Minggu, 06 Januari 2013

KONFLIK SOSIAL DI SULAWESI TENGAH DAN SOLUSI ALTERNATIF

Menurut sejumlah pakar konflik, setiap individu yang lahir memiliki innate atau potensi untuk berkonflik. Konflik berasal dari bahasa Latin Configere yang bearti saling memukul. Dari perspektif Ilmu Sosiologi, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C' Gerritz, yaitu tentang Primordialisme, kedua teori konflik Karl Marx, yaitu tentang pertentangan kelas dan ketiga teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien. Akhir-akhir ini sejumlah media melaporkan bahwa sulawesi Tengah termasuk salah satu provinsi yang rawan konflik sosial. Isu dan berita tentang insiden konflik sosial yang sering terjadi secara soparadis telah merugikan banyak pihak.

Insiden konflik sectarian di Poso yang lalu dan beberapa konflik agraria dan konflik di daerah pertambangan pernah terjadi di wilayah Timur Sulawesi Tengah dan demikian juga di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Bahagian Utara pernah terjadi Konflik vertikal antara masyarakat Kabupaten Buol dan pihak kepolisian yang menewaskan delapan orang warga sipil Buol yang dikenal dengan insiden Ramadhan berdarah dan juga ada konflik Pemilukada Kabupaten Tolitoli yang berujung pada pembakaran kantor camat dan beberapa kantor kepala desa jelang Pemilukada lalu. Akibat sering terjadi kerawanan konflik sosial di Provinsi Sulawesi Tengah, sejumlah investor yang berniat melakukan investasi di Provinsi Sulawesi Tengah mempertimbangkan matang-matang rencana mereka.

Kini suasana di daerah kawasan Timur dan Utara Provinsi Sulawesi Tengah mulai meredah bahkan suasana kehidupan yang damai dan harmonis mulai terlihat di Kabupaten Poso walaupun beberapa waktu lalu sempat digegerkan oleh berita konflik bersenjata di wilayah Kalora Poso menewaskan empat anggota Brimob dan yang lainnya luka-luka akibat penembakan yang dilakukan oleh kelompok sipil bersenjata yang diduga merupakan kelompok teroris. Demikian juga suasana di wilayah kabupaten Buol dan Tolitoli mulai terlihat aman dan damai.

Kabupaten Sigi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang yang letaknya berbatasan langsung dengan ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu. Padahal penduduk yang terlibat konflik berasal dari kelompok etnis dan kultur yang sama serta memiliki ikatan kekerabatan yang sanagat dekat. Berbagai asumsi dan spekulasi dari masyarakat penyebab terjadinya konflik. Misalnya ada yang menduga karena masalah dendam lama; ada yang menduga karena adanya provokasi dan ada yang berasumsi karena tingkat pengangguran yang tinggi.

Tingkat frekwensi insiden konflik sosial di kabupaten Sigi yang dulu pernah merupakan bahagian dari Kabupaten Donggala dapat digolongkan termasuk paling tinggi. Misalnya dalam laporan salah satu TV sawsta, kurang lebih ada 20 kali insiden konflik sosial terjadi di Kabupaten Sigi pada tahun 2012. Konflik sosial yang sering terjadi di Kabupaten Sigi telah membuat kehawatiran Pemerintah Kabupaten Sigi. Belum lama ini Kapolri, Jenderal Timor Pradopo mengunjungi Kab Sigi dan sekaligus bertatap muka dengan Pemerintah Derah, tokoh-tokoh masyarakat dan sejumlah stakeholders konflik. Berbagai cara telah dilakukan tapi belum satupun ada cara yang efektif yang bisa mengatasi masalah konflik sosial di Kabupaten ini.

Mungkin solusi alternatif untuk masalah konflik sosial:

Pertama, pihak intel harus melaksanakan tugasnya secara lebih efektif. Sebab setiap terjadi insiden konflik komunal atau konflik kekerasan termasuk kerusuhan dan masalah terorisme, masayakat sering mengkritisi dan menyoroti lemahnya kinerja pihak inteljen.

Kedua, petugas keamana harus bekerjasama bergandengan tangan dengan masyarakat menciptakan suasana akrab rukun dan damai. Masyarakat harus dilibatkan untuk pencegahan terjadinya konflik sosial. Pihak petugas keamanan tidak boleh menjauhkan diri dari masyarakat apalagi menciptkan permusuhan dan dendam misalnya dalam kasus salah tangkap atau salah tembak seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah konflik.

Ketiga, pendidikan damai dan pendidikan harmoni harus tetap dipromosikan liwat liwat lembaga pendidikan formal. Pemerintah, pihak NGO dan masyarakat sebagai stakeholders pendidikan harus berkolaborasi untuk mewujudkan pendidikan damai dan pendidikan harmoni yang efektif.

Keempat, pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat harus mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terpancing hasutan yang bersifat provokasi dan agitasi oleh kelompok oportunis yg tidak bertanggung jawab dan menginginkan agar kabupaten Sigi tetap dalam keadaan tidak aman sehingga mungkin mereka bisa mengambil keuntungan dari kondisi dan situasi ketidakamanan. Contoi masyarakat Poso yg mulai hidup damai dan berdampingan karna mereka mampu menangkal segala bentuk provokasi dan agitasi.

Kelima, ingatkan pada masayarakat yang terlibat konflik bahwa mereka harus sadar akan pentingnya hidup rukun dan damai karena mereka bersaudara dan tidak ada untungnya berkonflik. Jika daerahnya damai, semua aktivitas masyarakat bisa berjalan lancar.

Keenam, perlu dipertimbangkan usulan dari berbagai pihak untuk membuka Kantor POLRES Kabupaten Sigi. Sejak berdiri menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB), Kabupaten Sigi belum memiliki Kantor POLRES dan sampai saat ini masih di

Ketuju, saatnya pemerintah mencari solusi untuk pembukaan lapangan kerja dan lapangan olahraga. Agar masyarakat bisa memperoleh penghasilan yang layak. Juga dengan kegiatan olahraga rasa persaudaraan dan solidaritas warga akan lebih erat dan harmonis

Semoga sharing solusi alternatif ini bermamfaat buat stakeholders konflik dan khususnya masayarakat dan pemerintah di daerah rawan konflk.

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Akademisi, Aktivis Damai, Blogger Sosial-Humaniora