Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga bulan depan akan menyelenggarakan
Konferensi dengan tema “Menggugat Fragmentasi dan Rigiditas Pohon Ilmu”.
Topik ini sangat menarik untuk didiskusikan oleh para tenaga akademisi
dan pemangku kepentingan pendidikan tinggi di Indonesia. Menurut hemat
saya ada beberapa hal yang membuat isu ini sangat relevan dan menarik
untuk didiskusikan:
Pertama, adanya kebijakan pendidikan tinggi
yang mewajibkan setiap tenaga akademik (dosen) harus tersertifkikasi
sama dengan tenaga profesional lainnya. Pada awal diterapkan sertifikasi
dosen, banyak yang ragu dengan kualifikasi yang mereka miliki. Misalnya
ada seorang dosen yang qualifikasi ijazahnya kurang linier atau bahkan
tidak linear dengan kualifikasi Ijazah jenjang yang lebih tinggi
Magister/Masters (S2) atau Doktor/PhD (S3). Sejak diterapkan kebijakan
sertifikasi dosen sampai saat ini tidak ada masalah yang terlalu serius
terutama berkaitan dengan masalah linieritas. Bahkan Ditjen Dikti dan
tim asesor Sertifikasi Dosen telah memberikan kebijakan yang cukup
fleksible sejauh dosen yang memiliki kualifikasi ijazah atau background
ilmunya masih berada pada pohon atau rumpun ilmu yang masih terkait.
Kedua,
masalahnya mungkin akan berbeda ketika seorang dosen yang memiliki
Ijazah atau stratafikasi ilmu yang relatif berbeda atau berbeda sama
sekali dengan kualifikasi Ijazah pada jenjang yang lebih tinggi dan jika
yang bersangkutan akan mengusulkan kenaikan pangkat fungsional ke
Lektor Kepala atau Guru Besar akan mengalami persyaratan dan perlakuan
yang relatif berbeda. Kasus seperti ini misalnya banyak dialami oleh
teman-teman dosen di Perguruan Tinggi Negeri.
Ketiga, rigiditas
lineritas kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia mungkin telah
membentuk persepsi dan mindset yang berbeda jika dibandingka dengan
pendidikan tinggi di luar negeri yang lebih fleksibel serta menghormati
kedua aspek kebijakan kajian monodisiplinary dan kajian
interdisiplinaryi ilmu. Juga persoalan yang mungkin telah lama terbentuk
karena kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia pada umumunya masih
lebih berorientasi pada program studi (Prodi Oriented) dan orientasi
mono-displinary yang lebih menekankan pada kebijakan by Coursewok
(Kuliah) ketimbang program by research (Penelitian) seperti perguruan
tinggi di luar negeri. Namun, harus pula diakui bahwa perguruan tinggu
di Jawa dan di Sumatra Utara khususnya yang telah berstatus BHP ada yang
telah menerapkan kebijakan program pendidikan Tinggi By Research dengan
berorientasi pada program research lintas disiplin (Interdisiplinary
studies).
Keempat, dulu ada isu teaching university versus
research university. Universitas yang sudah maju seperti yang ada di
Jawa telah berorientasi pada bobot program research yang lebih tentu
pada level Magister dan Doktor sehingga membedakan dari universitas yang
lebih orientasi pada program teaching saja. Sebaliknya Pendidikan
Tinggi yang menawarkan program Non-Gelar atau diploma yang berorientasi
pada program vokasi atau kejuruan berorientasi pada praktek lapangan,
magang dan teaching sedangkan Universitas harus berimbang antara program
teaching dan research tapi fakta membuktikan bahwa di Indonesia bobot
SKS mata kuliah masih jauh lebih banyak dari pada bobot Research
(Skripsi atau Tesis) misalnya.
Kelima, baru-baru ini Ditjen
Dikti mempromosikan world class university. Perguruan tinggi di
Indonesia harus bisa masuk menjadi univeristas berkelas dunia. Untuk
menopang kebijakan ini pemerintah bersama DPR telah menyiapkan RUU
Pendidikan Tinggi dan Sebelumnya Ditjend Dikti mengeluarkan edaran agar
semua mahasiswa yang akan menyelesaikan studi diwajibkan membuat
publikasi ilmiah melalui jurnal cetak maupun jurnal elektronik baik
untuk level nasional maupun level internasional. Pemerintah juga telah menawarkan sejumlah hibah penelitian kepada dosen-dosen di perguruan tinggi dan peneliti di lembaga penelitian untuk telribat melakukan penelitia baik itu melalui kajian mono-disiplinary maupun kajian interdisiplinary. Pemerintah terus mendorong kegiatan publikasi hasil penelitian dosen-dosen dan peneliti untuk diterbitkan di Jurnal Nasional terakreditasi maupun jurnal internasional. Untuk mengembangkan program kerjasama antara perguruan tinggi dalam rangka persiapan perguruan tinggi Indonesia masuk kategori world class university, pemeritah mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk menjalin kerjasama di
bidang pendidikan dan riset dengan perguruan tinggi di luar negeri. Perguruan Tinggi di Indonesia diberikan peluang untuk berusaha agar supaya dapat merekrut mahasiswa asing dari berbagai negara untuk datang menimbah ilmu di universitas-univeersitas yang ada di Indonesia.
Menjadi universitas yang berkelas dunia (World Class) harus
dierphatikan beberapa hal seperti menyangkut kurikulum diupayakan
kalau bisa ada adaptasi dan atau adopsi kurikulum dari perguruan tinggi
yang sudah maju di luar negeri. Mindset akademik juga harus berubah
dan lebih terbuka menerima inovasi dan perubahan. Atmosfir akademik di
setiap perguruan tinggi harus lebih kondusif, produktif, harmonis dan
menyenangkan. Input, proses dan output pendidikan tinggi harus
berorientasi pada kebutuhan masyarakat atau kebutuhan pasar kerja baik
tingkat lokal, nasional maupun global. Akreditasi Program studi,
Fakultas dan Universitas (Institusi) harus menerapkan kebijakan
Pendidikan Tinggi secara Bottom-up dan Top-down. Masyarakat sebagai
stakeholders pendidikan tinggi harus punya peran yang lebih dalam hal
penilaian substansial penyelenggaraan pendidikan tinggi serta yag tak
kalah pentingnya adalah perguruan tinggi harus bisa mandiri
(self-managed dan self-reliant).
Salam Perubahan
Mochtar Marhum,
Akademisi UNTAD dan Blogger
Isu Sosial Humaniora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar