SAVE KPK SAVE POLRI SAVE OUR FUTURE
Oleh Mochtar Marhum
Oleh Mochtar Marhum
Polemik tentang isu krisis KPK Vs POLRI dalam beberapa minggu
balakangan ini semakin santer dibicarakan di kalangan masyarakat dan ramai
diberitakan berbagai media. Bahkan sebagian masyarakat ada yang menyinggung
kembali kasus Cecak Vs Buaya yang dulu pernah ramai disoroti.
Transparansi Internasional pada tanggal
2 Desember 2014 merilis laporan tahunan Indeks Persepsi Korupsi 2014. Dalam Indeks Persepsi Korupsi 2014, Indonesia
berada pada urutan ke 107. Artinya sedikit lebih baik dibanding tahun lalu, di
mana Indonesia ada di urutan ke 114. Tentu
harus tetap perihatin karena posisi Indonesia masih bertahan pada posisi buncit
dalam kaitannya dengan Indeks persepsi Korupsi jika di bandingkan beberapa negara
tetangga. Yang jelas fakta membuktikan bahwa semakin rendah tingkat persepsi
korupsi suatu negara semakin baik tingkat kesejahteraan negara tersebut. Sebaliknya tercatat bahwa kasus korupsi yang
makin marak bisa menimbulkan kemiskinan dan kesengsaraan rakyat. Jika KPK dilemahkan, Kasus Pidana Korupsi tentu akan semakin
marak terjadi dan Koruptor akan selalu tersenyum.
Namun, harus
pula disadari bahwa jika POLRI lemah akan jauh lebih berbahaya lagi karena
berbagai macam kejahatan akan marak terjadi sehingga Indonesia akan nampak
seperti negara gagal (failed state) karena kasus seperti Vigilante, praktek
main-hakim sendiri, civil disobidient, ketika rakyat tidak lagi percaya
pemerintah dan tidak lagi mematuhi hukum dan aturan yg berlaku, Looting atau kasus penjarahan,
Social Unrest Kerusuhan massa dan berbagai macam tindak pindana kemungkinan
akan lebih marak terjadi.
Posisi
Jokowi-JK sangat sangat dilematis menghadapi permasalahan Krisis KPK - POLRI.
Namun, harus diapresiasi sikap Jokowi yang telah membentuk Tim Independent dan
meminta pendapat dan solusi dari berbagai pihak yang sangat kompoten dan dapat
dipercaya. Saatnya masyarakat mendukung KPK dan sekaligus mendukung POLRI (Save
KPK Save POLRI and Save Indonesia).
Islah dan
rekonsiliasi harus terwujud sehingga suasana bisa segera harmonis kembali dan
kedua lembaga hukum tersebut akan bisa kembali bersama-sama bergandengan tangan
melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Oknum-oknum
di kedua lembaga hukum yang telah terindikasi terlibat melakukan pelanggaran
hukum atau kode etik sebaiknya legowo menjalani proses hukum atau sidang kode
etik. Sikap arogansi dan Ego kelembagaan justru hanya akan menambah
permasalahan baru. Sikap ego dan arogansi kelembagaan harus ditanggalkan.
Tunjukkan sikap kenegarawanan dan patriotisme.
Saatnya
mengutamakan kepentingan bangsa dan masa depan Indonesia. Harus disadari bahwa
krisis hukum sama bahayanya dengan krisis ekonomi. Ingat dalam krisis ekonomi
makin nampak jelas kesenjangan antara the haves and the haves not dan bisa
terlihat jelas orang yg mampu dan yg tidak mampu secara ekonomi.
Namun,
dalam krisis hukum akan sulit dibedakan antara orang yang bersalah (Guilty) dan
orang yg tidak bersalah (Innocent). Dan lebih sulit mebedakan kawan dan lawan.
Hukum bisa digunakan sebagai alat kekuasaan seperti di negara-negara yg
menganut sistem totalitarian yang pemimpinnya otoriter. Azas equality before
the law akan ditinggalkan dan praktek impunitas akan rentan terjadi.
Masyarakat
harus mendukung terwujudnya rekonsiliasi dan harmonisasi di kedua lembaga hukum
yang sangat dihormati dan dibanggakan tersebut. Bukan malah terlibah
memperkerus suasana dengan melakukan provokasi dan agitasi liar sehingga makin
menambah permasalahan. Masyarakat sebaiknya mendukung keputusan dan kebijakan
pemerintah yang dianggap rasional dan demokratis.
Save KPK
SAVE POLRI Save Indonesia for better future.
Bravo
Rakyat Indonesia !
Penulis: Akademisi UNTAD, Pemerhati masalah Sosial
Humaniora dan Aktivist Damai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar