Rabu, 14 Juni 2017

TOLITOLI KOTA LANGGANAN BANJIR, PUNYA KENANGAN PERNAH JAYA SEBAGAI KOTA CENGKEH




Oleh: Mochtar Marhum
Meninggalkan kota kelahiranku yang pernah terkenal sebagai kota penghasil Cengkeh setelah tiga hari membesuk ibuku yang sedang sakit. Ke Tolitoli hari Kamis lalu dengan Pesawat Lion Air dan sempat satu penerbangan dengan rombongan Mentri Sosial.

Catatan ini ditulis di atas bis Lorena dalam perjalanan dari Tolitoli menuju Palu dengan hanya mengandalkan Iphone. Di tengah goyangnya bis akibat jalan yang tidak rata tapi Alhamdulillah saya sempat memiliki ide inspiratif dan menyelesaikan tulisan ini.

PROFIL UNIK KABUPATEN TOLITOLI
Tolitoli merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang punya keunikan tersendiri. Wilayah laut kabupaten Tolitoli ada yang berbatasan langsung dengan Malaysia Timur dan Philipina Selatan. Dari aspek Geografis, Topografi dan Demografi, wilayah Tolitoli berbukit-bukit, memiliki pantai yang terpanjang dan luas dengan ombaknya yang besar karena di depannya laut lepas menghadap langsung wilayah luar negeri yaitu laut China Selatan, Malasyia Timur dan Philipina Selatan.
Dari aspek etnik dan linguistik, masyarakatnya cukup unik karena penduduknya berbahasa Indonesia denga dua dialek atau logat yang dominan mewakili etnik yang sangat berpengaruh di pulau Sulawesi. Tolitoli termasuk miniatur Indonesia karena penduduknya multi-etnik dan multikultur. Walaupun penduduknya majemuk tapi keharmonisan dan kebersamaan dalam masyarakat tetap terpelihara. Juga keunikan penduduk Tolitoli ialah karena pada umumnya masyarakat Tolitoli sering ngomong dengan bahasa Indonesia logat Manado dan Juga Bahasa Indonesia logat Bugis.

TOLITOLI KOTA LANGGANAN BAJIR
Bencana banjir yang kerap menerjang kota Tolitoli dalam satu dekade terkahir ini sangat membuat masyarakat trauma. Hampir setiap turun hujan lebat sering terjadi banjir dan masyarakat dan lebih trauma lagi terutama mereka yang bermukim di daerah sekitar aliran sungai. Jika malam tiba dan turun hujan lebat, masyarakat langsung cemas dan khawatir akan terjadinya banjir.

Banjir telah menyisahkan penderitaan masyarakat Tolitoli yang sangat memprihatinkan. Saat terjadinya banjir besar lampu dipadamkan sehingga aktivitas yang mengandalkan daya listrik lumpu total dan ketika malam hari suasana gelap total. Ditambah lagi air PDAM tidak mengalir karena pipa induk rusak diterjang banjir dan sudah lebih dari seminggu rakyat tidak punya akses air PDAM. Alhamdulillah bantuan air bersih yang diberi jatah kepada tiap-tiap kelurahan bisa tersalur tapi dengan antrian panjang.

Dan kali ini Banjir terbesar dalam sejarah banjir di Tolitoli yang merendam kota Tolitoli secara hampir merata sedalam lebih dari satu meter. Di wilayah daerah aliran sungai justru lebih dalam lebih dari tiga meter dan beberapa rumah sempat hanyut terbawa arus banjir. Bahkan sepupuku dan suaminya telah kehilangan banyak harta benda akibat bajir dan saat itu mereka tidak sempat menyelamatkan barang-barang mereka. Menurut cerita, nyawa mereka nyaris melayang akibat banjir. Mereka kebetulan tinggal daerah aliran sungai dan rumah mereka terbawa arus dan mereka sempat menyelamatkan diri dengan cara naik di atas bumbungan rumah tetangga dan berjam-jam menunggu air surut.

Banjir yang terjadi menggenangi sekitar 90% kota Tolitoli. Kota ini topografinya dikelilingi pegunungan dan perbukitan yang yang sebagagian besar wikayah perbukitannya telah kehilangan daerah tangkapan air (Water Catchment) karena hutan tadah hujan (Rain Forest) yang dulu pernah ada tapi pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an telah disulap menjadi daerah perkebunan Cengkeh berbasis masyarakat.

Tolitoliku kini telah berubah menjadi kota langganan banjir. Jika turun hujan dalam sehari bisa berpotensi menimbulkan banjir dan apalagi bersamaan dengan waktunya air pasang dari laut (Banjir Rob), Tolitoli pasti dilanda banjir lagi. Dan banjir terbesar terjadi beberapa hari lalu dan berdampak sangat serius bagi kehidupan masyarakat Tolitoli.

Bajir yang melanda kota Tolitoli tidak hanya membawa air bah yang cukup besar volumenya tapi juga membawa kotoran sampah dan lumpur tebal masuk ke dalam rumah penduduk. Hampir semua rumah penduduk digenangi lumpur tebal setinggi lutut orang dewasa dan repotnya lagi karena Air PDAM tidak jalan sehingga lumpur banjir di dalam rumah belum bisa dibersihkan dengan air yang cukup.

Di saat musim panen Cengkeh dulu, masyarakat rame berjemuran Cengkeh di pinggir jalan. Kini pasca banjir besar melanda Tolitoli, pemandangan unik yang kontrast terlihat karena hampir seluruh ruas jalan digunakan masyarakat untuk menjemur prabotan rumah tangga yang sempat terendam banjir seperti kasur spring bed, kursi sofa dan berbagai prabotan yg basah dijemur di tengah jalan. Banyak ruas jalan yang ditutup oleh masyarakat karena digunakan untuk menjemur prabotan mereka yang basah.

PERUBAHAN WAJAH KOTA
Sekitar tiga dekade lalu, hutan tadah hujan (Rain Forest) di sekitar pegunungan dan pebukitan kota Tolitoli mulai disulap menjadi perkebunan Cengkeh milik rakyat. Dan Ketika itu di masa jaya perkebunan Cengkeh, Tolitoli sempat dijuluki kota Cengkeh Petro Dolar. Masyarakat Tolitoli sempat menikmati hasil penen Cengkeh yang melimpah dengan harga Cengkeh di Pasaran sangat mahal. Namun, di Era Orde Baru keluar kebijakan dibentuk BPPC (Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh) danmulai saat itu pula harga Cengkeh disinyalir mulai menurun nilai jualnya sehingga semangat petani Cengkeh untuk merawat kebun Cengkeh mereka juga menurun.

Karena kurangnya perawatan kebun Cengkeh di Tolitoli sehingga berbagai penyakit tanaman muncul. Akhirnya tanaman Cengkeh di Tolitoli kelihatan merangas yaitu hidup segan mati tak mau. Kini sejarah kejayaan perkebunan Cengkeh Tolitoli tinggal nama dan kenangan.

Kejayaan Perkebunan Cengkeh Tolitoli pernah menorehkan tinta emas sebagai komoditas andalan di Zamannya. Spekulasi penyebab terjadinya banjir juga bisa diperkirakan akibat telah hilangnya daerah tangkapan air (Water Catchment) karena telah lama disulap dari daerah hutan tadah hujan (Rain Forest) menjadi perkebunan Cengkeh.

Juga berbagai spekulasi muncul yang menduga penyebab terjadinya banjir di Tolitoli adalah akibat adanya praktek legal logging dan juga illegal logging di beberapa wilayah pegunungan di Tolitoli berakibat telah mengurangi jumlah wilayah tangkapan air, adanya reklamasi, terjadinya pendangkalan sungai dan jarang atau mungkin sungai Tolitoli tidak pernah dikeruk, juga diduga beberapa saluran drainase di Tolitoli tidak berfungsi dengan baik, selain itu terkadang terjadinya Banjir Rob atau bersamaan air pasang dari laut.

Dan yang terakhir dugaan penyebab banjir adalah fenomena Global yaitu akibat dampak dari pemanasan Global (Global Warming) dan perubahan Iklim (Climate Change). Namun, di lain sisi dari perspektif agama, terjadi musibah bencana alam juga mungkin karena teguran Tuhan agar umatnya memperlakukan alam dengan ramah dan bijak.

WACANA DAN SOLUSI ALTERNATIF
Kemungkinan kota Tolitoli akan tetap menjadi kota langganan banjir, jika tidak ada solusi yang tepat masalah penanganan banjir. Tanggung jawab masalah penanganan banjir adalah tanggung jawab semua unsur nasyarakat termasuk antara lain pemerintah, masyarakat dan stakeholder banjir.

Solusi alternatif untuk menyelamatkan ibukota Tolitoli dari dampak bencana banjir yang telah berdampak serius yaitu jika dikehendaki, mungkin perlu adanya wacana pemindahan ibukota Kabupaten Tolitoli ke wilayah yang lebih aman dari bencana banjir.

Dan wilayah yang tepat dan aman dari bencana banjir yaitu Kecamatan Dondo dan Dampal (Donpal), di dua kecamatan ini wilayahnya punya dataran yang sangat luas, subur dan selama ini tidak pernah mengalami bencana banjir yang serius karena hutan tadah hujan masih lebat sehingga masih baik untuk kategori daerah tangakapan air (Water Catchment) dan masih sangat baik untuk mengatasi masalah bajir. Kecamatan Dampal Selatan termasuk salah satu kecamatan penyumbang PAD paling paling tinggi dan juga akses teransport dari dan menuju kota Palu relatif enteng.

Maaf sama sekali saya tidak ada kepentingan dengan wilayah Dondo atau Dampal karena saya bukan politisi, bukan orang Dondo dan juga bukan orang Dampal. Saya lahir dan besar di tengah kota Tolitoli dari keturunan suku Buol (Ayahku) dan suku Bugis (Ibuku) dan kalau mau berfikir jerni dan objektif masalah banjir di Kota Tolitoli mungkin akan sangat sulit diatasi berdasarkan fakta dan asumsi yang saya kemukakan di atas. Perlu belajar dari dari kota-kota yang sudah maju yang punya urban planning dan visi pembangunan yang baik. Dan pada umumnya seperti di luar negeri jika suatu daerah sering berpotensi terancam bencana alam, biasa diwacanakan pemindahan ibukota ke tempat yg lebih aman dan bisa diandalkan.

Kota Tolitoli yang saat ini usianya semakin tua dan kasian masih terus terbebani dengan bencana alam banjir. Kota Tolitoli kelihatan tidak mampu lagi menahan beban bencana alam. Biarlah kota Tolitoli yang sekarang menjadi kota kenangan dan telah tercatat dalam sejarah sebagai kota Cengkeh dan sebagai salah satu kota pelabuhan Samudra yang pernah terkenal berjaya di Zamannya.

Ingat Membangun kota itu mahal dan memerlukan pengorbanan. Ide membangun kota dan menghindari bencana alam harus lahir dari gagasan kontroversil tapi rasional. Dan kebijakan pembangunan sebaiknya didasarkan pada suatu kajian dan pendekatan ilmiah (Scientif Approach and Evidence Based).

Penulis: Akademisi UNTAD dan Ketua Forum Dosen Indonesia Sulawesi Tengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar