangga juga kita bisa lihat terkadang suami bisa di atas dan istri bisa di bawa atau sebaliknya tapi maksud sya jabat dan karir alias profesi masing-masing...hehehehehehe...kalau kesetaraan dan emansipasi dalam konsep di negara maju kita berikan kesempatan wanita untuk menempuh pendidikan yg setinggi-tingginya dan mengejar karir juga yang setinggi-tinginya tapi terkadang ketika kembali ke rumah istri juga harus tahu diri dan juga harus mengerti posisinya yang tepat di dalam rumah sebagai ibu rumah tangga.


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Aktivis Damai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar