Senin, 06 Februari 2012

Masalah Konsumsi dan Perdaganan Rokok dan Minuman Beralkohol di Indonesia

Tulisan ini terinspirasi dari diskusi nonformal via mailing list Koran Digital. Terjadi polemik tentang konsumsi rokok dan minuman beralkohol di Indonesia dan dampaknya. Ada yang membandingkan dengan konsumsi dan perdagangan rokok dan minmuman keras di beberapa negara. Juga dibahas mengenai pengelolaan dan pengawasan konsumsi rokok dan minuman keras serta penerapan undang-undang yang mengatur perdagangan dan konsumsi rokok dan minuman keras dengan membuat perbandingan antara Indonesia dan beberapa negara di luar negeri termasuk di negara kapitalis liberal.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa secara realitas dan faktual tidak sedikit negara makmur (Welfare state) adalah negara Kapitalis Liberal walaupun akhir-akhir ini juga harus diakui bahwa ada sejumlah negera makmur yang sedang mengalami kerisis ekonomi. Para pelaku ekonomi/ pengusaha dan atau wirausahawan di negara Kapitalis terpicu untuk maju dan di negara-negara tersebut terdapat pengawasan, regulasi dan penegakkan hukum yang sangat ketat tanpa pandang bulu sehingga kasus pungli gartifikasi, korupsi dan sejenisnya yang berhubungan dengan perdagangan dan konsumsi rokok dan minuman beralkoho bisa diatasi secara lebih efektif. Selanjutnya yang juga  tidak kalah pentingnya lagi adalah dampak berbahaya dari perdagangan dan konsumsi rokok dan minuman beralkohol terus diupayakan bisa diatasi secara lebih efektif. Banyak yang menuding bahwa konsumsi rokok dan minuman keras yang tidak diatur oleh undang-undang telah menimbulkan dampak negatif yang juga telah menimbulkan korban jiwa.

Mengenai konsumsi rokok dan alkohol, di negara-negara makmur pada umumnya telah diatur secara lebih tegas dan ketat tapi diiringi dengan desiminasi dan sosialisasi aturan dan undang-undang yang lebih terencana dan terorganisir serta diusahakan agar masyarakat patuh terhadap aturan dan Undang-undang yang diterapkan. Aturan ketat dan tegas yang mengatur agar konsumen yang berhak membeli dan mengkonsumsi rokok dan minuman keras harus berumur di atas 18 tahun dan aturan ini betul-betul dijalankan dan sangsi akan dikenakan bagi mereka yang menyuruh orang di bawa umur membelikan atau mengkonsumsi rokok dan minuman beralkohol.

Pada kasus tertentu jika ada orang yang akan membeli rokok atau minuman beralkohol tapi wajahnya kelihatan seperti anak-anak yang masih ABG (di bawa 18 thn) akan dimintai kartu ID untuk memastikan bahwa pembeli atau konsumen itu telah berusia 18 tahun ke atas dan hal ini juga pernah dialami oleh teman-teman pernah kuliah di luar negeri.

Di Indonesia tidak sedikit anak-anak dibawa umur 18 tahun yang kedapatan merokok dan minum minum-minuman keras serta ugal-ugalan di Jalan raya membawa kendaraan dengan kecepatan tinggi dan dibawa pengaruh alkohol. Kelakuan buruk seperti ini bisa berpotensi mencelakakan dirinya sendiri dan bahkan orang lain.  Hukum atau aturan seperti yang diterapkan di negara-negara makmur kayaknya belum diberlakukan di Indonesia. Dalam beberapa kasus bahkan orang tua sering menyuruh anak-anknya pergi membelikan orang tuanya rokok atau minuman beralkohol dan tidak ada masalah.

Selanjutnya dalam hal perdagangan rokok dan minuman beralkohol telah diatur sedemikian rupa sehingga  sehingga pedagang menaati aturan dan tidak berdagang rokok atau minuman beralkohol di sembarang tempat karena misalnya hanya ingin menjual di tempat-tempat strategis dan relatif lebih mudah menapatkan pelanggan.

Bisakah kita di Indonesia membuat aturan yang bisa mengatasi masalah konsumsi rokok dan minuman beralkohol secara lebih tertib dan lebih efektif?. Saya kira saatnya penguasa dan pengusaha berkolaborasi secara lebih harmonis dan humanis sehingga dapat mengatasi masalah dampak berbahaya dari konsumsi dan perdagangan rokok dan minuman berlakohol. Aturan dan hukum yang tepat dan proporsional dibutuhkan. Juga butuh pertimbangan tidak hanya penerapan aspek hukum normatif tapi yang juga tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan aspek sosiologi hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar