Jumat, 29 Juni 2012

AKROBAT POLITIK VERSUS SIRKUS HUKUM (CATATAN AKHIR PEKAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI)

Belakangan ini masyarakat Indonesia disuguhkan berbagai akrobat politik dan sirkus hukum via media massa. Mualai dari kasus pemerikasaan elit-elit politik Demokrat di Pusat oleh KPK sampai kasus yang menghebohkan masyarakat Sulawesi Tengah khususnya yaitu kasus penangkapan upaya suap yang dilakukan oleh TIm Penyidik KPK terhadap salah seorang manajer Perusahaan kelapa Sawit di Kabupten Buol. Kasus itu dilaporkan juga telah menyeret salah seorang petinggi partai besar dan yang kebetulan juga menjabat sebagai penyelenggara negara di daerah paling utara Provinsi Sulawesi Tengah. Supremacy Politik Versus Supremacy Hukum dan Argumentasi Politik Versus Argumentasi Hukum. Namun, jangan sampai argumentasi politik mampu menundukkan argumentasi hukum.

Kasus penegakkan hukum di negeri ini masih memprihatinkan misalnya masih ada kasus impunitas (Impunity Case). Masih banyak rakyat yang dininabobokkan oleh politisi yang tidak akuntabel dan korup (power abuse). Mereka mampu membujuk rakyat dengan materi dan gombal politik yang menggiurkan tapi bisa menyesatkan mereka.

Harus diakui bahwa penerapan Demokrasi di Negeriku tercinta ini baru sampai pada tataran Demokrasi Prosedural. Kita belum mampu menerapkan Demokrasi substantif (Equality before the Law and the Law is above everyone). Apakah ini juga termasuk Fenomena defisit Demokrasi di negeri ini ?.

Pemerintahan SBY harus sadar dan belajar dari hasil survey yang baru-baru ini dilakukan oleh Lembaga ternama Fund for Peace, sebuah NGO yang berbasis di Amerika. Dari hasil survey LSM tersebut Indonesia masuk dalam indeks negara gagal dan bertengger pada urutan ke -63 dari 178 negara yang disurvey. Ada 12 indikator dan 100 sub indikator yang digunakan termasuk sosial, politik, masalah ekonomi dan masalah penegakkan hukum.

Walaupun pemerintah telah meng-counter hasil survey tersebut, sebaiknya survey itu dijadikan feedbacks dan evaluasi diri yang sangat berharga bagi pemrintah untuk perbaikan kinerja pemerintah khususnya di bidang penegakkan tindak pidana korupsi. Kasus korupsi telah memiskinkan negeri ini. Kasus korupsi juga  telah membunuh banyak orang tak berdosa. Menurut Prof. Didik Rachbini, kasus Korupsi di negeri ini paling banyak terjadi melalui kasus mark up. Akibat kasus mark up banyak gedung dan jembatan yang dilaporkan usianya tidak bertahan, mudah rusak bahkan rubuh dan menelan korban jiwa.

Jangan sampai masalah penegakkan hukum terutama dalam bidang tindak pidana korupsi di negeri semakin gagal. Saatnya mendukung penuh upaya KPK memberantas korupsi di bawa pusat (maksundya di daerah).


Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest
(Akademisi, Aktivies Damai)
Konsen dengan isu-isu Sosial Humaniora

Rabu, 20 Juni 2012

Apakah pertambahan jumlah Umat Muslim Dunia bisa menjadi Solusi Dunia ?

ulisan ini merupakan opini kualitatif dan makro, serta juga merupakan refleksi dan otokritik buat diri pribadi saya sebagai umat Muslim dan juga saudara-saudraku baik yang Muslim maupun yang non-muslim tapi tetap konsen dengan permasalahan sosial dan dari perspektik Global dan Teologis. Tanpa ditulis di media sosial ini, pasti kebanyakan dari kita sudah mengetahuinya melalui media massa.

Jumlah umat Islam dari tahun ke tahun terus bertambah baik karena tingkat kelahiran yang tinggi karena kebanyakan keluarga Muslim tidak mengikuti Program Keluarga Berencana. Jumlah Umat Muslim bertambah dan menurut laporan sejumlah media masa baik lokal maupun media asing hampir setiap hari ada yang masuk Islam atau menjadi Mualaf (Muslim Converts).

Jumlah umat Muslim yang terus bertambah cukup signifikan bahkan telah menyaingi jumlah umat Katolik di dunia yang dulu pernah menduduki ranking satu populasi sektarian. Namun, tentu tanpa bermaksud membuka aib umat tapi hanya bermaksud mengemukakan fakta dan refleksi keprihatunan umat dari laporan sejumlah media kita dapat mengetahui bahwa di banyak negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim masih terdapat banyak masalah seperti tingkat kemiskinan, pengangguran, korupsi merajalela, terjadi perang saudara, tingkat pendidikan masih rendah dan banyak yang masih terbelakang.

Banyak negara yang penduduknya majoritas Muslim sperti di Afrika dan Timur Tengah justru terus menuai masalah dan di negara-negara tersebut kebanykan pemerintahannya Diktator, otoriter dan Tirany. Monarki Absolut dan sistem pemerintahan Sosialis Totalitarian dan Oligarki masih dipraktekkan. Juga di negara-negara tersebut Kebanyakan yang sejahtera adalah elit-elit dalam pemeritahan sebaliknya rakyat menderita miskin dan bahkan kelaparan (lihat kasus Sudan dan Somalia). Banyak elit-elit pemerintah yang berlindung di balik ajaran agama dan memamfaatkan nama Islam demi untuk mempertahankan kekuasaan (Religion Abuse Vs Power abuse).

Fakta membuktikan bahwa dewasa ini negara-negara yang unggul adalah negara-negara Yang menguasai Ilmu pengetahuan dan Teknologi seperti negara-negara Barat (Liberal-Demokrasi) dan Negara-negara Sosialis Komunis), demikian juga yang menguasai Teknologi Informasi, ekonomi dan perdagangan adalah negara-negara non-muslim tersebut.

Dalam kaitannya dengan konteks populasi umat Muslim di dunia terus bertambah dari tahun ke tahun, mungkin kita perlu mengangkat pertanyaan sebagai berikut: 1. Bisakah pertambahan jumlah penduduk muslim akan menjadi bagian dari solusi dunia untuk memecahkan masalah krisis multi-dimensi atau malah hanya akan menjadi bagian dari masalah dunia karena pertambahan populasi tersebut tidak dibarengi dengan penguasaan Ilmu pengetahuan, Teknologi dan keterampilan (Soft-skill and hard-skill) Sehingga mungkin hanya akan menambah jumlah penduduk dunia yang menjadi dependent ketimbang independent dan mampu memecahkan masalah dunia yang semakin kompleks ini? 2. Akankah pertambahan jumlah penduduk Muslim menciptakan suasana kehidupan harmonis dan damai dengan tetangga-tetangga yang Non-muslim atau sebaliknya hanya menciptakan potensi saling curiga dan bahkan mengundang potensi permusuhan. 3. Bisakah ke depan negara-negara yang majoritas Muslim bersatu dan membantu menciptkan kemakmuran di dunia ini serta mau bekerjasama secara sukarela dengan penduduk di negara-negara Non-Muslim untuk menciptakan pembangunan dan perdamaian yang berkelanjutan di muka bumi ini?.

Jawaban dari pertanyaan di atas tentu ada pada generasi sekarang dan yang akan datang dan jika ingin perubahan mungkin perlu dipertimbangkan langkah-langkah positif dan peroduktif seperti generasi yang sekarang mau melihat ke depan untuk maju (Progresif) tapi juga tetap menghormati nilai-nilai sejarah. Mau belajar dan bekerja keras menggunakan akal dan pikiran sehat untuk membangun negerinya dan harus punya integritas moral serta tetap menghormati dan menghargai ajaran agamanya.

Salam Perubahan
Mochtar Marhum
Academic, Peace Activiest