Belakangan ini masyarakat Indonesia disuguhkan berbagai akrobat
politik dan sirkus hukum via media massa. Mualai dari kasus pemerikasaan
elit-elit politik Demokrat di Pusat oleh KPK sampai kasus yang
menghebohkan masyarakat Sulawesi Tengah khususnya yaitu kasus
penangkapan upaya suap yang dilakukan oleh TIm Penyidik KPK terhadap
salah seorang manajer Perusahaan kelapa Sawit di Kabupten Buol. Kasus
itu dilaporkan juga telah menyeret salah seorang petinggi partai besar
dan yang kebetulan juga menjabat sebagai penyelenggara negara di daerah
paling utara Provinsi Sulawesi Tengah. Supremacy Politik Versus
Supremacy Hukum dan Argumentasi Politik Versus Argumentasi Hukum.
Namun, jangan sampai argumentasi politik mampu menundukkan argumentasi
hukum.
Kasus penegakkan hukum di negeri ini masih
memprihatinkan misalnya masih ada kasus impunitas (Impunity Case). Masih
banyak rakyat yang dininabobokkan oleh politisi yang tidak akuntabel
dan korup (power abuse). Mereka mampu membujuk rakyat dengan materi dan
gombal politik yang menggiurkan tapi bisa menyesatkan mereka.
Harus
diakui bahwa penerapan Demokrasi di Negeriku tercinta ini baru sampai
pada tataran Demokrasi Prosedural. Kita belum mampu menerapkan
Demokrasi substantif (Equality before the Law and the Law is above
everyone). Apakah ini juga termasuk Fenomena defisit Demokrasi di
negeri ini ?.
Pemerintahan SBY harus sadar dan belajar
dari hasil survey yang baru-baru ini dilakukan oleh Lembaga ternama
Fund for Peace, sebuah NGO yang berbasis di Amerika. Dari hasil survey
LSM tersebut Indonesia masuk dalam indeks negara gagal dan bertengger
pada urutan ke -63 dari 178 negara yang disurvey. Ada 12 indikator dan
100 sub indikator yang digunakan termasuk sosial, politik, masalah
ekonomi dan masalah penegakkan hukum.
Walaupun pemerintah
telah meng-counter hasil survey tersebut, sebaiknya survey itu
dijadikan feedbacks dan evaluasi diri yang sangat berharga bagi
pemrintah untuk perbaikan kinerja pemerintah khususnya di bidang
penegakkan tindak pidana korupsi. Kasus korupsi telah memiskinkan negeri
ini. Kasus korupsi juga telah membunuh banyak orang tak berdosa.
Menurut Prof. Didik Rachbini, kasus Korupsi di negeri ini paling banyak
terjadi melalui kasus mark up. Akibat kasus mark up banyak gedung dan
jembatan yang dilaporkan usianya tidak bertahan, mudah rusak bahkan
rubuh dan menelan korban jiwa.
Jangan sampai masalah
penegakkan hukum terutama dalam bidang tindak pidana korupsi di negeri
semakin gagal. Saatnya mendukung penuh upaya KPK memberantas korupsi di
bawa pusat (maksundya di daerah).
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest
(Akademisi, Aktivies Damai)
Konsen dengan isu-isu Sosial Humaniora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar