Menurut sejumlah pakar konflik, setiap individu yang lahir memiliki
innate atau potensi untuk berkonflik. Konflik berasal dari bahasa Latin
Configere yang bearti saling memukul. Dari perspektif Ilmu Sosiologi,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya. Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial.
Pertama adalah teori konflik C' Gerritz, yaitu tentang Primordialisme,
kedua teori konflik Karl Marx, yaitu tentang pertentangan kelas dan
ketiga teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
Akhir-akhir ini sejumlah media melaporkan bahwa sulawesi Tengah termasuk
salah satu provinsi yang rawan konflik sosial. Isu dan berita tentang
insiden konflik sosial yang sering terjadi secara soparadis telah
merugikan banyak pihak.
Insiden konflik sectarian di Poso yang lalu dan beberapa konflik agraria
dan konflik di daerah pertambangan pernah terjadi di wilayah Timur
Sulawesi Tengah dan demikian juga di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah
Bahagian Utara pernah terjadi Konflik vertikal antara masyarakat
Kabupaten Buol dan pihak kepolisian yang menewaskan delapan orang warga
sipil Buol yang dikenal dengan insiden Ramadhan berdarah dan juga ada
konflik Pemilukada Kabupaten Tolitoli yang berujung pada pembakaran
kantor camat dan beberapa kantor kepala desa jelang Pemilukada lalu.
Akibat sering terjadi kerawanan konflik sosial di Provinsi Sulawesi
Tengah, sejumlah investor yang berniat melakukan investasi di Provinsi
Sulawesi Tengah mempertimbangkan matang-matang rencana mereka.
Kini suasana di daerah kawasan Timur dan Utara Provinsi Sulawesi Tengah
mulai meredah bahkan suasana kehidupan yang damai dan harmonis mulai
terlihat di Kabupaten Poso walaupun beberapa waktu lalu sempat
digegerkan oleh berita konflik bersenjata di wilayah Kalora Poso
menewaskan empat anggota Brimob dan yang lainnya luka-luka akibat
penembakan yang dilakukan oleh kelompok sipil bersenjata yang diduga
merupakan kelompok teroris. Demikian juga suasana di wilayah kabupaten
Buol dan Tolitoli mulai terlihat aman dan damai.
Kabupaten Sigi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tengah yang yang letaknya berbatasan langsung dengan ibukota Provinsi
Sulawesi Tengah, Kota Palu. Padahal penduduk yang terlibat konflik
berasal dari kelompok etnis dan kultur yang sama serta memiliki ikatan
kekerabatan yang sanagat dekat. Berbagai asumsi dan spekulasi dari
masyarakat penyebab terjadinya konflik. Misalnya ada yang menduga karena
masalah dendam lama; ada yang menduga karena adanya provokasi dan ada
yang berasumsi karena tingkat pengangguran yang tinggi.
Tingkat frekwensi insiden konflik sosial di kabupaten Sigi yang dulu
pernah merupakan bahagian dari Kabupaten Donggala dapat digolongkan
termasuk paling tinggi. Misalnya dalam laporan salah satu TV sawsta,
kurang lebih ada 20 kali insiden konflik sosial terjadi di Kabupaten
Sigi pada tahun 2012. Konflik sosial yang sering terjadi di Kabupaten
Sigi telah membuat kehawatiran Pemerintah Kabupaten Sigi. Belum lama ini
Kapolri, Jenderal Timor Pradopo mengunjungi Kab Sigi dan sekaligus
bertatap muka dengan Pemerintah Derah, tokoh-tokoh masyarakat dan
sejumlah stakeholders konflik. Berbagai cara telah dilakukan tapi belum
satupun ada cara yang efektif yang bisa mengatasi masalah konflik sosial
di Kabupaten ini.
Mungkin solusi alternatif untuk masalah konflik sosial:
Pertama, pihak intel harus melaksanakan tugasnya secara lebih efektif.
Sebab setiap terjadi insiden konflik komunal atau konflik kekerasan
termasuk kerusuhan dan masalah terorisme, masayakat sering mengkritisi
dan menyoroti lemahnya kinerja pihak inteljen.
Kedua, petugas keamana harus bekerjasama bergandengan tangan dengan
masyarakat menciptakan suasana akrab rukun dan damai. Masyarakat harus
dilibatkan untuk pencegahan terjadinya konflik sosial. Pihak petugas
keamanan tidak boleh menjauhkan diri dari masyarakat apalagi menciptkan
permusuhan dan dendam misalnya dalam kasus salah tangkap atau salah
tembak seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah konflik.
Ketiga, pendidikan damai dan pendidikan harmoni harus tetap dipromosikan
liwat liwat lembaga pendidikan formal. Pemerintah, pihak NGO dan
masyarakat sebagai stakeholders pendidikan harus berkolaborasi untuk
mewujudkan pendidikan damai dan pendidikan harmoni yang efektif.
Keempat, pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat harus mengingatkan
masyarakat agar tidak mudah terpancing hasutan yang bersifat provokasi
dan agitasi oleh kelompok oportunis yg tidak bertanggung jawab dan
menginginkan agar kabupaten Sigi tetap dalam keadaan tidak aman sehingga
mungkin mereka bisa mengambil keuntungan dari kondisi dan situasi
ketidakamanan. Contoi masyarakat Poso yg mulai hidup damai dan
berdampingan karna mereka mampu menangkal segala bentuk provokasi dan
agitasi.
Kelima, ingatkan pada masayarakat yang terlibat konflik bahwa mereka
harus sadar akan pentingnya hidup rukun dan damai karena mereka
bersaudara dan tidak ada untungnya berkonflik. Jika daerahnya damai,
semua aktivitas masyarakat bisa berjalan lancar.
Keenam, perlu dipertimbangkan usulan dari berbagai pihak untuk membuka
Kantor POLRES Kabupaten Sigi. Sejak berdiri menjadi Daerah Otonomi Baru
(DOB), Kabupaten Sigi belum memiliki Kantor POLRES dan sampai saat ini
masih di
Ketuju, saatnya pemerintah mencari solusi untuk pembukaan lapangan kerja
dan lapangan olahraga. Agar masyarakat bisa memperoleh penghasilan yang
layak. Juga dengan kegiatan olahraga rasa persaudaraan dan solidaritas
warga akan lebih erat dan harmonis
Semoga sharing solusi alternatif ini bermamfaat buat stakeholders
konflik dan khususnya masayarakat dan pemerintah di daerah rawan konflk.
Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Aktivis Damai, Blogger Sosial-Humaniora